Surakarta, Suara ‘Aisyiyah – Di tengah maraknya kasus keracunan massal akibat makan bergizi gratis (MBG) di berbagai daerah, SD Muhammadiyah 1 (Muhi) Surakarta justru menunjukkan praktik baik dalam pengelolaan dapur sehat yang sudah mereka jalankan selama satu dekade.
Sejak berdiri pada tahun 2015, dapur sehat ini menjadi bagian integral dari program sekolah dan berhasil menjaga kualitas kesehatan siswa.
Menurut Dwi Jatmiko, Divisi Humas SD Muhi, gagasan dapur sehat berangkat dari kesadaran religius dan tanggung jawab moral terhadap makanan yang dikonsumsi anak-anak.
“Awalnya kami terinspirasi dari Q.s. ‘Abasa ayat 24: ‘Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya.’ Dari situ kami berkomitmen menghadirkan dapur sehat yang bukan hanya soal kebersihan, tetapi juga pendidikan karakter dan akhlak,” jelasnya.
Dapur sehat SD Muhi berdiri dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Semarang dan Surakarta, Fakultas Kesehatan UMS, Universitas ‘Aisyiyah Surakarta, RS PKU Muhammadiyah, LSM Gita Pertiwi, serta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Dapur ini memiliki SOP ketat, program kerja, hingga evaluasi rutin, termasuk pengecekan air, sanitasi, jarak toilet minimal 10 meter dari dapur, serta uji laboratorium bahan makanan.
“Kita mulai dari air, lalu memastikan kebersihan dapur, makanan yang masuk harus dicek dan diuji. Menu berganti setiap hari, dimasak oleh tenaga ahli tata boga dan gizi, serta bahan bakunya harus halal dan berkualitas,” tutur Jatmiko, sapaan akrabnya.
Prinsip transparansi juga dijaga. Sebagai sekolah pendukung gerakan anti-korupsi, SD Muhi Solo memastikan uang makan dikelola secara jujur.
“Kalau hari itu tidak ada masakan, uangnya dikembalikan ke orang tua. Semua tercatat dan bisa dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.
Baca Juga: Tips Sajian Isi Piringku dengan Harga Terjangkau
Dampak dari program dapur sehat ini nyata. Berdasarkan laporan sekolah, angka sakit siswa menurun, semangat belajar meningkat, dan siswa semakin sadar pentingnya pola makan sehat.
Nilai-nilai seperti religiusitas, gotong royong, dan kemandirian juga ditanamkan dalam kegiatan sehari-hari, misalnya dengan kebiasaan berdoa sebelum makan, budaya antre, mencuci piring sendiri, dan bersikap qana’ah (tidak berlebihan) dalam mengambil makanan.
“Kami ingin anak-anak tidak hanya sehat secara fisik, tapi juga belajar tanggung jawab, disiplin, dan menghargai makanan. Kesehatan anak adalah investasi masa depan,” kata Jatmiko.
Program dapur sehat ini bahkan menyasar semua unsur sekolah, guru, karyawan, hingga tamu dan petugas kebersihan, sehingga menurutnya selain mengamalkan Q.s. ‘Abasa, dapur sehat ini juga implementasi Q.s. Al-Maun.
SD Muhi Solo juga telah meraih penghargaan “Sentra Jajanan Pangan Sehat Terbaik Pertama” dari BPOM serta predikat sekolah dengan “Kantin Sehat Ramah Anak”.
Untuk menghindari keracunan makanan, sekolah juga menerapkan prinsip ketat dalam penyimpanan dan waktu konsumsi. “Makanan maksimal dikonsumsi empat jam setelah dimasak, terutama untuk protein seperti ikan. Itu penting agar aman,” imbuhnya.
Jatmiko berharap praktik baik ini dapat ditiru sekolah-sekolah lain di Indonesia. “Mulailah dari kepedulian terhadap generasi kita. Anak-anak harus senang makan sayur, dan yang paling penting, mereka diajak bicara soal menu, karena hak anak juga harus dihargai, sehingga menu yang dihidangkan sesuai selera anak,” pesannya.
Dengan biaya makan hanya Rp10.000 per hari, para orang tua mendukung penuh program ini. Karena transparansi, edukasi, dan nilai-nilai keislaman betul-betul dijalankan di SD Muhi Solo. (sa)


1 Comment