Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Mengusung tema “Memperkokoh dan Memperluas Dakwah Kemanusiaan Semesta” ‘Aisyiyah akan memperingati miladnya yang ke-107 tahun pada 19 Mei 2024.
Sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah, ‘Aisyiyah yang didirkan pada 27 Rajab 1335 H / 19 Mei 1917 ini hadir di tengah situasi budaya yang membatasi peran-peran perempuan hanya di ranah domestik. K.H Ahmad Dahlan bersama para sahabatnya serta istrinya Nyai Siti Walidah, kemudian memberikan kesempatan pendidikan serta akses bagi para perempuan Kauman, Yogyakarta untuk berkiprah di publik.
Gerakan ini kemudian menyebar dan meluas tidak hanya di seluruh pelosok negeri tetapi hingga di mancanegara. Tercatat ‘Aisyiyah memiliki 35 Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah tingkat provinsi, 460 Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah tingkat kabupaten, ribuan Pimpinan Cabang ’Aisyiyah tingkat kecamatan, dan puluhan ribu Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah di tingkat desa; serta sepuluh Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) yakni yakni PCIA Kairo-Mesir, Australia, Malaysia, Islamabad-Pakistan, Sudan, Taiwan, Turki, Hongkong, Jepang, dan Britania.
Dengan memegang panji Islam Berkemajuan yang memberi kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam beramal saleh, ‘Aisyiyah membuktikan perannya dalam menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa.
Teologi Al Maun yang diajarkan Kyai Dahlan dalam memberantas kemiskinan, kebodohan, dan kejumudan menjadi doktrin bahwa ajaran Islam tidak hanya teks yang dihafalkan tetapi Islam yang dipahami dan dipraktikkan.
Pengentasan kemiskinan, kebodohan, kesehatan yang minim, kejumudan dilakukan kepada semua orang tanpa terbatasi oleh sekat agama,suku bangsa, bahasa, serta warna kulit. Gerakan ‘Aisyiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, bantuan kemanusian, perlindungan perempuan dan anak, kepedulian kepada kelompok marginal adalah perwujudan kesetaraan gender, berpihak kepada kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, lansia, serta perwujudan inklusi sosial.
Kini di perjalanan dua abad usianya, ‘Aisyiyah melihat berbagai problem kemanusiaan yang semakin kompleks. Dunia masih menghadapi problem kemiskinan dan bahkan kemiskinan esktrem; di mana 1 dari 10 perempuan di dunia berada dalam kondisi kemiskinan ekstrem.
Selain itu juga kesulitan mendapatkan kebutuhan paling mendasar yakni akses pada makanan (food security), akses pekerjaan yang layak dan sanitasi.
Banyak negara juga mengalami problem konflik akibat perang seperti di Ukraina, upaya pendudukan Israel atas jalur Gaza Palestina dengan cara yang sangat brutal dan telah menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit tidak hanya militer namun kalangan masyarakat sipil termasuk perempuan dan anak-anak.
Khusus dampak pendudukan Israel atas jalur Gaza ini telah memunculkan problem yang sangat mendasar terkait dengan hak-hak dasar kemanusiaan yaitu ratusan ribu rakyat Palestina menjadi pengungsi dan tidak memiliki tempat tinggal yang aman dan layak, susahnya akses kesehatan karena dihancurkannya rumah sakit, krisis pangan akibat sabotase Israel dengan menghalangi bantuan makanan ke jalur Gaza, terjadinya gizi buruk pada anak-anak, perempuan hamil tidak memiliki akses kesehatan, dan ganguan psikis akibat perang yang terus menghantui.
Belum lagi persoalan konflik antar suku ataupun etnis di beberapa negara Afrika dan Asia, telah memunculkan problem kemanusiaan baru yaitu munculnya gelombang pengungsian masyarakat sipil. Mereka terusir dari negaranya, tidak memiliki akses rumah tinggal, menderita kelaparan, hidup dalam kondisi ketakutan akan keamanan diri dan keluarganya dan terancam bahaya kematian.
Kasus pengungsi Rohingya saat ini masih belum tuntas, baik di negaranya sendiri maupun di negara-negara lokasi pengungsian. Begitu juga konflik di Afghanistan, telah menyebabkan perempuan terpinggirkan dan tidak dapat terpenuhi haknya dalam bidang pendidikan dan akses kerja yang layak.
Dampak perubahan iklim juga dapat kita lihat secara nyata dampaknya di berbagai belahan dunia. Bencana alam yang diakibatkan oleh dampak perubahan iklim telah mengakibatkan banjir, tanah longsor, kekeringan yang panjang; menambah daftar panjang problem problem kemanusiaan yang kita hadapi.
Baca Juga: Tulisan Siti Hayinah Mawardi: Aisyiyah Menghadapi Kenyataan
Banjir dan kekeringan menyebabkan banyak keluarga harus mengungsi, kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, terkena berbagai macam penyakit.
Berbagai problem ini, sebagian juga menjadi problem yang dihadapi di Indonesia. Angka kemiskinan di Indonesia di tingkat nasional masih pada angka 9,36% ; dan kemiskinan ekstrem 1,12%; belum lagi makin tingginya kesenjangan ekonomi dan sosial yang terjadi. Kemiskinan telah mendorong rakyat berbondong-bondong pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pekerjaan namun perlindungan belum diberikan secara maksimal . Akses atas hak hak dasar warga negara juga masih menjadi isu penting kemanusiaan yang harus direspon segera baik akses dalam bidang pendidikan, kesehatan maupun pemenuhan hak-hak ekonomi.
Di beberapa daerah problem konflik lahan antara perusahaan besar maupun negara dengan masyarakat termasuk masyarakat adat membutuhkan penyelesaian yang adil dan memanusiakan warga negara dengan pendekatan HAM Kasus kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat, dan jika tidak dilayani dengan baik maka meng ingkari dan mengabaikan pemenuhan hak-hak nya untuk mendapatkan hak hidup secara aman dan terlindungi.
Pemenuhan akses bagi kelompok penyandang disabilitas menjadi isu penting dan harus menjadi perhatian sebagai bagian dalam melakukan dakwah kemanusiaan.
Berbagai permasalahan yang nyata ini tentu membutuhkan peran multipihak dan kerja sinergis untuk mengatasinya. ‘Aisyiyah juga menunjukkan komitmennya dalam menghadapi berbagai permasalahan di tingkat nasional maupun global. Risalah Perempuan Berkemajuan yang ditetapkan di Muktamar ‘Aisyiyah ke 48 di Surakarta menunjukkan komitmen ‘Aisyiyah dalam kiprahnya, dimana dua diantaranya adalah komitmen dalam aktivitas kemanusiaan universal. Bahwa perempuan merupakan bagian dari warga dunia dalam relasi antar manusia yang setara, adil, dan berkeadaban.
Oleh karena itu, perempuan dan gerakan-gerakan perempuan dari berbagai latarbelakang penting berkomitmen mengambil peran dalam usaha-usaha penguatan nilai-nilai dan praksis kemanusiaan universal, berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program perdamaian, penanggulangan pengungsi, pendampingan korban perang dan kekerasan, advokasi lingkungan, penanggulangan pandemi dan endemi, penanggulangan bencana dan kelaparan, serta berbagai aktivitas kemanusiaan di tingkat global lainnya.
Milad ‘Aisyiyah ke 107 tahun ini, juga menjadi momentum yang penting untuk terus menguatkan komitmen ‘Aisyiyah dalam melakukan dakwah kemanusiaan universal. Dakwah kemanusian semesta yang diusung sebagai tema menggambarkan kerja-kerja ‘Aisyiyah sebagai dakwah yang melintas batas agama, bangsa dan negara.
Melalui tema ini ‘Aisyiyah mengingatkan kembali masyarakat Indonesia bahwa perempuan berkemajuan dalam perspektif Islam didorong untuk menjalankan peran keagamaan yang menyebarkan nilai nilai kemanusiaan semesta yang rahmatan lil alamin. Resepsi Milad 107 tahun ‘Aisyiyah ini akan dilaksanakan pada Ahad, 19 Mei 2024 yang berlokasi di Universitas ‘Aisyiyah Surakarta Kampus 1, Jl. Ki Hajar Dewantara No.10, Jawa, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah. (Adam/sa)