Kiai Ahmad Dahlan dikenal sebagai pribadi yang teguh memperjuangkan kesetaraan gender. Tidak hanya dalam ucap, tapi juga dalam laku perbuatan. Siti Aisyah Hilal, anak keempat Kiai Ahmad Dahlan dengan Siti Walidah menceriterakan perjuangan bapaknya dalam mendidik dan mempersiapkan kader perempuan Muhammadiyah.
Dalam penuturan Siti Aisyah, Kiai Dahlan tidak ingin sembarang orang memberikan pengajaran kepada kaum perempuan. Alasannya, tidak semua orang mengerti cita-cita dan tujuan dari pengajaran yang beliau lakukan. Salah seorang tokoh Islam yang diperingatkan Kiai Dahlan adalah Haji Agus Salim.
Kepada Pahlawan Revolusi Kemerdekaan itu Kiai Dahlan berpesan, “Berhati-hatilah dengan urusan ‘Aisyiyah. Janganlah mereka kamu jadikan lawan! Kalau demikian rupa sikapmu terhadap mereka, tentu mereka akan sanggup menjadi perintang bagimu untuk memajukan ummat; tetapi kalau saudara2 dapat memimpin dan membimbing mereka, insyaAllah mereka akan menjadi pembantu dan kawan yang terutama dalam melancar majukan Perserikatan kita menuju kepada cita2nya”. Pesan itu disampaikan Agus Salim ketika menyambut milad Muhammadiyah ke-40 di Jakarta.
Tidak hanya itu, dalam Majalah Suara ‘Aisyiyah Tahun 1973 No. 2, Siti Aisyah menghimpun beberapa pelajaran dari Kiai Ahmad Dahlan. Berikut di antaranya:
- “Orang tidak dapat mempunyai anak, mengapa sama membikin anak”. Pernyataan ini disampaikan Kiai Dahlan ketika beliau menyaksikan ada orang tua yang kurang memperhatikan dan tidak dapat mendidik anak-anaknya.
- “Janganlah kamu berteriak-teriak sanggup membela agama, meskipun harus menyumbangkan jiwamu sekalipun. Jiwamu tak usah kamu tawarkan: kalau Tuhan menghendakinya, entah dengan jalan sakit atau tidak, tentu akan mati sendiri. Tapi beranikah kamu menawarkan harta bendamu untuk kepentingan agama? Itulah yang lebih diperlukan pada waktu sekarang ini”.
- Suatu ketika ada jamaah pengajian Kiai Dahlan yang jarang hadir. Lalu, salah seorang murid yang lain menjawab bahwa ketidakhadiran itu karena si fulan sibuk dengan anaknya. Menyikapi hal tersebut, Kiai Dahlan mengatakan, “O, kalau anaknya itu menjadikan dia repot untuk meneruskan beramal kebaikan dan beribadat kepada Tuhan, tentu yang menyebabkan repot itu akan segera dihilangkan oleh Tuhan. Camkanlah!” Selepas kejadian itu, si fulan selalu menyempatkan diri untuk hadir mengikuti pengajian yang diberikan Kiai Dahlan.
- “Muhammadiyah sekarang ini bukan (lain) dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruskanlah kamu bersekolah (menuntut ilmu pengetahuan) di mana saja! Jadilah guru, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah doktor, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadi Meester, Insyinyur, dll., dan kembalilah kepada Muhammadiyah!”
- “Kelak anak-anak kita akan tersebar bukan saja di seluruh Indonesia, kemungkinan juga di seluruh dunia dan bukan saja karena dibenum karena keahliannya atau untuk menuntut ilmu pengetahuan, tapi kemungkinan juga karena hubungan perkawinan”.
- “Belanjakanlah harta bendamu pada saat kamu masih dapat menguasainya. Kelak akan datang saatnya di mana yang berwajib (pemerintah) akan berkuasa penuh kepada keseluruhanmu. Yakni adanya pajak sirah, pajak perponding, pajak penggautan, dll…”
- Saat putranya yang bernama Djumhan sakit, Kiai Dahlan sedang mengajar. Nyai Ahmad Dahlan lantas memanggil beliau untuk segera pulang. Setibanya di rumah, Kiai Dahlan mengatakan: “Le Djumhan, berdoalah kepada Tuhan supaya kamu segera diberi sembuh dan sehat kembali. Kalau toh Tuhan menghendaki kamu sudah waktunya untuk menghadap ke hadirat-Nya, kamu Le, insyaAllah akan bertemu dengan kakakmu, mbakyu Djuhanah. Maka tetap sabarlah!” Kemudian, beliau juga berpesan kepada Nyai Walidah: “janganlah kamu mempunyai keyakinan bahwa kalau saya tidak di sampingnya, dia akan mati. Hidup dan mati tetap di tangan Tuhan, bukan?” Setelah itu, beliau kembali meneruskan mengajar.
- Kepada murid perempuannya, Kiai Ahmad Dahlan mengajukan tanya, “adakah kamu tidak malu kalau aurat kamu sampai dilihat oleh orang laki-laki?” Mereka menjawab: malu. Lalu beliau berkata: “mengapa kebanyakan dari kamu kalau sakit sama pergi kepada dokter laki-laki, apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar-benar kamu sama malu, teruskanlah belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter, sehingga kita sudah mempunyai dokter wanita untuk kaum wanita pula. Alangkah utamanya!”
- “Janganlah kamu tergesa-gesa menyanggupi suatu tugas dari keputusan sidang, sebelum kamu berpikir terlebih dahulu. Telitilah! Kemungkinan kamu ada tugas pula yang bersamaan waktunya: kalau memang benar ada, usahakanlah jalan untuk memindahkannya kepada waktu yang tidak bersamaan, supaya kamu tidak mempermainkan/mempermudah keputusan sidang dengan hanya mengirim surat pamitan dari kesanggupanmu tersebut setelah kamu sampai di rumah”.
- “Maut adalah suatu bahaya yang besar, tetapi lupa kepada maut adalah bahaya yang lebih besar. Maka hendaklah kamu sekalian memperbanyak ingat kepada maut (mati) dengan membereskan urusan-urusanmu terhadap Allah dan terhadap sesama manusia, sebelum datang waktunya maut!”
- “Tidak mungkin Islam lenyap dari seluruh dunia, tapi tidak mustahil Islam hapus dari bumi Indonesia. Siapakah yang bertanggung jawab?”
- “Janganlah kamu mencari penghidupan dalam Perserikatan kita Muhammadiyah, tetapi hidupilah Muhammadiyah!”
- Ketika Kiai Dahlan menyaksikan warga Muhammadiyah berlomba mendirikan rumah-rumahnya, beliau mengatakan: “Mengapa kamu sekalian mendirikan gedung untuk dirimu masing-masing dapat lekas selesai, sedang gedung untuk keperluan Muhammadiyah kamu kurang memperhatikan atau lambat sekali menyelesaikannya?” Setelah itu, warga Muhammadiyah berlomba-lomba pula membelanjakan harta bendanya untuk kepentingan Muhammadiyah.
- “Janganlah kamu mempermudah akan dirimu terlibat kepada urusan tanah, sehingga kamu sampai bertengkar dan berselisih, apalagi sampai di muka pengadilan hanya mengenai urusan tersebut, karena yang demikian itu menyebabkan kamu akan dijauhkan oleh Tuhan dari rizki Tuhan!”
- “Orang-orang perempuan bepergian sendirian (tidak dengan mahram) terutama untuk berdagang sampai jauh-jauh tidak pernah dipersoalkan mengenai hukumnya agama, tetapi kalau mereka akan diutus oleh perkumpulan untuk kepentingan penyiaran Islam (bertabligh umpamanya) barulah dilihat dari sudut safarul mar’ah”.
- “Kalau kamu pamit dari suatu tugas yang ditetapkan oleh sidang kepadamu, untuk bertabligh umpamanya, janganlah kamu pamit kepadaku, tapi pamitlah kepada Tuhan dengan mengemukakan alasanmu: beranikah kamu bertanggung jawab atas perbuatanmu itu?”
- “Kamu tidak mau menjalankan tugas itu, karena kamu tidak bisa, bukan? Beruntunglah! Marilah saya ajarkan soalnya itu. Jadi kalau sudah dapat dan mengerti, kamu harus menjalankannya. Lain soalnya kamu tidak mau asal tidak mau saja. Siapakah yang dapat mengatasi orang yang sudah sengaja tidak mau!”
- Suatu ketika, seorang murid Kiai Dahlan sedang hamil, bahkan sudah dekat dengan waktu melahirkan. Waktu itu, beliau menunjuknya bertugas ke luar Yogyakarta. Tetapi ia menyatakan berhalangan. Saat itu juga Kiai Dahlan berkata, “Adakah engkau mengira, bahwa di tempat itu tidak ada vroedvrouw (bidan)”.
- “Urusan dapur janganlah dijadikan halangan untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat!” Sebagai tindak lanjut dari pernyataan tersebut, Kiai Dahlan mengusahakan terbentuknya dapur umum dalam rangka melayani keperluan rumah tangga murid-muridnya.
- “Hidup sekali untuk dipertaruhkannya. Berhati-hatilah kamu sekalian dalam mempergunakan waktu selama hidupmu!”
Demikianlah sedikit pelajaran Kiai Ahmad Dahlan yang dihimpun Siti Aisyah. Ketua Umum PP ‘Aisyiyah tahun 1931 dan 1937 itu berharap sedikit pelajaran itu dapat menjadi pendorong dan teladan bagi warga Muhammadiyah-‘Aisyiyah di dalam melanjutkan jejak perjuangan Kiai Dahlan. (siraj)