Lensa OrganisasiPendidikan

‘Aisyiyah dan Pendidikan Berkualitas untuk Semua

Oleh: Afridatul Laela Amar

Sejarah mencatat bahwa Frobelschool merupakan cikal bakal berdirinya Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA). Lembaga ini dirintis oleh Sangidu, murid dari Kyai Dahlan, serta organisasi pemudi Muhammadiyah, Siswo Proyo Wanito (SPW). TK ABA yang ditujukan bagi anak-anak usia minimal empat tahun ini menjadi lembaga pendidikan anak pertama yang dibangun oleh kaum Bumiputera. Tokoh-tokoh perempuan seperti Siti Djuhainah dan Siti Zaibijah kemudian mengembangkan lembaga ini menjadi TK ABA Kauman Yogyakarta.

‘Aisyiyah dikenal sebagai pelopor dalam bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Organisasi ini didirikan pada 19 Mei 1917, dan dua tahun kemudian, pada 1919, berdirilah Frobel Kindergarten atau yang kini dikenal sebagai TK ABA. Ini terjadi sekitar 79 tahun setelah Friedrich Wilhelm August Frobel, filsuf asal Jerman yang dikenal sebagai pelopor pendidikan anak usia dini, mendirikan kindergarten pertamanya pada tahun 1840 (Chandrawaty, 2021).

Ketika TK ABA pertama berdiri, Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Kondisi ini menyebabkan perempuan sulit mengakses ruang publik, termasuk pendidikan dasar. Banyak dari mereka dinikahkan di usia muda dan tidak memperoleh hak-hak pendidikan yang layak.

Kini, setelah 106 tahun berdiri, ‘Aisyiyah telah mengelola lebih dari 22.000 satuan PAUD di seluruh Indonesia, serta mengoperasikan empat perguruan tinggi. Namun, pertanyaannya: apakah penyebaran TK ABA sudah merata atau masih terpusat di Pulau Jawa? Pertanyaan ini penting untuk kita renungkan bersama.

Penyebaran PAUD

Saat peresmian pembangunan TK ABA 42 Ciputat, Tangerang Selatan pada 9 Maret 2025, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa masih banyak desa di Indonesia yang belum memiliki satuan PAUD. Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi dan sinergi guna menjamin hak anak atas pendidikan berkualitas hingga ke tingkat desa.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, jumlah taman kanak-kanak di Indonesia mencapai sekitar 91.367, dengan mayoritas dikelola oleh pihak swasta (86.817 TK), sementara TK negeri hanya sekitar 4.550. Hingga 2024, Indonesia memiliki 84.276 wilayah administrasi setingkat desa, yang mencakup 75.753 desa, 8.486 kelurahan, dan 37 UPT/SPT.

Baca Juga: Salmah Orbayinah: Perkembangan PCIM-PCIA Australia dan MAC Membanggakan

Melihat jumlah tersebut, secara rata-rata, seharusnya setiap desa memiliki setidaknya satu TK atau PAUD. Namun, distribusinya tidak merata, terutama di luar Pulau Jawa. Ketimpangan ini menjadi tantangan utama dalam mewujudkan pendidikan berkualitas untuk semua, sesuai dengan visi Kemendikdasmen.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah tengah mendorong pemerataan akses PAUD melalui program “1 Desa 1 PAUD/TK.” Kolaborasi antara Kemendikdasmen dan Kemendes PDTT terus diperkuat agar target ini tercapai. Hal ini menjadi peluang besar bagi ‘Aisyiyah untuk memperluas peran dakwahnya melalui penyelenggaraan PAUD di berbagai pelosok negeri.

 

Program Strategis Hasil Terbaik Cepat

Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, Presiden Prabowo Subianto bersama Menteri Abdul Mu’ti meluncurkan empat program strategis sebagai bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden  pada tanggal 2 Mei 2025.

Pertama, Perbaikan Sarana dan Prasarana Pendidikan. Pemerintah mengalokasikan Rp16,9 triliun untuk membenahi fasilitas di 11.440 sekolah. Saat ini, dari total 436.707 sekolah, hanya 40,76% ruang kelas SD yang berada dalam kondisi baik. Sementara sisanya mengalami kerusakan ringan hingga berat, termasuk ruang kelas SMP yang rusak sedang meningkat dari 53.670 (2022) menjadi 75.720 (2024).

Kedua, Program Digitalisasi Pembelajaran. Dengan anggaran Rp2 triliun, program ini menyediakan materi edukasi di platform Ruang Murid melalui Rumah Pendidikan, serta papan interaktif berteknologi canggih. Tujuannya adalah mempercepat transformasi digital, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

Ketiga, Insentif untuk Guru Non-ASN Non-Sertifikasi. Pada 2024, sebanyak 28.912 guru non-ASN menerima tunjangan khusus dan 56.836 lainnya mendapatkan bantuan insentif. Jumlah ini akan ditingkatkan pada tahun 2025 sebagai bentuk keadilan terhadap para guru sebagai garda terdepan pendidikan.

Keempat, Bantuan Pendidikan untuk Guru Belum Berkualifikasi D4/S1. Berdasarkan data Kemendikdasmen, masih ada 295.000 guru yang belum menyelesaikan pendidikan D4 atau S1. Kendala utamanya adalah faktor geografis dan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah menyediakan bantuan sebesar Rp3 juta per semester dan Banpem S1 untuk mendorong peningkatan kualifikasi guru demi pemerataan kualitas pendidikan.

Dengan berbagai program yang telah diluncurkan, apakah ‘Aisyiyah mampu memanfaatkan peluang ini untuk mendirikan TK ABA hingga ke desa-desa terpencil? Jika dibandingkan dengan tantangan saat awal pendirian TK ABA, bukankah situasi sekarang jauh lebih mendukung?

Selamat Milad ke-106 ‘Aisyiyah. Semoga terus berkomitmen mencerdaskan bangsa demi ketahanan nasional.

*Penulis adalah Guru TK ‘Aisyiyah Dudukan, Tonjong, Brebes

 

4 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *