Berita

‘Aisyiyah Dorong Hari Ibu sebagai Momentum Refleksi Kehidupan Perempuan Indonesia

 

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Salmah Orbayinah menyatakan, bahwa memperingati Hari Ibu setiap 22 Desember seharusnya menjadi momen refleksi bagi kehidupan perempuan di Indonesia.

“Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi isu utama, dengan banyak kasus yang belum terungkap atau terselesaikan,”tegas Salmah pada Ahad (22/12). Salmah mengungkapkan bahwa kekerasan dalam ranah personal seperti dalam rumah tangga pun lebih tinggi dibanding dalam ranah publik. Faktor budaya, kurangnya akses terhadap dukungan hukum, serta ketidaksetaraan menjadi tantangan utama dalam penanganan masalah ini.

“Kita harus terus berupaya meningkatkan kesadaran dan menegakkan hukum guna melindungi hak-hak perempuan dan memberikan keadilan bagi perempuan. Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya, Menuju Indonesia Emas 2045. Selamat Hari Ibu 22 Desember 2024,”tutup Salmah.

Sekadar diketahui, sayap organisasi perempuan Muhammadiyah, yaitu ‘Aisyiyah ikut terlibat dalam Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928 dengan mengirimkan dua kadernya, yaitu Siti Hajinah Mawardi dan Siti Munjiyah yang berperan sebagai Wakil Ketua Kongres.

Baca Juga: Menembus Batas: Memahami Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Islam

Sementara itu, kader kultural Muhammadiyah yang lain, Siti Sukaptinah yang berperan sebagai Sekretaris I Kongres hadir mewakili Jong lslamiten Bond Afdeeling Wanita cabang Yogyakarta (JIBDA). Saat berusia 13 tahun, Siti Sukaptinah menjadi anggota Siswapraja Wanita Muhammadiyah, cikal-bakal Nasyiatul Aisyiyah.
Sebagai organisasi yang memelopori emansipasi perempuan muslim di seluruh dunia, ‘Aisyiyah yang lahir lebih dulu pada 19 Mei 1917 ikut memberi warna terang bagi jalannya Kongres Perempuan pertama. Termasuk ikut memprakarsai berdirinya Kongres Wanita Indonesia (KOWANI).

Pada Kongres Perempuan Indonesia I, Siti Munjiyah berpesan agar perempuan Indonesia selektif dalam mencontoh kemajuan dari dunia Barat. Hal-hal substantif yang bersifat keilmuan dan teknologi menurutnya dapat diadaptasi, sedangkan hal-hal yang bersifat moral, gaya hidup, dan materi tidak bisa dicontoh karena bertentangan dengan budaya ketimuran.

Dengan adanya Kongres Perempuan, ‘Aisyiyah terdorong untuk memperkuat dan memperluas gerakan kepioneran yang telah dilakukan sejak awal berdiri, misalnya merintis pendidikan anak usia dini (Frobel School) tahun 1919 yang saat ini bernama TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA), pendidikan keaksaraan, pendirian musala perempuan pada 1922, kongres bayi, inovasi peningkatan derajat kaum perempuan, hingga penerbitan majalah Suara ‘Aisyiyah pada 1926. (-lsz)

Related posts
Berita

Peringati Hari Ibu, Alang Ecoprint PDA Kab Magelang Gelar Workshop Sustainable Fashion dan Lomba Fashion Show Berkebaya Eco-Print

Magelang, Suara ‘Aisyiyah – Kebaya telah dikenal luas sebagai busana tradisional perempuan Indonesia yang umumnya berupa atasan dan sering dipadukan dengan bawahan,…
PerempuanSosial Budaya

Hari Ibu: Merayakan Peran Perempuan Berkemajuan dalam Keluarga dan Masyarakat

  Oleh: Tri Anisah Hari Ibu, yang diperingati setiap tanggal 22 Desember, adalah momen istimewa untuk mengenang dan merayakan peran penting perempuan…
Wawasan

Mars Aisyiyah, Mengembalikan Makna Hari Ibu

Oleh: Asih Indriyati Hari Ibu di Indonesia diperingati tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Adanya pergeseran makna hari ibu yang diperingati oleh kaum…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *