Surakarta, Suara ‘Aisyiyah – ‘Aisyiyah sudah banyak berkontribusi bagi upaya mencerdaskan dan memajukan bangsa Indonesia. Secara historis, ‘Aisyiyah menjadi insiator berdirinya Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Keperawatan pertama yang didirikan umat Islam. Para pimpinannya juga terlibat dalam Kongres Perempuan Indonesia Pertama 1928.
Sekretaris PP ‘Aisyiyah, Tri Hastuti mengatakan bahwa jejak sejarah ‘Aisyiyah itu diharapkan dapat terus menjadi penyemangat warga ‘Aisyiyah untuk terus berdakwah dengan nilai-nilai Islam berkemajuan. Pernyataan itu ia sampaikan dalam Webinar Pra-Muktamar ‘Aisyiyah Ke-48 yang diadakan oleh Universitas ‘Aisyiyah Surakarta (AISKA) pada Sabtu (25/6).
Membahas tema “Penguatan Gerakan ‘Aisyiyah di Era Digital”, Tri mengawali paparannya dengan menyebut lima karakter gerakan ‘Aisyiyah, yakni gerakan Islam berkemajuan, gerakan perempuan berkemajuan, gerakan kebangsaan, gerakan komunitas, dan mengelola amal usaha di berbagai bidang. Lima karakter ini penting dimiliki oleh warga ‘Aisyiyah agar dapat mengarungi perkembangan zaman yang cepat.
Menurut Tri, perkembangan digital yang terjadi saat ini menyebabkan terjadinya kesenjangan digital dan keterasingan pada sebagian kelompok masyarakat. Salah satunya adalah kesenjangan gender. Mengutip data Digital Gender Gap for Housewives (2018), Tri menjelaskan bahwa penggunaan smartphone sebagai sumber informasi berbasis internet dinilai merupakan domain laki-laki. Penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi digital tidak sepenuhnya netral gender.
Baca Juga: Srikandi Aisyiyah Diharapkan Dapat Menjawab Tantangan di Era Digital
Secara lebih umum, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menjelaskan dua problem pengguna internet. Pertama, kurangnya kompetensi dalam memahami kehidupan dunia digital. Kedua, komersialisasi data pengguna internet, fenomena algoritma, dan dijadikan target iklan, serta filter bubble.
Di tengah berbagai macal persoalan di era digital itu, ‘Aisyiyah mesti memposisikan diri. Sementara ini, Muhammadiyah-‘Aisyiyah sudah punya Fikih Informasi yang mengajarkan untuk ber-tabayyun, menebar kebaikan, berbicara baik, dan mempunyai kompetensi digital. “Ini adalah bagian dari dakwah Muhammadiyah-‘Aisyiyah,” kata Tri.
Selanjutnya, Tri menekankan adanya influencer Islam wasathiyah yang lahir dari kader-kader Muhammadiyah–‘Aisyiyah. Kehadiran influencer ini penting karena beberapa hal, misalnya maraknya wacana Islam literal di media sosial, minimnya influencer perempuan yang punya perspektif moderat, upaya mengelola medoa sosial secara profesional, dan upaya pengelolaan dakwah digital.
Adapun strategi yang bisa dilakukan meliputi: pertama, penguatan pengelolaan Sistem Informasi ‘Aisyiyah (SIA); kedua, pemerataan akses digitalisasi; ketiga, digital literasi untuk remaja untuk menghindari KGBO, dan; keempat, literasi digital tidak hanya fokus pada upaya menghindari hoaks, tapi juga kompetensi penggunaan teknologi digital. (sb)