Wawasan

‘Aisyiyah: Pelopor Perempuan Berkemajuan

logo aisyiyah
logo aisyiyah

logo aisyiyah

Oleh: Sindi Nur Diansyah*

104 Tahun yang lalu, sebuah perkumpulan kecil itu lahir dengan nama ‘Aisyiyah, sebuah nama untuk perkumpulan perempuan berkemajuan waktu itu. Waktu terus berjalan dan organisasi perempuan itu tidak hilang oleh waktu, namun terus tumbuh dan berkembang untuk terus mempertahankan eksistensinya sebagai gerakan perempuan Muhammadiyah dengan membawa visi dan misi yang mulia. Muhammadiyah hadir sebagai organisasi Islam yang cukup mampu menempatkan perempuan setara dengan laki-laki.

Kiai Ahmad Dahlan dibantu Nyai Walidah pada masa itu menggerakkan perempuan untuk dapat memperoleh pendidikan dan melakukan aksi sosial di luar rumah, meskipun di awal kemunculannya semua yang dilakukan disebut radikal serta melawan arus pada masa itu. Perempuan-perempuan yang memiliki potensi untuk berorganisasi dididik oleh Kiai Ahmad Dahlan secara langsung. Perempuan-perempuan pelopor itu ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busyro, Siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber. Perkumpulan “Sopo Tresno” adalah sebutan untuk perkumpulan pengajian perempuan yang dibimbing oleh Kiai Ahmad Dahlan dan istri di saat itu.

Kemudian untuk mengembangkan perkumpulan perempuan itu menjadi organisasi, maka Kiai Mokhtar mengadakan pertemuan dengan Kiai Ahmad Dahlan dan pengurus Muhammadiyah lainnya untuk mendiskusikan nama organisasi perempuan itu. Kiai Fachruddin mencetuskan nama ‘Aisyiyah setelah ada usulan nama Fatimah, namun nama tersebut tidak diterima oleh forum. Akhirnya nama ‘Aisyiyah dipandang tepat dengan harapan perjuangan perkumpulan itu meniru perjuangan istri Nabi Muhammad saw., yaitu ‘Aisyah ra. (Darban,2000). ‘Aisyah istri Rasulullah diceritakan sebagai sosok perempuan yang lugas, cerdas, berani, dan memiliki kepekaan yang tinggi. Dengan begitu, harapan Kiai Ahmad Dahlan beserta rekan-rekannya agar perempuan ‘Aisyiyah meniru sifat-sifat baik putri Abu Bakar ash-Shiddiq itu.

Baca Juga

Sejarah ‘Aisyiyah: Kelahiran Perempuan Muslim Berkemajuan

Akhirnya peresmian ‘Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad pada tanggal 27 Rajab 1335 H dan Siti Bariyah ditunjuk sebagai presiden pertamanya. Kemudian untuk pengurus lainnya adalah Siti Badilah sebagai sekretaris, Siti Aminah sebagai bendahara, dan anggota lainnya yaitu Nyai Abdullah, Nyai Fatimah Wasaal, Siti Dalalah, Siti Wadingah, Siti Dawimah, Siti Busyro. Jika dalam mengembangkan Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan kerap mengingatkan tentang makna surah al-Maun, maka untuk ‘Aisyiyah disebutkanlah surat an-Nahl ayat 97. Dalam surat tersebut mengisyaratkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar bisa ditegakkan tanpa memandang jenis kelamin pelakunya. Dengan demikian, tidak dapat dibenarkan bahwa peran kaum hawa hanya di rumah, tidak terjun ke tengah masyarakat untuk ikut berdakwah di samping kaum Adam.

Mekarnya Internal ‘Aisyiyah

Peresmian dicatatkan pada tahun 1917 sebagai awal berdirinya ‘Aisyiyah. Kemudian pada tahun 1923 Organisasi Aisyiyah telah menjadi bagian dari Muhammadiyah karena semakin berkembang dengan terus bertambahnya cabang dan ranting ‘Aisyiyah di penjuru Indonesia. Pada tahun 1927 ‘Aisyiyah berubah menjadi Majelis ‘Aisyiyah, hal ini dikarenakan semakin meluasnya urusan-urusan pimpinan cabang serta pimpinan ranting di seluruh Indonesia. Dalam sejarahnya, masa ini adalah masa di mana terus terjadinya peningkatan status dalam struktur organisasi ‘Aisyiyah. Hal itu ditandai dengan semakin luas aktivitas yang dijalankan serta bertambahnya amal usaha pendidikan. Sejak saat itu sebenarnya ‘Aisyiyah sudah berdiri sendiri walaupun dalam penyelenggaraan muktamar masih mengikuti muktamar Muhammadiyah.

Di tahun 1953, dalam muktamar Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto, ‘Aisyiyah menjadi bagian Muhammadiyah yang berkedudukan otonom. Kemudian di tahun 1961 istilah majelis lebih dimantapkan lagi dalam struktur organisasi, hal itu sesuai dengan Kongres ‘Aisyiyah ke-24 di Banjarmasin. Berlanjut di tahun 1966, status organisasi ditingkatkan lagi dalam strukturnya menjadi berjenjang dari Pusat di tingkat Nasional, Wilayah di tingkat Provinsi, Daerah di tingkat Kabupaten atau Kota, Cabang di tingkat Kecamatan, dan Ranting di tingkat Desa atau Kelurahan.

Baca Juga

Spirit Literasi ‘Aisyiyah: Sebuah Analisis Sejarah

Memasuki tahun 2005, pada Muktamar Muhammadiyah yang diselenggarakan di Malang, kedudukan ‘Aisyiyah ditingkatkan lagi menjadi Organisasi Otonom Khusus. Dalam hal ini, fungsi otonom khusus adalah memberikan keleluasaan dalam mengelola amal usaha tertentu sebagaimana yang telah dikembangkan juga oleh Muhammadiyah. Namun, kekhususan tersebut tidak lantas menghilangkan relasi struktural maupun fungsional antara Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.

Akar Kepeloporan Perempuan Berkemajuan

‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan yang bergerak di ranah keagamaan dan kemasyarakatan diharapkan mampu menunjukkan komitmen dalam memajukan kehidupan masyarakat, khususnya dalam mengentaskan kemiskinan dan ketenagakerjaan. Dalam bidang pendidikan, sejalan dengan pengembangan gerakan, ‘Aisyiyah mencatatkan diri sebagai pelopor pendidikan anak-anak dan perempuan. Jauh sebelum Taman Kanak-kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang sekarang sudah populer di mana-mana, ‘Aisyiyah merupakan pelopor pertama pendiri TK yang diberi nama Frobel School pada tahun 1919. Tiga tahun kemudian, di Yogyakarta, ‘Aisyiyah mempelopori pendirian musala perempuan pertama di tahun 1922 yang dipergunakan untuk pengajian dan pendidikan ibu-ibu. ‘Aisyiyah juga mempelopori gerakan pemberantasan buta huruf latin dan al-Quran di tahun 1923.

Secara kelembagaan, ‘Aisyiyah banyak telah banyak mempelopori gerakan-gerakan baru oleh kaum perempuan. Kemudian secara individu di tahun 1926 Nyai Walidah mencatatkan diri sebagai perempuan pertama yang memimpin kongres Muhammadiyah ke-15 yang diselenggarakan di Surabaya. Nyai Walidah memimpin kongres yang dihadiri oleh wakil pemerintah dan perwakilan organisasi. Di masa itu, Nyai Walidah telah membuktikan kehadiran perempuan bukan lagi sebagai penonton, namun ia telah membuktikan bahwa kaum perempuan juga bisa memimpin dan duduk sama-sama dengan kaum laki-laki.

Baca Juga

Titik Temu Kesetaraan Gender

Tak hanya itu, ‘Aisyiyah dalam gerakan literasi di tahun 1926 menerbitkan Majalah Suara ‘Aisyiyah. Dalam sejarah pengelolaannya didominasi kalangan perempuan. Hingga saat ini, Majalah Suara ‘Aisyiyah masih terus diproduksi. Lagi-lagi dibuat kagum dengan kehadirannya, bagaimana bisa saat kaum perempuan masih terbelakang namun perkumpulan ‘Aisyiyah sudah tampil di depan dalam gerakan literasi yang sudah sangat visioner pada masanya.

Kemudian, dalam hal kebangsaan organisasi ‘Aisyiyah di tahun 1928 turut serta menciptakan sejarah bangsa Indonesia. Di saat itu, ‘Aisyiyah berperan sebagai bagian dan penyelenggara dalam Kongres Perempuan Pertama Indonesia. Dalam dalam kongres I tanggal 22-25 Desember 1928, dua tokoh perempuan yang mewakili ‘Aisyiyah yaitu Siti Munjiyah dan Siti Hayinah. Dalam kesempatan itu, Siti Munjiyah berbicara tentang derajat kaum perempuan dan Siti Hayinah menjadi pembicara dalam kongres tentang persatuan perempuan.

Kontribusi dan Aset ‘Aisyiyah Masa Kini

‘Aisyiyah dalam pengembangannya memiliki visi tercapainya usaha-usaha ‘Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Saat ini ‘Aisyiyah telah berhasil membangun modal sosial yang sangat berharga dengan tersebarnya amal usaha yang tersebar di penjuru Indonesia dengan kelembagaan dan keanggotaan yang terorganisir dalam berorganisasi.

Dalam dunia pendidikan, ‘Aisyiyah sebagai pelopor berdirinya pendidikan anak-anak pertama dengan nama Frobel School, dan saat ini kita kenal dengan nama TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA). Seiring berjalannya waktu, amal usaha ‘Aisyiyah dalam dunia pendidikan terus mengalami penambahan. Tak hanya fokus dalam dunia pendidikan, kontribusi ‘Aisyiyah terlihat juga dalam memajukan peran perempuan dalam beberapa bidang.

Baca Juga

Empat Alasan ‘Aisyiyah Tetap Eksis Hingga Saat Ini

Untuk memajukan derajat dan mendorong partisipasi perempuan dalam bidang perekonomian, ‘Aisyiyah telah mendirikan koperasi untuk perempuan dan ‘Aisyiyah juga melakukan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah (BUEKA). Kontribusi lain dalam bidang kesejahteraan sosial diwujudkan dalam bentuk pendirian panti asuhan, panti lansia, balai latihan kerja, dan bantuan kaum dhuafa. Ada juga dalam bidang kesehatan, ‘Aisyiyah berkontribusi dalam mendirikan Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin, Pusat Kesehatan, Pusat Kesehatan Ibu dan Anak, serta Poliklinik.

Per-tahun 2020, aset yang dimiliki ‘Aisyiyah yaitu: 1) dalam dunia pendidikan, di tingkat perguruan tinggi ‘Aisyiyah memiliki 13 Perguruan Tinggi ‘Aisyiyah, kemudian dalam pendidikan dasar dan menengah memiliki 23.772 lembaga; 2) dalam bidang kesehatan, data amal usaha kesehatan ‘Aisyiyah memiliki 244 buah; 3) dalam bidang kesejahteraan sosial, ‘Aisyiyah memiliki 185 buah panti asuhan; 4) dalam bidang ekonomi, ‘Aisyiyah memiliki koperasi 568 buah dan 1426 BUEKA, dan; 4) dalam bidang hukum dan HAM, ‘Aisyiyah melakukan pendampingan PUSBAKUM di beberapa Wilayah.

*Ketua Departemen Dakwah PCNA Lowokwaru

Related posts
Lensa OrganisasiSejarah

Di Mana Aisyiyah Ketika Masa Revolusi Indonesia?

Oleh: Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi* Tahun ini, Indonesia telah memasuki usia yang ke-79. Hal ini menjadi momentum untuk merefleksikan perjuangan para pendahulu…
Berita

107 Tahun Aisyiyah, Perkuat Komitmen Menjawab Berbagai Problem Kemanusiaan Semesta

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Mengusung tema “Memperkokoh dan Memperluas Dakwah Kemanusiaan Semesta” ‘Aisyiyah  akan memperingati miladnya yang ke-107 tahun pada 19 Mei…
Berita

Pendidikan Politik Perempuan Berkemajuan

Pekalongan, Suara ‘Aisyiyah – Dalam rangka menjelang Pesta Demokrasi, Pilpres dan Legislatif yang Insyaallah akan berlangsung tanggal 14 Februari 2024 Pimpinan Daerah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *