Perempuan

Angka Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat, Akademisi Kritik Anggaran KPPA Disunat

Oleh: Halimah Humayrah Tuanaya

Peringatan Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) yang diperingati pada 8 Maret setiap tahunnya, diwarnai dengan keprihatinan mendalam terkait tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Data terbaru dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Komnas Perempuan mencatat ada 330.097 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan sepanjang 2024. Angka ini meningkat 14,17 persen dari tahun sebelumnya, yang tercatat 289.111 kasus.

Data tersebut menunjukkan bahwa Kekerasan terhadap Istri (KTI) menjadi kasus tertinggi dengan 674 kasus, disusul Kekerasan Mantan Pacar (KMP) sebanyak 618 kasus, dan Kekerasan dalam Pacaran (KDP) sebanyak 360 kasus. Selain itu, kasus femisida, yaitu pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian dan pandangan merendahkan, juga masih memprihatinkan dengan 145 kasus tercatat di media daring sepanjang 2019.

Peningkatan angka kekerasan ini sangat memprihatinkan dan menunjukkan bahwa upaya perlindungan terhadap perempuan masih belum optimal. Diperlukan langkah-langkah yang lebih konkret dan terintegrasi dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini.

Baca Juga: PRA Mranggen Demak Berbagi Sembako di Bulan Ramadan

Edukasi mengenai kesetaraan gender dan penghapusan kekerasan harus dimulai sejak dini, baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat luas. Selain itu, penegakan hukum yang tegas dan berorientasi pada pemulihan hak-hak korban harus menjadi perhatian aparat penegak hukum, Polisi, Jaksa, dan Hakim.

Selain itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan dan program perlindungan perempuan, sementara masyarakat sipil dapat berperan aktif dalam memberikan pendampingan dan dukungan kepada korban.

Alih alih bersinergi, pemerintah justeru melakukan pemotongan anggaran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPP) hingga 48,6 persen atau sebesar Rp. 146 miliar. Akibatnya KPPPA tidak lagi memiliki alokasi untuk program pendampingan, perlindungan, dan rehabilitasi bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Semestinya pemotongan anggaran tidak boleh menghilangkan program-program penting KPPPA yang berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak.

Pemotongan anggaran merupakan gambaran nyata, bahwa pemerintah tidak menjadikan masalah perlindungan perempuan dan anak sebagai hal yang penting.

*Penulis adalah Pengurus Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah

Related posts
Berita

Salmah Orbayinah: Tidak Ada Ketidaksetaraan Gender di Muhammadiyah

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah menegaskan bahwa nilai dasar Islam adalah menghargai…
Berita

Firly Annisa: Jadikan Digital Sebagai Ruang untuk Wujudkan Kesetaraan Gender

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Memperingati Hari Perempuan Internasional tahun 2023, Pimpinan Pusat Aisyiyah adakan Live Session bertajuk “DigitALL: Innovation and Technology for…
Berita

IMM DIY Ikrarkan Komitmen Pencegahan Kekerasan Seksual

Yogyakarta, Suata ‘Aisyiyah – Dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *