Banyumas, Suara ‘Aisyiyah – Asosiasi Pengelola Asrama Mahasiswa (Aslama) Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) kerja bareng Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) mengadakan Workshop Penyusunan Panduan Asrama/Ma’had PTMA selama 3 hari di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Jalan Ahmad Dahlan, Dukuhwaluh, Kec. Kembaran Kab. Banyumas pada tanggal (18-20/10).
Kegiatan ini dihadiri oleh Muhammad Samsudin selaku Wakil Sekretaris Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Wawan Kusnawan selaku Ketua Aslama PTMA, Ikhsan Mujahid selaku Wakil Rektor III Bidang Al Islam dan Kemuhammadiyahan UM Purwokerto, serta Dekan di lingkungan UMP, dan 26 peserta perwakilan dari 17 PTMA.
Samsudin membuka acara workshop tersebut pada hari Jum’at, 18 Oktober 2024 dan menjelaskan bahwa Mahasiswa di era 5.0 menghadapi berbagai masalah yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang pesat serta dinamika sosial dan ekonomi global. Beberapa masalah utama yang dihadapi oleh mahasiswa di era ini meliputi:
Pertama, Tekanan Akademik yang Meningkat
Beban Akademik dan Kompetisi: Dengan banyaknya informasi yang tersedia dan tuntutan akademik yang semakin tinggi, mahasiswa menghadapi tekanan untuk berprestasi lebih baik dan bersaing secara global. Teknologi juga membuat akses terhadap materi belajar dan penelitian semakin luas, yang bisa menambah beban belajar.
Kedua, Kesehatan Mental, Tekanan Psikologis: Tekanan untuk berprestasi, tekanan sosial dari media sosial, dan isolasi akibat ketergantungan pada teknologi sering mempengaruhi kesehatan mental mahasiswa. Depresi, kecemasan, dan stres kronis menjadi masalah yang semakin umum di kalangan mahasiswa
Ketiga, Ketergantungan pada Teknologi, Distraksi dari Teknologi: Mahasiswa sering terganggu oleh aplikasi media sosial, game, dan hiburan digital lainnya yang mengurangi produktivitas mereka. Penggunaan teknologi yang berlebihan dapat menyebabkan procrastination dan penurunan kualitas akademik.
Kesenjangan Digital: Meskipun teknologi sudah sangat maju, tidak semua mahasiswa memiliki akses yang sama terhadap perangkat canggih atau internet yang stabil. Kesenjangan digital ini menciptakan ketimpangan dalam kesempatan belajar.
Baca Juga: Membangun Tradisi Keilmuan dalam Masyarakat
Keempat, Keterampilan Kerja dan Tantangan Pekerjaan, Ketidaksiapan Menghadapi Dunia Kerja: Banyak mahasiswa tidak memiliki keterampilan praktis atau soft skills yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja yang sangat dinamis di era 5.0. Dunia kerja sekarang membutuhkan kombinasi keterampilan teknis, kreatif, dan adaptasi yang cepat, namun tidak semua perguruan tinggi mampu menyediakan pendidikan yang memadai untuk hal ini.
Automatisasi dan Teknologi: Dengan meningkatnya penggunaan AI dan otomatisasi, beberapa pekerjaan konvensional mulai hilang. Hal ini menambah ketidakpastian bagi mahasiswa mengenai karir masa depan mereka dan memaksa mereka untuk terus memperbarui keterampilan agar tetap relevan.
Kelima, Masalah Sosial dan Keterasingan, Isolasi Sosial: Mahasiswa di era 5.0 sering mengalami keterasingan sosial akibat meningkatnya interaksi digital dibandingkan interaksi langsung. Media sosial, meski memfasilitasi komunikasi, juga dapat memperburuk perasaan kesepian dan kurangnya interaksi tatap muka yang berkualitas.
Pengaruh Media Sosial terhadap Identitas: Media sosial sering menimbulkan tekanan untuk tampil sempurna dan mencapai standar kesuksesan yang tidak realistis, yang dapat memengaruhi citra diri mahasiswa dan menyebabkan masalah kepercayaan diri.
Keenam, Kesenjangan Keterampilan Digital. Gap Teknologi antara Mahasiswa: Tidak semua mahasiswa memiliki tingkat literasi digital yang sama. Ada yang sangat mahir dalam teknologi, sementara yang lain tertinggal, sehingga menyebabkan kesenjangan dalam akses kesempatan belajar dan karier.
Perubahan Cepat Teknologi: Perubahan teknologi yang sangat cepat membuat mahasiswa harus terus belajar dan menyesuaikan diri. Ini menjadi tantangan besar, terutama bagi mereka yang kesulitan mengimbangi perubahan tersebut.
Ketujuh, Tantangan Finansial. Biaya Pendidikan yang Tinggi: Meskipun teknologi telah membawa banyak kemudahan, biaya pendidikan terus meningkat, dan banyak mahasiswa mengalami kesulitan untuk membayar kuliah. Selain itu, mahasiswa sering kali harus bekerja paruh waktu untuk mendukung biaya hidup mereka.
Ketidakpastian Ekonomi Global: Di era 5.0, perubahan ekonomi global yang cepat, seperti resesi atau pandemi, mempengaruhi lapangan kerja dan stabilitas ekonomi, yang membuat mahasiswa merasa khawatir tentang masa depan keuangan mereka.
Kedelapan, Krisis Lingkungan dan Kesadaran Keberlanjutan
Tanggung Jawab terhadap Isu Lingkungan: Mahasiswa di era 5.0 juga dihadapkan pada isu perubahan iklim dan krisis lingkungan yang mendesak. Mereka sering merasa memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada solusi lingkungan, namun tantangannya adalah bagaimana memulai dari kehidupan kampus yang sering kali tidak berkelanjutan.
Samsudin yang juga dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menegaskan kembali bahwa masalah-masalah ini menunjukkan bahwa meskipun era 5.0 menawarkan banyak peluang dan kemajuan, mahasiswa juga dihadapkan pada tantangan kompleks yang memerlukan dukungan dari perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat untuk dapat diatasi secara efektif, maka diperlukan peran asrama mahasiswa berbasis nilai-nilai keislaman di era 5.0 sangat penting dalam membentuk generasi yang tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga memiliki landasan spiritual yang kuat.
Adapun beberapa peran utama asrama berbasis keislaman dalam konteks era 5.0 dalam menjawab tantangan tersebut dengan jalan sebagai berikut :
- Pembinaan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Islam
- Penguatan Ibadah dan Spiritualitas.
- Pendidikan Islam Berbasis Teknologi
- Pembentukan Komunitas Islami yang Inklusif
- Pengelolaan Hidup Seimbang: Teknologi dan Spiritualitas
- Penyeimbang Dunia Akademis dan Religius
- Kesehatan Mental dan Spiritual
- Model Kehidupan Islami di Era 5.0
Sedangkan narasumber acara workshop tersebut adalah Siti Chaerani Djaya (UM Makassar), Tonthowi (Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta), Bruri Abdussalam (UM Purwokerto), dan Ghofar Ismaill (Tim Pengembang AIK Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
Wawan Kusnawan yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo menjelaskan asrama PTMA diharapkan menjadi center of excelence dan problem solving dari permasalahan PTMA terkait dengan kader Muhammadiyah, serta menjadi pusat pengkaderan dan kepemimpinan di Persyarikatan Muhammadiyah untuk masa kini dan masa depan. (Supardi)-lsz