
Sumber Ilustrasi : kaltim.tribunnews.com
Oleh : Warsiti (Rektor UNISA Yogyakarta)
Pandemi virus Covid-19 telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia hampir di seluruh negara di dunia, baik fisik, psikologis, sosial, ekonomi, dan kehidupan keagamaan. Dampak Covid-19 dirasakan dan dialami pula pada semua tingkat usia dalam siklus hidup manusia sejak bayi sampai usia lanjut, tidak terkecuali aspek kesehatan pada remaja.
Remaja sebagai penduduk dengan rentang usia 10-19 tahun (WHO), merupakan usia transisi dari periode anak menuju dewasa. Perkembangan remaja dikaitkan dengan perubahan yang terjadi pada aspek biologis, psikologis, kognitif/intelektual, dan sosial. Memahami perubahan perkembangan remaja, akan memberikan framework agar dapat memahami keterpaparan risiko kesehatan yang mungkin terjadi seperti halnya keterpaparan virus corona.
Meskipun usia remaja bukan usia rentan terpapar Covid-19, namun kebijakan pandemi seperti physical distancing terkait upaya pencegahan transmisi covid ini, akan mempengaruhi sekolah, aktivitas rutin remaja, akses layanan kesehatan remaja, dan mungkin dapat menyebabkan kecemasan bertambah. Menurut Liao (2020), selain orang dewasa, remaja dapat memberikan andil dalam penyebaran Covid-19 di seluruh dunia. Pernyataan tersebut terkait aktivitas mereka seperti studi di luar negeri maupun traveling, meskipun karakteristik secara epidemiologi dan klinik belum diketahui secara pasti.
Upaya- upaya promosi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan terjadinya perubahan perkembangan pada remaja. Secara fisik, remaja laki laki maupun perempuan akan mengalami laju pertumbuhan dan perkembangan yang cepat atau growth spurt (Santrock, 2012). Perubahan berat badan, peningkatan otot, pertumbuhan hormonal yang memicu munculnya ciri ciri sex sekunder menjadi penanda pubertas.
Pada periode ini dibutuhkan nutrisi/gizi yang baik bagi remaja. Namun di sisi lain, minat remaja terhadap citra tubuh (body image) menyebabkan remaja enggan untuk memenuhinya karena takut obesitas. Remaja cenderung melakukan diet yang tidak seimbang. Atau yang terjadi sebaliknya, kebiasaan makan remaja milenial yang lebih menyukai makanan siap saji dan banyak mengandung karbo menyebabkan masalah obesitas pada remaja. Asupan nutrisi yang tidak seimbang dan pola aktivitas olahraga yang buruk pada remaja, dapat menurunkan sistem imunitas tubuh, sehingga lebih mudah terpapar penyakit karena virus. Menurut BPS (2016), persentase konsumsi buah dan sayur hanya mencapai 173 gram per hari. Angka tersebut lebih kecil dari angka kecukupan gizi menurut WHO, yaitu 400 gram per hari.
Pada aspek sosial, remaja mulai memisahkan diri dari keluarga dan lebih senang berhubungan dengan teman sebaya. Kelompok sebaya menjadi sangat berarti dan sangat berpenga-ruh kehidupan remaja. Tidak tepat dalam memilih teman sebaya dapat menyebabkan munculnya masalah perilaku remaja seperti merokok dan penggunaan zat adiktif yang dapat menurunkan derajat kesehatan remaja. Selain itu, lamanya frekuensi akses media sosial oleh remaja, seringkali akan mengurangi waktu interaksi dengan
orang tua selama di rumah. School from Home (SfH) yang menjadi kebijakan selama pandemi Covid-19 ini juga dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja, yang pada umumnya masih berada pada usia sekolah.
Perkembangan kognitif remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman yang aktual/konkrit, tetapi sudah menjangkau pada pemikiran yang bersifat abstrak. Berdasarkan teori Piaget, remaja mulai mampu membuat hipotesa berdasarkan penalaran logis terhadap suatu peristiwa. Pada saat yang sama, remaja juga dihadapkan pada situasi lebih banyak mengambil keputusan, mana yang lebih baik, mana yang akan dipilih, siapa yang hendak diajak bicara, dan sebagainya. Dengan demikian, peran orang tua menjadi penting agar remaja dapat mengambil keputusan yang benar dan tindakan yang tidak berisiko. Remaja membutuhkan lebih banyak waktu untuk mendiskusikan dan melatih pengambilan keputusan yang realistis.
Dengan mempertimbangkan aspek pertumbuhan dan perkembangan remaja di atas, terdapat beberapa tips bagi orang tua untuk menjaga kesehatan remaja di masa Covid-19. Pertama, tetap menekankan pentingnya upaya pencegahan umum Covid-19, seperti cuci tangan, memakai masker, menaati etika batuk serta physical distancing. Remaja dan dewasa muda biasanya lebih sulit untuk mengikuti aturan social distancing. Hal tersebut dise-babkan mereka merasa bahwa virus corona tidak terlalu berbahaya bagi orang seusia mereka. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa mereka dapat saja tertular virus tersebut dari orang lain. Kemudian menjadi carrier yang tidak bergejala dan menularkan virus tersebut pada orang tua dan anggota keluarga mereka di rumah atau ke teman lainnya.
Kedua, memahami perasaan frustasi mereka, dengan membangun komunikasi dua arah dengan remaja. Remaja mungkin merasa ‘terjebak’ di rumah saja dan tidak dapat bertemu dengan teman-temannya. Luangkan waktu bersama anak, dengarkan keluhan mereka, dan ajak mereka berdiskusi beberapa alternatif yang dapat mereka lakukan.
Ketiga, dukung pembelajaran dari rumah (school from home). Bantu remaja menyusun jadwal yang realistis untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Dahulukan waktu untuk belajar/bekerja, kemudian dilanjutkan kegiatan yang lebih santai, misalnya menggunakan media sosial mereka untuk berkomunikasi dengan teman.
Baca selengkapnya di Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 6, Juni 2020