Di Merauke, pandemi Covid-19 tidak menghalangi ibu-ibu ‘Aisyiyah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ketika banyak orang “takut” berhadapan dengan Covid-19, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Merauke malah menjadi garda terdepan penanganan pandemi. Ketika banyak pimpinan ‘Aisyiyah “mengeluh” karena aktivitasnya terhambat, mereka malah mendirikan Balai Kesejahteraan Sosial (Bakesos) ‘Aisyiyah.
***
Balai Kesejahteraan Sosial (Bakesos) merupakan program Majelis Kesejahteraan Sosial PP ‘Aisyiyah hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tahun 2016. Amal usaha ini diharapkan dapat menjadi pusat pelayanan dan perlindungan bagi anak, perempuan, dan keluarga.
Mengingat urgensinya, tahun 2019 PP ‘Aisyiyah membuat kebijakan dan menetapkan beberapa wilayah untuk menjadi pilot project. Dari 33 Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) di Indonesia, ada 5 (lima) PWA yang terpilih menjadi pilot project program Bakesos ‘Aisyiyah, yakni PWA Lampung, PWA Jawa Barat, PWA Jawa Timur, PWA Bali, dan PWA Papua.
Di lingkup PWA Papua, Merauke adalah satu-satunya Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) yang sudah mendirikan Bakesos. PWA Papua terdiri dari 9 (sembilan) PDA. Ringut Sukapti dari PWA Papua mengatakan, dipilihnya PDA Merauke sebagai pilot project Bakesos adalah karena para pimpinan dan warga ‘Aisyiyah di sana sudah giat melakukan aksi sosial-kemanusiaan.
Aksi sosial-kemanusiaan yang dimaksud seperti rehabilitasi anak pengguna zat adiktif dan anak dengan HIV/AID, santunan kaum dhuafa, serta penanganan pandemi Covid-19. “Waktu itu ditawarkan. Karena kami (PDA Merauke, -red) memang sejak dari awal itu melaksanakan tugas pokok fungsi kesejahteraan sosial, ya kami bilang siap,” ujar Pengurus Bakesos Bidang Pelayanan dan Rujukan PDA Merauke Rini Lestari.
Pendirian Bakesos PDA Merauke ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan PWA Papua Nomor 116/SK PWA/VI/2021 tertanggal 20 Syawal 1442 H/1 Juni 2021 M. Bakesos PDA Merauke mempunyai visi “terwujudnya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan bagi anak, perempuan, keluarga, dan masyarakat secara holistik, integratif, dan terpadu”.
Adapun misinya adalah: pertama, memberikan layanan konsultasi dan konseling bagi anak, perempuan, dan keluarga; kedua, memberikan perlindungan dan pemberdayaan bagi anak, perempuan, dan keluarga rentan; ketiga, menjadi pusat informasi, edukasi, dan layanan bagi masyarakat, dan; melakukan advokasi dan pengembangan jaringan untuk perlindungan dan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Menumbuhkan Sensitivitas Sosial dalam Keluarga
Rini menjelaskan, secara normatif program Bakesos PDA Merauke meliputi 4 (empat) hal, yakni: (a) program perlindungan sosial dan keagamaan, berupa dukungan penanganan bencana, layanan kesejahteraan sosial, memfasilitasi pensyahadatan dan pembinaan muallaf, dan layanan penyelenggaraan jenazah; (b) program dukungan keluarga, berupa konsultasi keluarga, pemberdayaan keluarga, dan pemberdayaan ekonomi; (c) program perlindungan perempuan dan anak, berupa pencegahan kekerasan perempuan dan anak, penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak, dan dukungan pemulihan dan pemberdayaan korban kekerasan perempuan dan anak, dan; (d) program penguatan kelembagaan Bakesos, berupa fundraising, pengelolaan data, dan peningkatan kapasitas pengurus.
Akan tetapi, sejauh ini PDA Merauke lebih condong menaruh perhatian pada isu anak. “Sebenarnya kami berusaha menyeimbangkan semua program dan sasaran program, sehingga semua elemen masyarakat itu tersentuh. Tetapi karena kita selama ini memang familiar dengan anak –ditambah dengan banyaknya jumlah TK–, itu yang membuat kita lebih responsif dengan kasus anak daripada kasus lainnya,” terang Rini ketika dihubungi Suara ‘Aisyiyah.
Dalam implementasinya, program Bakesos PDA Merauke di luar isu anak tidak dapat dibilang sedikit. Sebagai contoh, mereka memberi konsumsi bagi petugas ruang pemulasaraan jenazah Covid-19, mengadakan gerakan cinta lansia (lanjut usia), memberikan bantuan biaya produksi keterampilan bagi kelompok usaha perempuan Papua, memberikan trauma healing bagi anak korban kekerasan seksual, dan sebagainya.
Program-program tersebut tidak dijalankan oleh pengurus Bakesos PDA Merauke saja, tetapi juga dengan melibatkan pihak lain, seperti majelis dan lembaga di internal Muhammadiyah-‘Aisyiyah, lembaga swasta yang mempunyai perhatian serupa, hingga dinas pemerintahan. Pihak yang diajak koordinasi itu disesuaikan dengan kasus yang sedang dihadapi.
Rini mencontohkan, Bakesos PDA Merauke akan berkoordinasi dengan Majelis Tabligh jika program yang dilaksanakan berada dalam lingkup keagamaan. “Kalau ada korban kekerasan seksual, misalnya. Dia terpuruk, kemudian diperlukan trauma healing, berarti kita harus bekerja sama dengan psikolog,” terang Rini.
Berselang 5 (lima) bulan sejak didirikan, Bakesos PDA Merauke mendapat izin operasional dari Dinas Sosial Kabupaten Merauke. Menurut Rini, permohonan untuk mendapat izin operasional itu tidak mengalami kendala berlebih. Pasalnya, pihak Dinsos sudah tidak asing dengan track record aksi sosial-kemanusiaan Bakesos PDA Merauke.
Setelah melengkapi persyaratan administratif, izin operasional itu dikeluarkan melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Merauke Provinsi Papua Nomor 460/303 tentang Pendaftaran Organisasi Sosial tertanggal 9 November 2021. Rini menjelaskan, Bakesos PDA Merauke mendapat sambutan dan respons positif tidak hanya oleh kalangan Muhammadiyah-‘Aisyiyah, tetapi juga masyarakat umum dan pemerintah. (bariqi)