
Sc: Avrist
Oleh: Ahsan Jamet Hamidi*
”Cinta dan pekerjaan adalah landasan kemanusiaan kita” – Sigmund Freud
Penggalan pesan Sigmund Freud itu selalu membisiki telinga Ben Whittaker (Robert DeNiro), pria pensiunan berusia 70 tahun yang sedang berada pada puncak kesepian. Rasa itu terus mengusiknya setelah Molly, istri tercintanya meninggal dunia 3,5 tahun lalu. Ben dan Molly telah hidup bersama selama kurang lebih 42 tahun. Pernikahan yang terrajut di usia muda, 19 dan 20 itu terasa berlalu begitu cepat setelah Molly wafat.
”Tidak ada yang berubah dari Molly sejak usia 19 tahun hingga tutup usia. Dia selalu membuat segalannya menjadi mudah, meski kami melaluinnya dengan penuh kesulitan”. Kenang Ben saat mengisahkan sosok Molly kepada Jules Ostin (Anna Hathaway), seorang bos di perusahaan tempat Ben bekerja.
Sepeninggalan Molly, Ben telah berusaha keras mengusir kesepian batinnya yang begitu terasa hampa. Ia telah pergi keliling kota di berbagai Negara, hingga rutin mengunjungi anak dan cucunya yang hidup terpisah di kota lain. Namun usaha itu tetap tidak mampu menggantikan sosok Molly dalam hidupnya. Sebagai laki-laki, Ben membiasakan diri hidup berdisiplin tinggi dan mandiri.
Ia terbiasa menyiapkan sarapan dan kopi untuk istri. Mengatur letak dasi, celana, baju, kaos, jam tangan di tempatnya, tata letak semua barang-barang di rumah itu ditata dengan rapi oleh Ben sendiri. Namun kehilangan Molly berarti hilangnya separo jiwa, batinnya terasa begitu hampa.
Usai berbelanja rutin, ia menemukan iklan tertempel di tembok. Isinnya tentang lowongan program magang untuk warga senior di sebuah perusahaan online shop bernama ”About the Fit”. Dia bergegas melamar dan diterima. Perusahaan di bidang Majalah Fashion itu dikelola oleh Jules Ostin. Seorang perempuan muda, modis, cantik. Jules adalah pekerja keras, ulet dan hanya sedikit tidur karena kesibukannya. Ia memutuskkan untuk tidak banyak bergaul dengan bayak orang.
Ia jujur mengakui bahwa dirinnya memiliki pribadi yang selfish, tidak mudah berbasa basi, dan sulit menerima pendapat orang lain. Jules mengemukakan semua sifat pribadinnya itu kepada Ben. Awalnya, ia memang mengabaikan kehadiran sosok Ben yang dianggap terlalu tua, seumuran ibunya. Sebagai pegawai magang, pasti tidak akan banyak berguna.
Layaknya karakter sebuah prasangka yang selalu mendahului fakta, kehadiran Ben awalnya diabaikan. Tapi kehidupan bisa berubah kapan saja. Ben akhirnya menjadi orang yang sangat berguna bagi perjalanan hidup Jules. Ia tidak hanya menjadi sopir pribadi, mengantar putrinnya sekolah, ikut pesta ulang tahun. Pengalaman hidup Ben bisa menjadi sosok ”ayah”, sekaligus teman dekat yang mampu menjadi pemandu hidup bagi karir dan rumah tangga Jules. Slogan Experience Never Gets Old itu telah menemukan pembuktiannya.
Di balik sukses besar, karir cemerlang, perusahaan yang berkembang pesat, keuntungan berlipat ganda, Jules terbentur tembok keras di depannya. Tiba-tiba suami Matt (Anders Holms) yang sangat ia cintai berselingkuh dengan ibu teman putrinya di sekolah. Jules merasa hidupnya gagal total, hatinnya hancur penuh luka, semua menjadi sia-sia.
Ia menangis keras karena kelak tidak mau mati sendirian, dikubur tanpa kehadiran anak dan suami yang sedih menangisinnya. Dalam puncak keputus-asaan itulah Ben hadir sebagai ayah, sebagai teman diskusi yang sangat bijaksana. Ben hanya mendengar, sesekali bergurau; ”tenang Jules, kamu bisa berbaring di samping kuburanku dan Molly kelak”. Keduannya bisa tertawa lega.
Baca Juga: Bangkitnya Perempuan Pengusaha di Era Teknologi
Kisah di atas adalah penggalan cerita dalam The Intern. Film drama komedi Amerika yang dirilis tahun 2015. Film keren ini diborong penggarapanya oleh Nancy Meyers. Perempuan kelahiran 1949 ini sukses menulis, memproduksi, dan menyutradarai The Intern dan banyak film komersial lainnya. Film yang dibintangi oleh Robert De Niro, Anne Hathaway, dan Rene Russo ini sudah tiga kali saya tonton. Selalu ada kesan inspiratif baru setiap menontonnya. Soal kualitas keaktoran, saya tidak pernah ragu dengan gaya akting Mbah Rober De Niro dan Neng Anne Hathaway. Keduannya selalu tampil segar, penuh pesona dan totalitas prima.
Kerja untuk Ibadah
Saya sering menjumpai fakta tentang superioritas dan heroisme laki-laki yang acap kali pupus, jiwa dan tubuh mereka mendadak lunglai, tatkala pasangan hidupnya meninggal dunia. Persis seperti yang dialami oleh Ben. Namun ia bisa kembali bangkit untuk menemukan aktivitas agar hidupnya tetap bisa bermanfaat untuk orang lain. Pelihan yang keren dan mewakili aspirasi banyak laki-laki lain. Baginnya, bekerja tidak semata untuk uang, tetapi lebih sebagai upaya untuk mengaktifkan otak dan tubuh agar tetap bergerak dan tidak mudah pikun.
Salah satu nilai luhur agama mengajarkan kepada para penganutnya, bahwa bekerja adalah ibadah. Pada irisan tertentu, Ben telah mempraktikannya. Ia telah memberi tauladan baik kepada puluhan karyawan lain di perusahaan itu, tentang sebuah nilai dan prinsip kerja yang tidak akan pernah lapuk dimakan oleh waktu. Sebuah tatanan nilai yang tidak bisa tergantikan oleh teknologi canggih yang terus berkembang saat ini. Apa itu? Disiplin kerja, tepat waktu, jujur, amanah, penuh tanggungjawab dengan semua tugas yang diberikan kepadannya.
Saya terkesan dengan adegan Ben dan Jules saat berada di sebuah kamar hotel hanya berdua. Suatu ketika, Ben diminta Jules untuk menemaninnya pergi ke luar kota. Di sebuah hotel mewah tempat mereka menginap, Jules mengajak Ben masuk ke kamarnya untuk berbincang. Awalnya Ben hendak duduk di kursi, tapi Jules memintanya untuk di kasur yang sama. Ben memilih berbaring di sudut ranjangnya sambil menikmati cemilan. Jules yang berpiyama putih duduk di sebelahnya, ia terus menangis sedih menceritakan kisah suaminya yang sedang selingkuh sejak 18 hari lalu.
Ben hanya menatap Jules dengan iba, membuka telinga lebar-lebar, mendengarkan keluh kesah dengan penuh takzim. Dia tidak membuka mulut, kecuali saat diminta menjawab pertanyaan. Usai lega bercerita, Jules membaringkan tubuhnya di atas bantal empuk sambil menonton babak drama tentang cinta di layar televisi. Kantuk menyerangnya hingga tertidur dengan pulas. Ben perlahan dan hati-hati meninggalkannya menuju kamarnya.
Bagi saya, Ben telah berhasil memerankan sosok laki-laki gentle sejati yang berpegang teguh pada nilai kesantunan yang teguh dianutnya.
*Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Tangerang Selatan dan Wakil Sekretaris LPCRPM PP Muhammadiyah.