Oleh: Sri Lestari Linawati*
Maret 2020, kami baru saja usai menyelenggarakan Baitul Arqam Muhammadiyah-‘Aisyiyah Ranting Banyuraden di Kaliurang. Setelah itu, pandemi Covid-19 melanda. Seluruh kegiatan terhenti, termasuk pengajian rutin tiap Sabtu Pon yang diselenggarakan Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY.
Kini, setelah libur panjang, pengajian rutin dimulai kembali dengan senantiasa disiplin protokol kesehatan, mengharap kesehatan dan keselamatan dari Allah. Sabtu Pon, 13 November 2021, jam 13.30 WIB, bertempat di Masjid Mujahidin, Cokrowijayan, Banyuraden. Begitu undangan yang disampaikan Kustiningsih, Sekretaris, melalui pesan WhatsApp.
Tidak lupa, Mbak Ning –panggilan akrab Bu Sekretaris– mengingatkan agar jamaah senantiasa menjaga prokes, memakai masker, dan membawa perlengkapan salat berjamaah Asar.
Masjid Mujahidin Cokrowijayan tampak asri. Cat hijau muda, menyejukkan. Tembok keseluruhan ruang masjid, baik kanan, kiri, dan depan bukan tembok tertutup, melainkan kaca. Bergaris-garis, segi empat. Bagian atas kaca ada lengkung setengah lingkaran dengan garis-garis bagaikan matahari yang sedang memancarkan sinarnya. Di ruang dalam, masjid dihiasi karpet hijau tua berbintik dan garis yang bergambar. Indah dipandang mata.
Melihat ibu-ibu anggota PRA yang hadir, mendorong kita untuk segera menghaturkan syukur pada Sang Pencipta. Bersyukur dapat melewati masa pandemi dan masih diberikan usia dan kesempatan oleh Allah untuk melanjutkan misi kehidupan.
Pengajian diawali dengan tadarus al-Quran yang dipimpin oleh Nida Nashuha. Ia membacakan surat Yunus ayat 46-53.
Tausiyah disampaikan oleh Ziliani Rusida. “Kita bersyukur bisa bergabung di ‘Aisyiyah. Organisasi yang didirikan oleh Nyai Walidah, istri Kiai Ahmad Dahlan 104 tahun lalu,” katanya.
“Kita bersyukur karena di ‘Aisyiyah kita akan bertemu banyak orang berilmu. Ilmu kita pun akan bertambah, membuat kita semakin pintar. Kita pun akan selalu diingatkan untuk dapat menjalankan ibadah sesuai tuntunan tuntunan Rasulullah Muhammad saw. Ini penting agar kita senantiasa di jalan yang lurus, tidak terpengaruh ajaran dan adat istiadat nenek moyang dengan ajaran Hindu dan Budha,” jelas Bunda.
“Kalau pun toh masih belum bisa meninggalkan adat istiadat tersebut, bukan karena percaya dengan paham tersebut, namun semata hanya tidak mau disingkirkan dari kehidupan kemasyarakatan kebersamaan. Niatnya sudah beda. Ranting ‘Aisyiyah merupakan struktur organisasi paling bawah, sehingga berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar dengan berbagai macam adat dan kebiasaan,” lanjut Bunda.
Baca Juga: Peneliti Amerika Ungkap Peran Muhammadiyah-Aisyiyah pada Masa Revolusi Indonesia
PRA Banyuraden mempunyai amal usaha TK ABA. Kita bertanggung jawab mengelolanya agar dapat tetap hidup, berkembang, dan menghasilkan generasi maju dan bertakwa. Karenanya, para guru pun musti pandai dan berakhlak mulia.
Majelis pendidikan sangat berperan dalam mengawasi akhlak para pendidik TK ABA. Pembinaan akhlak senantiasa dilakukan. Bila ada yang tidak baik akhlaknya, maka harus ditindak tegas, diberantas.
Lebih lanjut, Bunda memaparkan berdirinya Sekolah Perempuan ‘Aisyiyah (SPA) yang dirintis oleh Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA) Gamping. Sekolah ini menjadi tempat belajar berbagai macam keterampilan bagi ibu maupun calon ibu di wilayah kecamatan Gamping.
“Sekarang sedang berlangsung Pelatihan Boga, bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) DIY. Jumlah peserta 20 orang. Pelatihan ini berlangsung 25 hari dan sudah dimulai sejak 21 Oktober 2021 lalu,” terangnya.
SPA sebagai langkah “Cecikal Bebakal Tetinggal”. Semboyan PCA Gamping ini bermakna “memulai, membekali, mewarisi”.
Kini ada tempat, peralatan, dan kegiatan untuk menyiapkan perempuan-perempuan yang cakap, terampil, dan berakhlak mulia. Harapannya kelak SPA menjadi tempat belajar segala macam keterampilan perempuan, seperti memasak, menjahit, tata rias, tata busana, dan lainnya.
Terucap syukur alhamdulillah karena pengajian telah terlaksana. Kami semua berharap agar kesehatan senantiasa menyertai. Sampai jumpa pada pengajian rutin Sabtu Pon bulan depan.
Demikian keterangan yang disampaikan oleh Wijayanti, Ketua Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (PRA) Banyuraden. Dari ibu pensiunan Kepala Perpustakaan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta yang tinggal di dusun Cokrowijayan ini saya banyak belajar. Bagaimana hidup dan berbaur bersama ibu-ibu segenap anggota PRA Banyuraden. Beliaulah yang memberikan pencerahan.
Sukses menunaikan tugas mengadakan Baitul Arqam Banyuraden 2020, juga tidak lepas dari arahan dan bimbingan beliau. Terbiasa menangani perkaderan di IPM, NA, HW, maupun Baitul Arqam mahasiswa, dosen dan pegawai di kampus, bagi saya tetap memerlukan sebuah ilmu manajemen tersendiri di tingkat Ranting. Tidak jauh beda, pun tak selalu sama. Unik dan khas. Menarik. Di Ranting lebih terasa suasana kebersamaannya. Sesuatu banget.
Baca Juga: Sejarah ‘Aisyiyah: Kelahiran Perempuan Muslim Berkemajuan
Berkaca dari pengalaman ini, saya bisa memahami kesulitan yang dialami rekan-rekan dosen dan karyawan dalam mengikuti kegiatan Muhammadiyah-‘Aisyiyah Ranting. Diperlukan adanya semacam MoU antara kampus dengan Ranting Muhammadiyah-‘Aisyiyah tempat tinggal para dosen dan karyawan kampus. Harapannya agar dapat mendatangkan kebermanfaatan bagi berbagai pihak.
Bagi Ranting, keikutsertaan dosen dan karyawan akan lebih menyemarakkan kegiatan dan syiar dakwah. Bagi pribadi dosen dan karyawan, menjadi wahana penyempurnaan ini, berbagi, dan saling menyempurnakan syiar dan misi dakwah Muhammadiyah-‘Aisyiyah. Ikut pengajian, tinggal ikut. Tidak perlu malu lagi atau ewuh pakewuh. Sudah disambungkan oleh kampus. Misal akan melakukan kegiatan pengabdian masyarakat atau pun penelitian, dengan mudah tinggal melakukan komunikasi intensif dan koordinasi dengan departemen terkait.
Pelaporan kegiatan ber-Muhammadiyah dan ber-‘Aisyiyah di Ranting oleh dosen dan karyawan kampus yang dilakukan secara tersistem sebagaimana e-learning akan memudahkan proses pendataan Unisa Yogyakarta. Petugas tinggal merekap dari sistem, sehingga indikator kinerja persyarikatan perguruan tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah lebih mudah diakses. Dengan itu, kampus akan lebih mudah pula melaporkannya kepada Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dan pihak-pihak terkait lainnya. Kerja sama dan kemitraan yang dikembangkan oleh kampus ‘Aisyiyah tentunya harus berbasis data. Itulah ciri khas Islam Berkemajuan yang menjadi semangat Muhammadiyah. Wallahu a’lam.
*Sri Lestari Linawati adalah pegiat literasi, penggagas BirruNA PAUD Berbasis Alam dan Komunitas, Dosen Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Anggota Departemen Kader PRA Banyuraden, Pengurus Harian ALAIK PTMA, Anggota LPCR PPM.