Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Dalam rangkaian Webinar Green Nasyiah yang digelar oleh Departemen Kesehatan dan Lingkungan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA), Ahad (18/5/25), Agung Y. Achmad, Jurnalis Senior sekaligus Praktisi Lingkungan dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Lasem, Rembang, menyampaikan materi mendalam yang memadukan aspek teologi, lingkungan, dan aksi profetik dalam tema “Biopori sebagai Etika Profetik: Menjaga Bumi dalam Perspektif Teologi dan Lingkungan.”
Dengan menukik dari ayat-ayat Al-Quran dan membentangkannya ke dalam konteks krisis ekologi masa kini, Agung mengawali paparannya dengan menyampaikan bahwa misi penyelamatan lingkungan bukan sekadar isu ekologis, melainkan bagian inheren dari misi profetik seorang beriman.
Ia menegaskan, “Misi profetik dalam bidang lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari konstruksi iman, terlepas dari ada atau tidaknya krisis lingkungan.”
Ia mengajak audiens untuk kembali merenungi ayat-ayat Al-Quran yang menyebut air sebagai sumber kehidupan dan menekankan pentingnya menjaga siklus hidrologi bumi, seperti termaktub dalam Q.s. Az-Zukhruf ayat 11, Al-Mu’minun ayat 18, dan Al-Hijr ayat 22.
Konteks lingkungan global yang kian rusak akibat pemanasan global, kekacauan iklim, dan degradasi tanah menjadi titik tekan penting. Agung menyampaikan bahwa bumi saat ini mengalami ketidakseimbangan ekologis yang parah.
Hutan-hutan kehilangan fungsinya sebagai kawasan tangkapan air, musim menjadi tak menentu, dan air hujan yang seharusnya menjadi berkah justru berubah menjadi bencana akibat kurangnya sistem resapan yang memadai di kawasan perkotaan.
Dalam konteks lokal, Agung mengkritisi lemahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air hujan secara berkelanjutan.
Tidak adanya tanggung jawab personal terhadap limpasan air di lahan sendiri, persepsi keliru bahwa air selalu tersedia, serta lemahnya regulasi dan implementasi kebijakan lingkungan menjadi akar masalah yang semakin memperparah degradasi air tanah dan kerusakan habitat.
Agung mengusulkan pendekatan integratif dengan berpijak pada wahyu sebagai dasar etik dan epistemologi lingkungan. Ia menyebut konsep Fikih Air sebagai perangkat ethico-legal Qurani yang menekankan prinsip tauhid, keadilan, keseimbangan, dan efisiensi dalam mengelola air.
Baca Juga: Ikhtiar Semesta Merawat Lingkungan
Fikih ini, katanya, harus dijadikan basis kesadaran kolektif umat Islam dalam merespons krisis air secara beradab dan spiritual. Salah satu praktik konkret dari prinsip fikih tersebut adalah pembuatan sumur resapan dan biopori sebagai langkah etis dan praktis untuk memperbaiki siklus air tanah dan mengurangi potensi banjir.
Lebih dari itu, Agung menyebut bahwa biopori adalah solusi sejuta umat—sebuah langkah kecil dengan dampak besar. Biopori mampu menyuntikkan air hujan langsung ke dalam tanah, menambah cadangan air tanah, menyuburkan tanah, mengurangi limbah organik melalui sistem komposter, dan memperkuat kapasitas ekologis lokal.
Dengan gaya tutur yang khas, Agung menyerukan, “Bikinlah biopori sekarang juga! Di halaman rumah, di gang sempit, atau di sudut-sudut permukiman kita. Bincangkan kewajiban bikin biopori kepada siapa saja, karena mengelola biopori pada hari ini adalah manifestasi atau sebagian dari iman.”
Selain sebagai solusi ekologis, ia mendorong agar biopori diintegrasikan dalam agenda kebudayaan dan sosial umat. Ia mendorong Majelis Tarjih dan institusi Persyarikatan untuk mengeluarkan fatwa dan ijtihad lokal—seperti menjadikan pembuatan biopori sebagai sedekah wajib bagi calon jamaah haji, syarat syukur bagi yang baru membeli rumah atau mobil, hingga sebagai bentuk kafarat atas pelanggaran pribadi.
Ia juga menggagas ide agar biopori dijadikan hadiah simbolik dalam kegiatan pengajian, arisan, atau jumat berkah, sebagai bentuk transformasi kesadaran ekologis dalam budaya masyarakat.
Tak lupa, ia menekankan pentingnya keterlibatan anak-anak, keluarga, dan komunitas sekitar dalam praktik memilah sampah dan mengelola biopori-komposter di rumah masing-masing.
Program ini, kata Agung, adalah langkah riil, strategis, dan super keren yang harus diarusutamakan dalam setiap lapisan organisasi, mulai dari tingkat pusat hingga ranting.
Webinar yang diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai daerah ini menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali bahwa kepedulian terhadap lingkungan bukan hanya bentuk aktivisme, melainkan perintah iman.
“Melalui jutaan pori-pori yang kita buat hari ini, air hujan akan kembali bekerja sesuai instruksi kosmologinya untuk menghidupkan bumi,” tutup Agung. (Suf)-sa