Berita

Buka Seminar Nir-Kekerasan di Sekolah, Wamendikdasmen: Anak yang Rentan Jadi Korban Kekerasan Semakin Meningkat

Sleman, Suara ‘Aisyiyah – Tingginya angka kekerasan terhadap anak, utamanya di lembaga pendidikan, tentu membuat prihatin semua pihak. Atas dasar ini, diadakanlah Seminar Pencegahan dan Penanganan Kekerasan untuk Guru dalam Membangun Lingkungan Aman, Nyaman, dan Menggembirakan pada pagi hingga siang hari ini (30/11) di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Rusprita Putri Utami, mencatat bahwa ada 363 laporan masuk pada tahun ini yang melibatkan kurang lebih 10.000 anak. Ia menegaskan dalam sambutannya, “Perlu adanya pendekatan yang lebih holistik untuk mengatasi dan mencegah kekerasan pada anak. Harapannya, dengan adanya seminar ini kita bisa mewujudkan masyarakat yang menghormati keberagaman dan mendorong keadilan, juga memberikan kesadaran kepada guru-guru soal isu-isu gender dan kekerasan.”

Sepakat soal pentingnya seminar, Salmah Orbayinah, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, mengatakan, “Seminar nir-kekerasan hari ini dapat dikuatkan dengan pendidikan karakter untuk para peserta didik. Menurut KH Ahmad Dahlan, catur pusat pendidikan ada empat, yaitu sekolah, guru, orang tua, dan tempat ibadah. Anak anak sendiri pertama kali mempelajari soal kehidupan itu di keluarga, peran orang tua di sini sangat besar untuk menanamkan karakter.”

Baca Juga: Dukungan Psikologis Awal: Ikhtiar Pencegahan Perundungan di Sekolah Dasar

Adapun Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Fajar Rizaul Haq, membuka banyak hal soal pentingnya peran guru dalam penanaman nilai anti-kekerasan dan kesetaraan gender. Ia mengatakan, “Kami harap bapak-ibu guru menjadi pahlawan pembangunan bangsa. Topik yang kita bahas, kesetaraan gender dan anti kekerasan, sebenarnya adalah topik lama. Kasus kekerasan di lembaga pendidikan memang semakin memprihatinkan, akhirnya semua orang jadi semakin rentan menjadi korban.”

Menurutnya, kerentanan ini semakin parah utamanya karena media sosial yang banyak diakses utamanya oleh anak-anak. Hal ini menjadi pekerjaan baru bagi dunia pendidikan untuk mengatur penggunaan hp atau gadget karena kenyataannya tidak berbanding lurus dengan pengetahuan yang dimilki. Selain itu, ia juga sepakat bahwa penggunaan gadget pada anak-anak sekarang banyak merugikan. “Kalau sering pake gadget, anak lupa bagaimana tumbuh berproses. Padahal, yang namanya belajar itu berproses. Maka, peran guru dalam pendidikan sistemik itu sangat penting,” lanjut Fajar. (-lsz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *