Oleh: Bahrus Surur-Iyung
Salah satu kemuliaan Ramadan adalah bahwa pahala amal ibadah dan kebaikan yang dilakukan oleh seorang muslim di bulan ini akan dilipatgandakan. Beberapa kemuliaan pelipatgandakan pahala itu, sebagaimana yang termaktub dalam beberapa riwayat adalah, pertama, orang yang menunaikan qiyamul lail (shalat tarawih) bersama imam hingga selesai, dicatat baginya seperti qiyamul lail semalam (penuh).
Sebuah hadis riwayat Abu Daud, no. 1370 dan lainnya dari hadits Abu Dzar r.a., dia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang menunaikan qiyamul lail bersama imam hingga selesai, dicatat baginya (pahala) qiyamul lail semalam (penuh)”. (hadis ini dishahihkan oleh Al-Albany dalam kitab ‘Shalat Tarawih’).
Kedua, barangsiapa memberi buka (makan atau minum) orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut. Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ فَطَرَ صَائِمًا كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أجْرِ الصَّا ئِمِ لَا يَنْقُصَ مِنْ أجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ
Artinya, “Barangsiapa memberi bukaan (makanan atau minuman) kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut.” (HR. Ahmad)
Ketiga, sedekah yang paling baik adalah sedekah yang dilakukan di bulan Ramadan. Para sahabat juga kerap menyaksikan kemurahan hati Rasulullah di bulan Ramadan. Mereka menyebut Rasullullah adalah orang yang paling murah hati. Tapi, di bulan Ramadan, kemurahan Rasulullah berlipat ganda melebihi bulan-bulan biasanya.
أيُّ الصَّدَقَة ِأفْضَلُ؟ قَالَ صَدَقَةٌ فَيْ رَمَضَان
Artinya, “Rasulullah pemah ditanya; sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: “Sedekah di bulan Ramadan.” (HR Tirmidzi)
Keempat, orang yang melaksanakan umrah pada bulan Ramadan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti melakukan haji. Atas dasar ini pula, banyak orang mengambil kesempatan bisnis umrah di bulan Ramadan dengan biaya lebih besar daripada bulan-bulan biasanya. Rasulullah saw. bersabda,
فَإِنَّ عُمْرَةَ فِيْ رَمَضَانَ حَجَّةٌ
Artinya, “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadan sama dengan pahala haji.” (HR Bukhari)
Baca Juga: Makanan Sehat Selama Ramadhan
Kelima, puasa (di bulan Ramadan) kemudian diikuti enam hari di bulan Syawal, maka nilainya sama dengan puasa setahun. Dalam Shahih Muslim dari Abu Ayyub Al-Anshary, dia berkata,
من صام رمضان، ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر
Artinya, “Barangsiapa yang berpuasa (pada bulan Ramadan) kemudian diikuti (puasa) enam (hari) pada bulan Syawal, maka hal itu seperti puasa setahun”.
Belum lagi ketika kita bertemu dengan malam lailatul qadar. Allah menetapkan lailatul qadar yang ada di bulan Ramadan sebagai malam yang keutamaannya lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana firman Allah,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan (lailatul qadar), Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan (lailatul qadar) itu? Malam kemuliaan (lailatul qadar) itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadar: 1-5).
Jika pada malam itu kita sedang melakukan amal ibadah dan kebaikan, maka hal itu akan dihitung seperti beribadah selama seribu bulan. Amal ibadah itu bisa berupa membaca al-Quran, shalat tarawih atau qiyamul-lail atau qiyam Ramadan, bersedekah dan berbagi kepada sesama, berdzikir mendekatkan diri kepada Allah, belajar mengkaji atau membaca atau menuntut ilmu dan berbagai kebaikan lainnya. Beribadah selama seribu bulan berarti kita beribadah kurang lebih selama 83 tahun lamanya atau 30.000 hari (jika perbulan dihitung 30 hari).
Kebaikan itu melebihi dari usia lumrah kita sendiri sebagai manusia. Hanya umat Muhammad yang diberi kesempatan dan kemuliaan seperti ini. Tetapi, kemuliaan semacam ini seringkali terasa kurang menarik, karena tidak bisa dirasakan oleh jasmaniah kita secara langsung. Apalagi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan fisik kita sudah mulai lelah dan capek. Ubahlah paradigma keberimanan dari yang lelah menjadi Lillah. Wallahu a’lam.