Liputan

Bullying, Problem Kita Bersama

Saat ini, fenomena perundungungan atau bullying sedang hangat-hangatnya diperbincangkan di Indonesia. Pasalnya terdapat banyak sekali berita mengenai kasus bullying yang mulai terungkap, terutama di institusi pendidikan. Salah satunya yaitu kasus bullying siswa SMP di Cilacap yang juga sangat ramai mendapat respon dari warganet.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dyah Puspitarini mengungkapkan pada wartawan Suara ‘Aisyiyah (4/10) bahwa maraknya perilaku bullying ini bisa dilihat dari berbagai sisi. Pertama, maraknya fenomena bullying bisa disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang mulai aware dan berani melaporkan, sehingga kasus tersebut bisa terungkap. Kedua, kita perlu melihat bagaimana atmosfer di sekolah, apakah sudah menciptakan ruang yang nyaman untuk siswa belajar? Apakah bakat dan minat siswa bisa tersalurkan melalui sekolah? Ketiga, pengawasan di sekolah harus diperketat. Menurut Dyah, saat ini kita masih berada pada waktu pasca pandemi. Dengan demikian, tentu terdapat perubahan karakter dan penyesuaian pada siswa, sehingga siswa harus dihadapkan pada banyak hal. Sementara itu, di sisi lain terdapat faktor gadget atau media sosial yang bisa mempengaruhi siswa.

Penyebab Maraknya Bullying

Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah ini juga menyebutkan penyebab maraknya fenomena bullying.

  1. Keluarga. Keluarga menjadi kunci bagaimana anak membentuk karakternya. Sehingga jika dalam keluarga ia mendapat contoh yang baik, hal itu akan membentengi anak untuk tidak terpengaruh melakukan kekerasan saat berinteraksi dengan siapapun, begitu juga sebaliknya.
  2. Masyarakat. Masyarakat sebagai kontrol sosial, mestinya bisa berperan untuk pencegahan bullying. Lembaga-lembaga masyarakat, komunitas, dan kegiatan bisa diarahkan untuk melakukan pencegahan terhadap bullying, seperti kegiatan Karang Taruna, siskamling, dan sebagainya.
  3. Sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan selama delapan jam per hari harus menjadi ruang yang aman bagi para siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi dengan leluasa tanpa adanya unsur kekerasan.
  4. Gadget. Pola kekerasan anak yang saat ini semakin brutal, seperti membunuh temannya untuk dijual organ tubuhnya, sebenarnya sudah menjadi sinyal bahwa pola-pola kekerasan anak sudah sangat jauh dari kelaziman. Hal itu mereka dapatkan dari media sosial. Mereka terinspirasi dari apa yang mereka lihat di gawai mereka.

Sinergi Multipihak

KPAI sebagai lembaga negara dengan tupoksi melakukan pengawasan dan perlindungan pada anak, menurut Dyah harus lebih merespon kasus bullying dengan cepat. Dalam artian, aduan-aduan yang masuk di KPAI harus sesegera mungkin ditangani dengan melibatkan kementrian, lembaga, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) provinsi ataupun daerah.

Baca Juga: Efek Boomerang Aksi Bullying

Walaupun saat ini masyarakat mulai berani melapor dan tahu kemana mereka akan melapor, Dyah menyampaikan bahwa KPAI juga perlu bersikap pro-aktif, bukan hanya menunggu aduan datang saja, tetapi juga melakukan komunikasi-komunikasi dan pencegahan bersama kementrian lembaga. KPAI juga dapat menyampaikan fenomena ini sebagai sebuah temuan yang kemudian menjadi penyikapan berbagai pihak, termasuk lintas kementrian dan lembaga.

Awal tahun ini, Dyah mengungkapkan, KPAI telah membuat warning kepada pemerintah bahwa Indonesia darurat kekerasan anak. Hal ini didasari perilaku kekerasan anak yang sudah semakin brutal dan jauh dari kelaziman.

Selain itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan tentunya juga berperan penting dalam pencegahan dan penanganan bullying. Menurut Dyah, dalam sekolah terdapat kurikulum dan hidden kurikulum. Hidden kurikulum inilah yang bisa dikembangkan sehingga siswa bisa leluasa untuk menyalurkan bakat minatnya, bukan hanya di bangku kelas saja. Sekolah perlu untuk memfasilitasi bakat minat tersebut, sehingga energi anak tersalurkan secara positif dalam sekolah, bukan di luar sekolah.

Upaya pencegahan dan penanganan bullying ini juga tidak dapat diselesaikan oleh lembaga pendidikan saja, tetapi juga melibatkan beberapa unsur, seperti Dinas Pendidikan, dan masyarakat. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim pada 3 Agustus 2023 lalu, digambarkan tahapan-tahapan dalam menangani dan mendampingi korban bullying. Selain itu, digambarkan pula dampak dan konsekuensi apabila ada tenaga pendidikan yang terlibat.

Namun, Dyah menyampaikan, regulasi ini belum tersosialisasi dengan baik, belum semua dinas Pendidikan tingkat provinsi maupun kota melakukan pemantauan dan sosialisasi, sehingga sekolah-sekolah belum secara maksimal mengimplementasikannya. “Hal inilah yang perlu segera dikejar. Dukungan dari pemerintah daerah dan provinsi sangat penting karena upaya ini lintas dinas dan melibatkan banyak stakeholder,” imbuhnya.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fenomena bullying bukan masalah sepele dan perlu penanganan yang serius. Sehingga sudah sepatutnya kita turut menjadi bagian dalam upaya pencegahan maupun penangan yang butuh dukungan sinergi multipihak. (Salma)

Related posts
Anak

Mengedukasi Anak tentang Bullying

Bullying atau perundungan merupakan masalah serius yang memiliki kemungkinan besar untuk terjadi pada setiap orang di berbagai tempat dan waktu. Bullying merujuk…
Keluarga Sakinah

Pengasuhan dan Generasi Anti Perundungan

Oleh: Elli Nur Hayati* Belakangan kita banyak mendengar dan melihat, baik secara langsung maupun tidak langsung, perundungan yang dilakukan terhadap seseorang yang…
Inspirasi

Peacesantren Welas Asih: Selalu Happy Tanpa Bully

“Kami santri abad dua hiji Welas asih dan empati Selalu happy tanpa bully Yang lemah kami lindungi.” Itu adalah potongan lirik Mars…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *