Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Aksi demonstrasi dilakukan oleh warga Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat pada 31 Juli hingga 5 Agustus 2023. Massa aksi menuntut Gubernur Sumbar untuk mencabut usulan Proyek Strategis Nasional (PSN) di lahan seluas 30.162 ha.
Sabtu (6/8), Wakil Bupati Pasaman Barat menemui masyarakat yang sedang beristirahat di Masjid Raya Sumatera Barat. Ia mengajak mereka untuk mengajak kembali ke tempat masing-masing di Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis. Namun masyarakat menolak karena menuntut harus bertemu Gubernur.
Permintaan bertemu Gubernur dipenuhi dengan didampingi oleh Kapolda Sumatera Barat di Kantor Gubernur. Bersamaan dengan itu pula, masyarakat dipaksa pulang dari Majid Raya Sumatera Barat hingga akhirnya aparat pemerintah membawa 17 warga Air Bangis ke Polda Sumatera Barat karena diduga melakukan perlawanan. Pada Ahad (6/8), 17 orang tersebut telah dibebaskan.
Baca Juga: Fikih Tata Kelola Agraria: Solusi Perubahan Iklim
Konflik agraria antara masyarakat setempat dan pemerintah provinsi mencederai prinsip-prinsip hak asasi manusia berupa cara-cara yang persuasif dan dialogis daripada tindakan kekerasan. Oleh karenanya, Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Hukum HAM dan Hikmah, Busyro Muqoddas menyampaikan sikapnya:
Pertama, Pemerintah beserta aparat kepolisian harus menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga Air Bangis yang tinggal di atas lahan seluas 30.162 Ha sehingga mereka masih bisa kembali ke kampung halaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk pemanfaatan hasil alam sebagai mata pencaharian hidup. Karena itu, arapat pemerintah yang masih berada di sekitar lahan masyarakat, untuk dapat ditarik agar situasi intimidasi hilang dari pandangan masyarakat.
Kedua, mengedepankan cara-cara damai dalam bermusyawarah antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat adat setempat untuk mencari solusi terbaik tanpa adanya tindakan kekerasan. Pelibatan masyarakat secara luas menjadi kunci utama dalam penyelesaian konflik agraria ini dengan tetap mempertimbangkan aspek analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan dampak perekonomian terhadap masyarakat setempat.
Ketiga, siapapun yang masuk ke dalam masjid sebagai rumah ibadah Islam, mereka harus menaati aturan yang berlaku sehingga tidak melukai perasaan dan hati kaum Muslim.
Keempat, Muhammadiyah Sumatera Barat telah membentuk Tim 13 yang diketuai oleh Ki Jal Atri Tanjung, S.Pd., SH, MH yang bertugas melakukan kajian, investigasi, dan pencarian fakta terhadap kasus konflik agraria ini dan terbuka untuk bekerjasama dengan berbagai pihak.
Kelima, Muhammadiyah mengajak kepada pemerintah dan semua pihak untuk melakukan pendampingan terhadap warga Air Bangis yang terdampak sehingga mereka mendapatkan keadilan secara hukum dan politik sebagai warga negara Indonesia.
Demikian untuk mendapat perhatian oleh pihak-pihak terkait sehingga masalah ini dapat terselesaikan dengan cara damai dan meraih jalan keluar terbaik untuk kebaikan masyarakat luas dan persatuan Indonesia. (sb)