Auliyyun min Auliyaaillah, kekasih Allah ialah sebutan paling pantas bagi Buya Syafii Maarif. Demikian pengakuan Gus Mus, panggilan akrab Kiai Mustofa Bisri dalam Takziah Virtual yang diadakan pada Jumat (27/5). Seluruh Indonesia berkabung atas kepergian salah satu tokoh berpengaruh Muhammadiyah ini, pahlawan bangsa yang sangat rendah hati dan penuh kesederhanaan.
Ahmad Syafii Maarif lahir pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau. Ia adalah lulusan bergelar Master of Arts dari Ohio University, Amerika Serikat dan University of Chicago. Semasa hidupnya ia pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah selama tujuh tahun, dari 1998-2005.
Dengan segala relasi, prestasi, dan jabatan yang dimiliki, ia lebih memilih gaya hidup yang sederhana. Buya Syafii sama sekali tak memanfaatkan kebesaran namanya untuk mendapatkan privilese. Ia beberapa kali tersorot kamera sedang menjalani aktivitas layaknya masyarakat biasa.
Salah satu buktinya adalah ketika ia sedang antre di Rumah Sakit Muhammadiyah untuk check-up. Dikutip dari suaramuhammadiyah.id, Buya yang saat itu sangat mungkin untuk diberikan akses tanpa antrean lebih memilih untuk antre layaknya warga biasa. Terlebih rumah sakit yang ia datangi adalah RS milik organisasi yang pernah Buya pimpin. Deni Asy’ari, pemimpin Suara Muhammadiyah membenarkan hal tersebut. Ia menyebutkan bahwa Buya ingin ia kembali ke kantor tidak perlu menemaninya untuk menunggu antrean.
Baca Juga: Di Mata Perempuan Indonesia, Buya Syafii Maarif adalah Telaga Keteladanan yang Langka
Gus Mus menceritakan keistikamahan Buya Syafii, sehingga ia menyebut bahwa Buya adalah kekasih Allah. “Di dalam al-Quran surat Fushilat ayat 30 dijelaskan bahwa orang yang istikamah tidak akan Allah timpa dengan ketakutan dan kesedihan. Kebenaran ayat ini begitu terlihat dari pribadi Buya. Ia tak pernah takut melarat, tidak takut dihina, tidak takut dinilai orang, ia hanya takut pada Allah swt,” jelas Gus Mus. Lanjutnya, ia menuturkan bahwa Buya adalah anugerah dari Allah swt. untuk bangsa Indonesia.
Kesederhanaannya tak sampai di situ saja. Meninggalnya Buya pun menggambarkan betapa rendah hati dan sederhana ia. Pada tahun 2015, Presiden Jokowi memberikan penghargaan kepada Buya sebagai Bintang Mahaputera Utama. Penghargaannya membuat Buya Syafii sebenarnya memiliki hak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Akan tetapi, ia memilih untuk tidak menggunakan haknya tersebut.
Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah menjelaskan bahwa ternyata pada 24 Februari lalu Buya telah memilih dan memesan lokasi pemakamannya sendiri, yaitu di Pemakaman Muhammadiyah. Tepatnya di Dusun Donomulyo, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo. Dengan segala pengorbanan dan kesederhanaannya, semoga Buya ditempatkan di tempat terbaik di sisi Allah swt. (maudy)