Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Menjadi narasumber dalam pelatihan mubalighat lingkungan yang diselenggarakan oleh LLHPB PP ‘Aisyiyah, Jumat (24/12), Ketua Majelis Tabligh PP ‘Aisyiyah Cholifah Syukri menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai makhluk paling sempurna sebagaimana yang tertera dalam surat at-Tin ayat 4.
Kesempurnaan ciptaan manusia, menurut dia, karena Allah membekali manusia selain fisik yang utuh, juga akal, hati nurani, nafsu, serta agama. “Dari kesempurnaan ciptaan manusia itu, Allah memberikan peran vital selaku wakil Allah swt. untuk mengelola dan memakmurkan bumi yang pada saatnya akan dimintai pertanggungjawaban,” kata dia.
Dengan kemampuan menguasai ilmu dalam bidang tertentu, manusia akan mampu melaksanakan tugasnya sebagai khalifah fil ardh yang bertugas mengatur, menata, dan melestarikan bumi seisinya dengan aturan Allah melalui syariat agama Islam sebagaimana tergambar dalam surat al-Baqarah ayat 30.
Lanjutnya, manusia memiliki kewenangan sebagai khalifatullah dalam menanggung tugas-tugas kekhalifahan yang dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan kehendak, aturan, dan ketetapan-Nya.
Kata dia, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan yang beriman saling menjadi penolong dalam menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagaimana tertera dalam surat at-Taubah ayat 71.
Terkait kesempurnaan ciptaan manusia adalah sebaik-baik ciptaan, maka dalam surat ali-Imran ayat 110 posisinya juga sebagai sebaik-baik umat. Dari posisi ini, menurutnya, manusia selain sebagai khalifah fil ardh juga sebagai penerus kerisalahan Rasulullah saw. yang bertugas mencerahkan dan menerangi kehidupan umat manusia seperti yang tertera dalam surat al-Ahzab ayat 46.
“Oleh karena itu, alam semesta seisinya dipercayakan dan diperuntukkan manusia untuk mengelola dan melestarikannya. Bukan justru sebaliknya, mengeksploitasi alam misalnya hutan ditebang tanpa terukur, air disedot tanpa pemanfaatan yang terencana, pembuangan sampah di mana-mana, dan seterusnya,” tegasnya.
“Allah telah mengingatkan dalam surat ar-Rum ayat 41 bahwa kerusakan alam terjadi karena tangan-tangan manusia,” imbuhnya.
Terkait siapa yang menjadi mubalighat lingkungan, menurut dia adalah anggota ‘Aisyiyah yang memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap permasalahan lingkungan, serta keterpanggilan untuk menyampaikan amar makruf nahi mungkar dengan menyampaikan ayat-ayat lingkungan baik secara individu maupun bersama-sama, disampaikan dengan cara lisan, tertulis, atau bil hal (amalan).
Baca Juga: LLHPB PP Aisyiyah Gelar Pelatihan Mubalighat Lingkungan
Menghadapi permasalahan lingkungan di masyarakat yang demikian kompleks, mubalighat lingkungan ‘Aisyiyah harus berkarakter. Mereka harus memiliki ghirah atau kemauan yang kuat untuk mengatasinya agar kebersihan, ketertiban, kedisiplinan, dan keindahan mewarnai serta menjadi kenyataan pada lingkungan di sekitarnya.
“Dimulai dari lingkungan rumah, kampung, tempat kerja hingga masyarakat serta tanah air kita Indonesia tercinta,” tandasnya.
Lanjut dia, mubalighat lingkungan ‘Aisyiyah sebagai kader persyarikatan juga berfungsi sebagai anak panah untuk menyampaikan visi dan misi persyarikatan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.
Cholifah lalu mengutip pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bahwa mubaligh atau mubalighat memiliki ciri sebagai berikut: berpaham Islam yang berkemajuan, ikhlas, jujur, dan amanah cerdas dan berilmu, berjiwa al-Maun, gemar beramal dan berusaha, serta berorganisasi dan bekerja sama.
“Bagi seorang mubalighat lingkungan ‘Aisyiyah tugas untuk berkiprah di masyarakat khususnya pada masalah lingkungan adalah praktik pengamalan ilmu, senantiasa berusaha memberi setelah menerima, dan mengamalkan kepada orang lain dengan cara-cara yang bijak, memahami local wisdom, dan bermental kuat,” ucapnya.
“Yaitu di antaranya istikamah, teguh pendirian, gigih, sabar, syukur, dan mampu memberikan contoh tauladan yang baik,” tutupnya. (Iwan Abdul Gani)