Hikmah

Dakwah di Kalangan Sosialita

Oleh : Dr. H. Tafsr M.Ag. (Dosen Fak. AgamaI AIN Walisongo Semarang, Ketua PWM Jawa Tengah)

Pengertian dakwah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama. Dalam konteks ini tentunya adalah dakwah ajaran Islam. Dakwah Islam pada hakikatnya merupakan sebuah manifestasi cinta kasih terhadap sesama manusia. Dengan demikian maksud dalam berdakwah adalah untuk mengajak dalam hal kebaikan kepada sesama manusia.

Landasan dalam berdakwah sudah diatur dalam Q.S Ali Imron : 104, yang artinya : “Dan Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ”. Ayat ini menunjukkan kewajiban dalam berdakwah bagi setiap individu untuk mengajak kepada manusia yang lainnya untuk ber-amar ma’ruf dan nahi munkar sesuai dengan kemampuan masing-masing. Namun, setiap individu itu kurang efektif apabila dilakukan dengan sendirian dalam berdakwah.

Perlu diketahui, arti dari “segolongan umat yang menyeru” adalah bahwa dalam berdakwah tidak sendirian, tetapi dengan membentuk sebuah komunitas yang tentunya terdiri banyak orang, sehingga bisa bersama-sama untuk berdakwah. Dengan demikian, dakwah akan menjadi lebih ringan, mudah dan terstruktur karena dilakukan dengan spirit berjamaah.

Realitas yang ada di masyarakat adalah dakwah masih banyak  membahas seputar pemberantasan TBC (Takhayyul, Bid’ah dan Churafat) secara frontal. Dampaknya adalah masyarakat masih kurang menerima dakwah yang disampaikan. Mengingat masyarakatnya masih melekat dengan budaya yang kental, sehingga masih sangat sulit untuk ditinggalkan budaya-budaya tersebut, yakni budaya yang masih jumud, keterbelakangan dan bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Berdakwah adalah sebuah proses. Proses bertahap untuk merubah manusia menjadi muslim sejati. Tidak langsung seketika berubah sesuai apa yang diharapkan.

Dakwah yang masih kurang membudaya itu merupakan sebab masalah paling utama. Belum bisa adaptasi dengan kultur budaya yang ada. Problem inilah kemudian menjadikan masyarakat kurang menerima dakwah yang telah disampaikan. Bahkan yang lebih parah lagi, dakwah bisa tolak, sehingga justru akan menimbulkan masalah lebih serius lagi, yakni akan terjadi konflik sosial. Yang relevan adalah seorang pendakwah harus melakukan pendekatan kultural, sama halnya dakwah yang dilakukan oleh Walisongo yang sudah terbukti berhasil dan bisa dirasakan sampai sekarang ini.

Seorang pendakwah juga harus mengetahui dan mempelajari kultur budaya lokal. Pendakwah tidak harus menghilangkan budaya yang ada. Justru dengan budaya itu dapat digunakan sebagai media dan alat untuk menyampaikan dakwah ajaran Islam. Pendakwah harus mampu berpikir kreatif, sehingga selalu ada cara untuk memberikan syiar dakwah yang mencerahkan, menyenangkan, sejuk dan damai kepada masyarakat.

Selain itu, masih banyak juga dakwah yang terlalu formal, intelektualis dan serius, sehinggga seringkali masyarakat menjadi jenuh dan bosan. Tidak ada humorisnya. Suasana menjadi kering. Melihat realita dakwah yang cenderung eksklusif dan terlalu serius, sudah seharusnya itu menjadi evaluasi untuk mengubah metode dakwah. Harapannya adalah dakwah bisa diterima di kalangan masyarakat disemua elemen.

Arti sosialita yang sebenarnya adalah orang yang memiliki derajat tinggi atau bisa dikatakan orang terpandang dan memiliki jiwa sosial terhadap masyarakat yang lemah atau kurang mampu. Ini adalah pengertian sosialita yang positif. Namun sekarang istilah dari sosialita sudah bergeser nilai menjadi istilah yang terkesan negatif di mata masyarakat umum. Karena sekarang pengertian dari sosialita adalah orang suka kehidupan glamour dan menghabiskan banyak uang dengan tujuan diakui atas kekayaannya. Semua kehidupannya serba mewah dan wah.

Budaya di kalangan masyarakat sosialita adalah masyarakat yang glamaour, berduit dan elit. Kebanyakan sosialita adalah masyarakat yang masih jarang dan awam dengan ilmu agama. Oleh karena itu, sangat tidak pantas apabila pendakwah melakukan gaya berdakwahnya disesuaikan dengan masyarakat yang sudah sering menerima ilmu agama. Memahami budaya mereka menjadi kunci utama sebagai tolok ukur sukses dan berhasilnya dakwah yang telah disampaikan. Pun juga hasil dari dakwahnya akan diterima dengan senang dan damai tanpa ada rasa keberatan dan keterpaksaan. Secara tidak langsung ini adalah bagian dari pendekatan kultural dan penuh dengan rasa kekeluargaan.

Melihat latar belakang budaya di kalangan sosialita yang seperti itu, seorang pendakwah harus mengetahui bahwa masyarakat masih berproses dan belajar menjadi muslim kaffah. Dakwah yang disampaikan harus sesuai dengan kemampuan masyarakat menyerap materi. Materi dakwah juga harus dikemas dan disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan menggembirakan.

Perlu diketahui bersama bahwa berdakwah tidak hanya menggunakan lisan dan tulisan. Akan tetapi, berdakwah dengan melakukan sebuah amal nyata itulah yang paling utama. Melakukan sebuah amal nyata merupakan goal dari dakwah lisan dan tulisan. Amal adalah bukti dari telah menciptakan sebuah keteladanan. Singkatnya adalah berdakwah dengan keteladanan. Seperti halnya Organisasi Masyarakat Muhammadiyah tidak hanya berdakwah dengan menggunakan lisan melalui Majelis Tabligh-nya  dan menggunakan tulisan melalui Mejelis Pustaka dan Informasi-nya. Akan tetapi, dengan Amal Usaha Muhammadiyah seperti Pendidikan dan Pelayanan Sosial seperti Rumah Sakit dan Panti Asuhan itu juga merupakan Dakwah Muhammadiyah yang sebenarnya.

Tulisan ini pernah dipublikasikan pada Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 8, Agustus 2017, Rubrik Hikmah

Sumber Ilustrasi : https://apkpure.com/id/mosque-wallpapers/com.anadolu.camiduvar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *