Wawasan

Dakwah Islam Berkemajuan Di Kepulauan

Oleh: Muhammad Rafli Ramadhan*

Perjalanan bangsa ini tidak lepas dari nama KH. Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah. Peran besar Muhammadiyah dalam pembangunan bangsa tercermin dalam segala sendi kehidupan bangsa. Fondasi gerakan Muhammadiyah atas telaah Dahlan dalam  membaca teks Al-Qur’an dan konteks sosial Kauman saat itu, membawa perubahan besar bagi Indonesia dan dunia. Jumlah amal usaha yang dimiliki Muhammadiyah mencapai ribuan dan tersebar keseluruh pelosok negeri. Capaian ini jelas secara kuantitas sangat membanggakan. Hal  ini bisa menjadi tantangan dan peluang bagi dakwah Muhammadiyah.

Gerakan dakwah amar ma’ruf  nahi munkar Muhammadiyah menuai banyak apresiasi dari lapisan masyarakat Indonesia, karena dalam gerakan ini Muhammadiyah mampu untuk memberikan jawaban-jawaban dari tantangan problematika keumatan yang sedang dihadapi.  Tantangan dakwah Muhammadiyah selalu berbeda dan berkembang setiap zamannya. Apa yang dilakukan Muhammadiyah sejak awal berdirinya hingga saat ini terus mengalami metamorphosis.  Hari ini Muhammadiyah memiliki banyak sekali tantangan dan peluang yang harus dijawab dengan ide-ide segar dan aksi nyatanya.

Tantangan Dakwah Kepulauan

Tantangan yang dihadapi Muhammadiyah tidak sesederhana mengadakan  pengajian untuk mencerahkan jamaah masjid atau masyarakat lokal. Masyarakat dunia dengan  berbagai ideologi dan budaya yang dibawanya telah bertarung sengit. Semua mempunyai  eksistensi dan kesempatan yang sama. Golongan yang paling aktif dan inovatif akan memegang  kendali kuat di dunia sekitar. Muhammadiyah sudahkah mengambil peran dakwah secara optimal di seluruh pelosok negeri ini?.

Kita akui bersama memang Muhammadiyah lebih concern mengurusi dakwah pada wilayah kontinental (model daratan). Sementara model “dakwah kepulauan” belum sepenuhnya menjadi perhatian serius, terutama pengurus Muhammadiyah di daerah-daerah kepulauan. Apalagi di daerah Pulau Pari, Adm. Kabupaten Kepulauan Seribu DKI Jakarta yang belum memiliki struktural pimpinan Muhammadiyah pastinya akan memiliki tantangan luar biasa dan masyarakat juga kurang terbuka.

Pada wilayah kepulauan, Muhammadiyah kering dari gagasan pembaruan pemahaman keagamaan, terutama dalam hubungannya dengan realitas masyarakat Muslim yang hidup dan bergelut di tengah-tengah persoalan kepulauan. Pada momentum ketika syiar dakwah Muhammadiyah mulai masif melalui kegiatan KKN Bahari tahun 2023 kolaborasi antara Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Universitas Muhammadiyah Bogor Raya, Universitas Muhammadiyah Cirebon, dan Universitas Muhammadiyah Kupang, penulis mulai merasakan bahwa tantangan dakwah Islam Berkemajuan perlu terus digemborkan dimanapun berada.

Problem yang dihadapi masyarakat kepulauan diantaranya kemiskinan, terbatasnya infrastruktur dan transportasi, daya dukung sumber daya manusia yang amat minim, air bersih, rentan terhadap bencana pesisir, dan pencemaran laut. Wilayah kepulauan merupakan tantangan dakwah bagi Muhammadiyah saat ini dan ke depan. Sebagaimana diungkapkan, Anshary (1960), dakwah harus sampai ke ufuk. Kegiatan dakwah tidak memilih angin. Dengan demikian, dalam rangka membangun bangsa, membangun dunia yang membahagiakan dan menyejahterakan segenap umat manusia, peran dakwah menjadi penting. Apabila tantangan pembangunan besar dan menjadi lebih besar lagi, peran dakwah pun menjadi semakin besar.

Perkembangan model dakwah Muhammadiyah terus mengalami perkembangan, walau memang tidak dapat dikatakan stagnan. Kita pernah mengenal metode dakwah Muhammadiyah seperti dakwah bil-haal, dakwah bil-lisaan, dakwah bil-hikmah, dan dakwah bit- tadwin. Seiring berjalannya waktu, Muhammadiyah dengan kemajuannya terus mengembangkan konsepsi-konsepsi dakwah yang mampu memberikan solusi keumatan, hingga Muhammadiyah mengusung konsep dakwah kultural. Dakwah kultural merupakan kelanjutan dari mata rantai program gerakan jamaah dan dakwah jamaah, keluarga sakinah, dan qaryah thayyibah yang digulirkan sejak muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujungpandang (1971) hingga muktamar ke-41 di Surakarta (1985).

Baca Juga: Lemah Lembut dalam Berdakwah

Muhammadiyah dan Dakwah Kultural

Dalam perjalanan dakwah yang panjang, dakwah dalam Islam sudah mulai bertransformasi  dari zaman Rasul Shallallahu’alaihiwasallam yang bertransformasi sosial kualitatif mengubah  masyarakat Arab Jahiliah ke masyarakat Islam. Jika dilihat dari sudut pandang zaman sekarang, Islam membutuhkan transformasi dakwah untuk merubah dunia sekitar menjadi media ladang dakwah. Dakwah kultural lebih dimaksudkan untuk menjawab tantangan zaman, dengan seluruh wewenangnya untuk memberikan apresiasi terhadap budaya yang berkembang, serta menerima dan menciptakan budaya yang baru dan lebih baik sesuai dengan pesan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Konsep dakwah kultural dimaksudkan untuk mengubah strategi dakwah menjadi lebih dinamis dan relevan di setiap ruang dan waktu.

Ciri dakwah kultural adalah dinamis, kreatif, dan inovatif. Karakter dakwah seperti ini telah dipraktikkan oleh Nabi SAW dalam membawa risalah Islam. Dakwah yang dilakukan Nabi SAW di Makkah dan Madinah selama 23 tahun dilakukan dengan memperhatikan dimensi kerisalahan, dimensi kerahmatan, dan dimensi kesejarahan. Hasilnya, orang menaruh simpati.

Maka dari itu, pendekatan dakwah kultural dibutuhkan untuk memberi solusi dan pencerahan  umat, khususnya Muhammadiyah di era sekarang ini. Dari penjelasan tersebut, sudah dapat  mendefinisikan bahwa dakwah kultural adalah dakwah yang tidak hanya membahas ibadah mahdlah  saja, tetapi Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta mengikuti transformasi zaman, termasuk membumikan dakwah di era sekarang.

Pembahasan tentang orientasi religiusitas dan literasi dakwah Muhammadiyah tentu sangat erat kaitannya dengan perkembangan dakwah. Karena Muhammadiyah diharapkan tumbuh menjadi solusi problematika masyarakat.

Hal ini juga sejalan dengan arah gerak Muhammadiyah, bahwa organisasi Muhammadiyah  merupakan gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang bertujuan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Sebagai salah satu organisasi masyarakat terbesar di dunia, tentu Muhammadiyah harus  memiliki komitmen kepada Islam. Namun bentuk komitmen itu tidak sebatas ucapan akan tetapi dalam bentuk aksi nyata. Bentuk keislaman dan keimanan seseorang ialah dengan adanya amal nyata dalam kehidupan, baik dalam individu maupun kelompok khususnya di persyarikatan  Muhammadiyah

Dari paparan tulisan yang penulis buat, besar harapan syiar dakwah Muhammadiyah terus melesat di Darat, Udara dan Laut, terutama di wilayah Kepualan melalui konsep dakwah kultural serta mampu menyebarluaskan sayap dakwah Islam Berkemajuan melalui struktur Pimpinan. Sehingga pada intinya segala proses dalam dakwah harus mencakup berbagai aspek kehidupan manusia dan memerhatikan segala perubahan yang ada, seperti perkembangan sosial kemasyarakatan. Dengan begitu dakwah dapat menciptakan sumber daya manusia  yang unggul sesuai zamannya.

Transformasi pada dakwah sangat diperlukan dan harus dipraktikan  oleh para dai, khususnya Muhammadiyah. Walaupun segala perubahan yang ada di masyarakat berkembang pesat, tetapi Muhammadiyah harus bisa lebih maju, baik dari segi pemikiran,  keterampilan, dan lainnya supaya dapat memaksimalkan keberhasilan dalam dakwah. Maka dari  itu, segala bentuk transformasi pada dakwah kultural diperlukan dan untuk menciptakan Islam yang  sebenar-benarnya, maka segala aspek kebutuhan dalam masyarakat harus dapat dijangkau dan  diselesaikan oleh para pendakwah, khususnya Muhammadiyah.

*Fasilitator KKN Bahari 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *