Politik dan Hukum

Dilema Perkawinan Belum Tercatat dalam Kartu Keluarga: Maslahat atau Madharat?

Oleh: Rita Pranawati

Beberapa saat yang lalu, viral TikTok yang dibuat oleh Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri bahwa pasangan nikah siri bisa mengurus kartu keluarga. Berita ini sempat membuat geger dengan berbagai asumi yang berkembang. Asumsi tersebut antara lain berarti akan banyak suami yang menikah diam-diam dan memiliki kartu keluarga? Bagaimana status hubungan anak dan ayah biologis? Sepertinya akan lebih mudah mengurus kartu keluarga dengan perkawinan belum tercatat daripada mengurus dispensasi kawin atau perkawinan pada umumnya. Kecemasan tersebut tentu harus diurai secara jernih apa maksud dari aturan tersebut, apakah ada substansi aturan yang tidak tepat? Serta apakah ada hak orang lain yang terlanggar dari pemenuhan hak akte kelahiran?

Identitas Kependudukan

Pemenuhan hak identitas warga adalah hak sipil yang harus dipenuhi oleh negara kepada warganya tanpa kecuali. Aturan terkait administrasi kependudukan terus mengalami perubahan menyesuaikan dengan kebutuhan identitas warga.

Pada tahun 2010-an, capaian akte kelahiran anak masih rendah. Salah satu alasannya adalah karena orang tua tidak ingin menulis akte anak tanpa ada identitas orang tua. Selain itu juga ada kurang lebih 2300-an komunitas adat yang tidak memiliki buku nikah dan tidak memiliki akte kelahiran. Sebagai solusinya, maka dikeluarkanlah Permendagri Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akte Kelahiran sebagai turunan dari perubahan Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan pada tahun 2013, yang diikuti dengan lahirnya Perpres Nomor 96 Tahun 2018, PP Nomor 40 Tahun 2019, dan Permendagri Nomor 108 Tahun 2019.

Pemerintah memiliki maksud baik dalam pemenuhan hak sipil semua warga negara tanpa kecuali. Seorang anak yang lahir dalam perkawinan yang belum tercatat tetap dapat memiliki akte kelahiran dengan nama kedua orang tuanya dengan mencantumkan perkawinannya belum tercatat. Selain itu, kepada orang tua tersebut sebelumnya diminta menyerahkan Surat Pertanggung Jawaban Mutlak (SPTJM) yang menerangkan bahwa keterangan tersebut adalah benar adanya, ada dua orang saksi, dan segala hal dampak dari pernyataan tersebut menjadi tanggung jawab penanda tangan dari yang bersangkutan. Dampak dari aturan ini, capaian akte kelahiran meningkat pesat mencapai 90% lebih.

Bentuk perkawinan di masyarakat cukup beragam baik yang tercatat maupun tidak tercatat. Secara umum bagi Muslim, perkawinan dicatatkan oleh Petugas Pencatat Nikah saat ini melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan bagi penduduk lainnya mencatatkan perkawinannya di Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Namun masih ada kelompok adat yang kesulitan dalam mencatatkan perkawinannya karena adanya bukti yang dibutuhkan, yaitu Surat Keterangan telah terjadi perkawinan dari pemuka agama atau penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME. Sedangkan pada perkawinan Muslim, maka masih banyak perkawinan tidak tercatat yang berbentuk siri khususnya peristiwa perkawinan sebelum tahun 1974.

Baca Juga: Hak Perempuan dan Anak dalam Perkawinan Masih Perlu Disoroti

Identitas akte kelahiran sangat penting mengingat akte merupakan identitas dasar setelah memiliki Nomor Induk Kependudukan. Akte kelahiran juga diperlukan saat mengurus Paspor yang seringkali akan digunakan ibadah haji atau umrah bagi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terkait akte kelahiran adalah fakta tak terelakkan sekaligus menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya.

Mencermati perkembangan kebijakan administrasi kependudukan dapat dipilah sebagai berikut. Secara umum bagi perkawinan Muslim yang terjadi sebelum tahun 1974 saat lahirnya Undang-Undang Perkawinan dapatlah dimaklumi dengan menggunakan frasa perkawinan belum tercatat. Namun, pemerintah sudah seharusnya mendorong proses isbat nikah sehingga kemudian perkawinannya tercatat. Selain itu, bagi perkawinan adat dan perkawinan selain Islam, dapat didorong untuk diselesaikan dengan memenuhi syarat dengan mempermudah akses surat dari tokoh adat atau tokoh agama.

Pembatasan masa berlaku kartu keluarga dengan frasa perkawinan belum tercatat penting dilakukan. Misalnya kartu keluarga hanya berlaku sekali selama 6 bulan, hanya untuk keperluan pengurusan akte anak, dan tidak dapat diperpanjang. Hal ini mengingat bahwa capaian akte kelahiran telah mencapai lebih dari 95%. Selain itu juga bahwa perkawinan di KUA hari ini memiliki kebijakan nol rupiah. Artinya ketika perkawinan dilaksanakan pada jam kerja dan di KUA maka pelaksanaan perkawinan tersebut gratis. Sehingga tidak ada lagi alasan sulitnya atau mahalnya biaya nikah.

Berbagai dilema ketika ada frasa perkawinan tercatat sangat komplek. Saksi dalam SPTJM bukanlah saksi perkawinan siri. Selain itu, jika ada frasa yang perkawinannya belum tercatat, maka saat ini telah berlaku single identity number, sehingga seseorang hanya dapat berada pada satu Kartu Keluarga. Namun demikian, dalam kondisi tersebut tetap dapat berpotensi melakukan perkawinan tidak tercatat dengan kartu keluarga utama tetap di KK keluarga pertama sedangkan di kartu keluarga lainnya adalah perkawinan poligami. Dalam kondisi tersebut, dapat pula terjadi perkawinan usia anak yang menghindari dispensasi kawin. Selain itu, jika ada perkawinan tidak tercatat, maka bagaimana jika terjadi perceraian? Kondisi tersebut justru merugikan perempuan sekaligus anak.

Perkawinan Tercatat: Melindungi Hak Perempuan dan Anak

Perkawinan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kondisi apapun peristiwa perkawinan harus melandaskan pada tujuan perkawinan itu sendiri.

Salah satu Ketua MUI sempat menyampaikan bahwa sahnya perkawinan adalah jika sah menurut hukum agama itu sendiri. Pernyataan tersebut benar adanya, namun tidak mengandung kemaslahatan dan kepastian hak perempuan dan anak. Apalagi dalam Undang-Undang Perkawinan juga disebutkan bahwa selain sah menurut hukum agama masing-masing dan kepercayaannya, maka perkawinan dicatatkan sesuai aturah hukum yang berlaku. Pencatatan memberikan jaminan kepastian hukum bagi perempuan dan anak, kepastian identitas orang tua dan nasab, serta menunjukkan komitmen pasangan sebagai upaya mencapai tujuan perkawinan.

Salah satu argumentasi yang muncul dengan frasa perkawinan belum tercatat adalah tujuannya melindungi perempuan dan anak. Namun sejatinya perlindungan tersebut adalah semu karena ada perempuan dan anak lain yang sah perkawinannya menjadi terdampak dan tersakiti dengan kejadian tersebut.

Status perkawinan tidak tercatat jika terjadi hari ini perlu dicurigai sebagai bentuk penghindaran dari perkawinan yang sah dan tidak memiliki komitmen yang kuat mengingat perkawinan hari ini gratis jika dilakukan di KUA. Selain itu, Badan Peradilan Agama (BADILAG) menyebut ada banyak perkawinan ‘siri’ yang tidak dapat diisbatkan karena tidak sesuai rukun dan syarat sahnya perkawinan menurut agama alias ‘siri’ abal-abal. Hal ini menggambarkan bahwa potensi masalah dalam perkawinan tidak tercatat sangat besar karena lemahnya komitmen yang ada. Artinya, sebuah kebijakan harus melandaskan pada seluruh kebijakan yang ada.

Berbagai upaya harus dilakukan agar perkawinan dapat membawa kemaslahatan. Edukasi perkawinan sah dan tercatat harus terus dilakukan kepada semua kalangan. Upaya mendorong kebijakan memberikan kemudahan dan keringanan biaya isbat nikah harus terus diupayakan. Semua pemangku kepentingan perlu mendorong perkawinan sah dan tercatat untuk mencapai tujuan perkawinan.

Related posts
Kalam

Cara Memilih Jodoh Menurut Islam

Di dalam al-Quran, Allah swt. menjelaskan bahwa segala sesuatu, termasuk manusia, diciptakan saling berpasang-pasangan. Tujuan dari penciptaan yang berpasang-pasangan itu adalah agar…
Hikmah

Poligami dalam Perspektif Islam Berkemajuan

Oleh: Hamim Ilyas Poligami atau perkawinan dengan istri lebih dari satu dalam waktu yang sama, terus menjadi kontroversi di kalangan umat. Kontroversi…
Keluarga Sakinah

Pendidikan Pra-Nikah untuk Meraih Keluarga Sakinah

Oleh: Siti ‘Aisyah Pernikahan merupakan fitrah kemanusiaan universal. Allah telah menciptakan makhluk-Nya secara berpasangan karena dengan berpasangan itulah kehidupan ini lestari. Allah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *