KalamKesehatan

Donor ASI Perspektif Muhammadiyah

Jamaah rahimakumullah

Kehadiran anak dalam sebuah rumah tangga merupakaan dambaan bagi pasangan suami-istri. Islam memandang anak merupakan anugerah sekaligus amanah. Anak adalah anugerah dari Allah karena mampu mendatangkan kebahagiaan dan kesempurnaan dalam rumah tangga. Maka menjadi kewajiban bagi orang tua untuk menjaga anugerah tersebut dengan membesarkan, memberikan kasih sayang, dan mendidiknya dengan baik.

Posisi anak dalam rumah tangga juga menjadi sebuah amanah bagi orang tua hingga wajib menjaga amanah tersebut sejak dilahirkan ke dunia dengan memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan spiritualnya dengan baik. Segala upaya untuk melindungi dan menumbuhkan generasi yang unggul harus diupayakan oleh orang tua sebagai sebuah investasi jangka panjang (long term investation). Salah satu upaya tersebut yaitu dengan memberikan asupan gizi terbaik sejak anak dilahirkan melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI).

Pemberian ASI kepada seorang bayi menjadi titik awal untuk mewujudkan generasi yang sehat dan sejahtera. Pemberian ASI kepada bayi baru lahir merupakan amanah dari Allah yang termaktub di dalam Q.s. al-Baqarah [2]: 233,

وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَاۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَاۗ وَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ۝٢٣٣

Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Menurut syeikh Wahbah Zuhaili, menyusui bayi dianjurkan untuk disempurnakan hingga dua tahun secara sempurna, sedangkan pemberian ASI Eksklusif diwajibkan selama 6 bulan tanpa dibarengi dengan asupan yang lain.

Hal ini telah dipertegas al-Quran sejak 14 abad silam yang lalu melalui firman Allah di dalam Q.s. al-Ahqaf [46]: 15,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًاۗ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًاۗ وَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًاۗ حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ ۝١٥

Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu selama tiga puluh bulan. Ayat tersebut menyebutkan bahwa masa minimal lahir seorang bayi hingga sempurna menyusui adalah 30 bulan. Sementara menurut medis disebutkan bahwa masa minimal janin bisa dilahirkan yaitu di usia 6 bulan, sedangkan 24 bulan merupakan masa menyusui anak.

Dalam terminologi Islam, menyusui disebut dengan rhada’ah yang berasal dari akar kata radha’a – yardho’u – rodh’an –radha’a – radha’atan, yaitu suatu kegiatan bayi mengisap susu dari ibunya langsung. Bayi itu disebut sebagai ar-rhadi, sedangkan ibu yang menyusuinya disebut dengan istilah al-murdhiah. Mayoritas ulama madzhab mendefinisikan radha’ah sebagai sesuatu yang masuk ke dalam perut anak, baik melalui jalan normal maupun tidak melalui jalan normal. Imam al-Jaziri menambahkan bahwa kegiatan menyusui ini diberikan kepada bayi di bawah usia 2 tahun atau 24 bulan.

Banyak manfaat yang diperoleh seorang bayi yang mendapatkan asupan ASI, di antaranya adalah: ASI terbukti mengandung hormon anti alergi, anti inflamasi, dan unsur kekebalan tubuh. Selain berguna sebagai pembentukan fisik anak yang sehat, ASI juga mampu melindungi bayi dari risiko munculnya penyakit diabetes, asma, leukemia, eksim, dan ISPA. Adapun manfaat menyusui bagi sang ibu di antaranya adalah: mencegah pendarahan, menunda haid dan kehamilan, mengurangi risiko kegemukan, mencegah kanker indung telur, dan secara ekonomis hemat.

Selain memiliki banyak nilai maslahat bagi ibu dan bayi, menyusui juga memuat nilai-nilai tauhid sebagai upaya menaati perintah Allah tentang kewajiban menyusui dan nilai keadilan dengan memberikan hak-hak anak untuk mendukung pertumbuhannya dan melindungi dari penyakit berbahaya.

Hadirin yang berbahagia
Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia saat ini baru tercapai kurang lebih 80 persen. Data ini memberikan tantangan bagi semua pihak untuk mendukung pemenuhan ASI dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Beberapa tantangan dalam pemberian ASI Eksklusif yaitu: pertama, masih rendahnya pemahaman orang tua mengenai manfaat dari ASI Eksklusif. Dalam beberapa penelitian, ASI eksklusif bermanfaat dalam mencegah anak stunting dan kandungan di dalam ASI, yaitu oligosakarida berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh bayi dari berbagai penyakit. Namun, pemahaman yang masih rendah di kalangan orang tua menyebabkan beberapa ibu yang justru memberikan makanan tambahan atau susu formula ketika anak berusia di bawah 6 bulan karena merasa bahwa ASI saja tidak cukup.

Kedua, faktor psikologis ibu ketika masa menyusui yang dalam beberapa kondisi merasakan beban yang berat, seperti munculnya sindrom baby blues, stres akibat tuntutan pekerjaan, kurangnya asupan nutrisi bagi ibu sehingga memengaruhi kualitas dan kuantitas ASI.

Produksi ASI juga dipengaruhi oleh seberapa bahagianya seorang ibu ketika masa menyusui, karena produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Hormon oksitosin dikenal dengan hormon bahagia sehingga berpengaruh erat dengan kondisi psikologis, fisik, dan emosional ibu.

Jika seorang ibu merasa tertekan dalam masa menyusui, maka produksi ASI akan sedikit. Di sinilah perlunya dukungan orang-orang terdekatnya, terutama suami dalam memberikan dukungan dan perhatian bagi ibu.

Ketiga, masih tingginya penggunaan susu formula kepada bayi yang baru lahir karena beberapa alasan, seperti produksi ASI yang tidak lancar, kesibukan bekerja, ibu memiliki penyakit tertentu, adanya gangguan hormon sehingga mengganggu produksi ASI, dan adanya beberapa keengganan ibu dalam menyusui bayinya karena alasan kecantikan.

Jamaah yang dirahmati Allah,
Jika terdapat beberapa masalah terkait pemberian ASI Eksklusif kepada bayi, Islam telah menawarkan solusi, yaitu dengan donor ASI. Donor ASI adalah kegiatan memberikan ASI dari ibu menyusui kepada bayi lain yang membutuhkan. Proses ini dilakukan dengan memastikan bahwa ASI yang didonorkan aman dan layak konsumsi bagi bayi penerima.

Meskipun istilah donor ASI tidak dikenal dalam sejarah Nabi Muhammad saw., namun tradisi menyusukan bayi kepada perempuan lain sudah menjadi kebiasaan lazim pada waktu itu. Rasulullah sendiri mendapatkan donor ASI dari beberapa perempuan, yaitu Suaibah dan Halimatussadiyah. Donor ASI dalam Islam diperbolehkan menurut kesepakatan mayoritas ulama. Dalam pandangan Muhammadiyah, donor ASI diperbolahkan melihat zahir ayat al-Quran,

وَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ۝٢٣٣

Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan bayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (Q.s. al-Baqarah [2]: 233).

Donor ASI juga merupakan perkara muamalah dunyawiyah yang hukumnya mubah berdasarkan kaidah fikih,

اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ

Pada dasarnya (hukum) asal dalam masalah muamalah adalah boleh/mubah, kecuali ada dalil yang menunjukkan sebaliknya.

Salah satu hasil ijtihad Tarjih Muhammadiyah terkait donor ASI dapat ditemukan dalam Fikih Perlindungan Anak yang dirumuskan pada Munas Tarjih XXX di Makassar. Islam menekankan penyusuan, sehingga dalam al-Quran dengan eksplisit disebutkan durasi penyusuan dua tahun penuh. Bahkan jika sang ibu tidak sanggup menyusui sendiri, al-Quran memberikan petunjuk untuk menyusukan anaknya kepada seorang ibu susuan (donor ASI).

Selain berlandaskan aspek bayani, kebolehan donor ASI sesuai dengan aspek burhani, yaitu terbentuknya generasi yang sehat jasmani dan rohani yang sesuai dengan spirit Islam, yaitu menjadi muslim yang kuat. Hal ini sebagaimana yang diinginkan Rasulullah dalam sabdanya,
َ
َ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

Kebolehan donor ASI merupakan salah satu ijtihad untuk melahirkan generasi yang kuat dan tidak lemah di masa depan, sebagaimana yang selalu diingatkan Allah
dalam Q.s. an-Nisa [4]: 9,

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا ۝٩

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Sedangkan dari aspek irfani, donor ASI merupakan bentuk kasih dan sayang (ihsan) kepada seorang bayi dengan memberikan nutrisi terbaiknya dan bertujuan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah.

Meskipun Islam membolehkan donor ASI, namun ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam melakukannya, di antaranya yaitu: pertama, sesuai syariat Islam, yaitu ibu yang akan menjadi pendonor memiliki identitas yang jelas, beragama Islam, sehat secara jasmani dan rohani.

Kedua, prinsip transparansi dalam bentuk kejelasan akad. Artinya donor ASI tidak dilakukan secara akad komersiil namun dianjurkan untuk memberikan upah yang layak kepada ibu yang telah mendonorkan ASI. Ketiga, prinsip kerelaan dengan adanya persetujuan antara kedua belah pihak.

Jamaah rahimakumullah,
Donor ASI akan menimbulkan implikasi hukum syariat bagi bayi yang menerimanya, yaitu terjadinya hubungan saudara sepersusuan yang menyebabkan tidak sah untuk dinikahi. Ulama berbeda pendapat mengenai ketentuan menjadi mahram. Perbedaan tersebut menyangkut jumlah kadar susuan, usia bayi yang disusui, dan cara ASI tersebut dikonsumsi bayi.

Sebagian ulama berpendapat banyak atau sedikit jumlah kadar ASI yang dikonsumsi bayi maka berlaku hukum mahram berdasarkan dengan keumuman ayat al-Quran yang mutlak tanpa menyebutkan kadar susuannya. Pendapat ini dipilih oleh Hanafiyah, Malikiyah, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya.

Pendapat lainnya dari Ibnu Hazm (golongan Dzahiriyah), Syafi’iyah, Hanabilah, dan Zaidiyah mengatakan, si bayi baru akan terikat mahram dengan ibu susuannya jika sudah mencapai lima kali susuan yang banyak. Susuan itu juga harus terpisah dan mengenyangkan si bayi. Pendapat ketiga menyebutkan bahwa susuan bayi menyebabkan mahram jika sudah lebih dari 3 kali susuan. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad, Daud bin Ali adz-Dzahiri, Abu Tsaur, dan Ibnu al-Mundzir dengan landasan dalil merujuk kepada hadis Rasulullah Saw., “Tidak haram untuk menikah karena sekali atau dua kali susuan” (H.r. Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Maajah).

Hadirin yang berbahagia,
Bagaimana pandangan Tarjih Muhammadiyah? Dari beberapa pendapat tersebut, Muhammadiyah berpendapat bahwa hubungan mahram akan terjadi jika bayi telah mendapatkan 5 kali susuan yang mengenyangkan bayi. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw.

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ فِيمَا أُنْزِلَ مِنَ الْقُرْآنِ: عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ، ثُمَّ نُسِخْنَ، بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ، فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ [رواه مسلم].

Dari Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: “Telah diturunkan dalam al-Quran sepuluh kali persususan yang dapat menjadikan mahram, lalu dihapus (ketentuan itu) menjadi lima kali, kemudian Rasulullah wafat, sedangkan perkara ini tetap pada hal ini (sebanyak lima kali)” (H.r. Muslim).(H.r. Muslim).

Hadis ini menasakh ketentuan alQuran yang menyebutkan bahwa ketentuan mahram jika telah 10 kali penyusuan. Selain penyebab mahram dengan jumlah penyusuan sebanyak 5 kali, Muhammadiyah menyebutkan dalam ijtihadnya bahwa bayi yang disusui harus di bawah 2 tahun dan mampu menumbuhkan daging dan membentuk tulang, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis riwayat ‘Aisyah,

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ لَا رَضَاعَ إِلَّا مَا شَدَّ الْعَظْمَ وَأَنْبَتَ اللَّحْمَ …عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَعْنَاهُ وَقَالَ أَنْشَزَ الْعَظْمَ [رواه أبو داود]

Dari Ibnu Mas’ud (diriwayatkan), ia berkata; Tidaklah (dianggap) persusuan kecuali yang dapat menguatkan tulang dan menumbuhkan daging. … dari Ibnu Mas’ud dari Nabi saw dengan makna yang sama dengannya, dan ia berkata; serta menumbuhkan tulang (H.r. Abū Dāwud).

Meskipun bayi yang mendapat donor ASI berstatus mahram bagi ibu yang menyusui dan saudara sepersusuannya, namun bayi tersebut tidak memiliki hubungan nasab kepada orang tua yang menyusuinya.

Perdebatan lain muncul terkait metode pemberian donor ASI kepada bayi yang bisa menimbulkan terjadinya saudara sepersusuan, yaitu apakah harus dengan menyusu secara langsung atau menyusu dengan alat lain, seperti menggunakan botol dot dan sejenisnya. Tampaknya perbedaan pendapat ulama ini terkait dengan makna mashshah atau imtishah yang tersurat dalam teks-teks primer.

Kelompok pertama berpendapat hubungan mahram akan terjadi jika bayi mengisap langsung kepada ibu yang menyusui. Jadi syarat “mashshah” menjadi penyebab terjadinya mahram berdasarkan pada keumuman dan makna tekstual hadis Rasulullah Saw.,

Dari ‘Aisyah ra. berkata, bersabda Rasulullah Saw, serta berkata Suwaid dan Zuhair, bahwasanya Nabi Muhammad Saw. bersabda: Sekali dan dua kali hisapan tidaklah menjadikan mahram (H.r. Muslim dan Jama’ah). Lain halnya pendapat kelompok kedua yang menyebutkan bahwa donor ASI baik secara langsung ataupun melalui botol ASI tetap mengakibatkan terjadinya hubungan mahram.

Jamaah yang dirahmati Allah,
Melihat banyaknya manfaat ASI bagi seorang bayi, maka sudah sepatutnya kita mendukung pemberian ASI eksklusif kepada bayi, terutama di usia 0-6 bulan pertama. Keberhasilan pemberian ASI seorang ibu kepada bayinya membutuhkan dukungan banyak pihak, terutama suami dan keluarga terdekatnya. Banyak kasus di mana seorang ibu gagal memberikan ASI kepada bayinya karena mengalami stres paska melahirkan (baby blues), kelelahan, penyakit tertentu, atau kekurangan asupan nutrisi bergizi bagi ibu, sehingga menyebabkan produksi ASI-nya sedikit atau kandungan ASI-nya kurang berkualitas.

Oleh sebab itu, perlu dukungan banyak pihak kepada ibu menyusui. Beberapa bentuk dukungan tersebut, yakni dalam wujud regulasi dan standarisasi, kolaborasi, edukasi tentang pentingnya ASI, dan pengawas dalam kegiatan donor ASI yang transparan. Sedangkan pihak suami mendukung kesuksesan ASI istrinya dengan memberikan perhatian dan menjamin pemenuhan nutrisi yang dikonsumsi ibu dan pemberian upah yang wajar bagi yang memanfaatkan jasa donor ASI.

Perbedaan pendapat ulama mengenai status kemahraman bayi yang mendapatkan donor ASI disebabkan oleh pemahaman yang berbeda mengenai jumlah susuan yang diberikan kepada bayi dan metode menyusui bayi tersebut; apakah secara langsung atau tidak. Jika merujuk kepada pendapat-pendapat dan dalildalil yang dikemukakan, maka pendapat terkuat yaitu yang menyebutkan bahwa terjadinya mahram setelah mendapatkan lima kali susuan yang mengenyangkan dan memberikan bekas di perut bayi. Sedangkan perbedaan terkait apakah harus langsung atau tidak langsung menyusui, maka di sini penulis lebih cenderung memilih pendapat yang menyebutkan hubungan kemahraman baru terjadi jika pemberian ASI secara langsung.

Wal akhir, ijtihad mengenai perkara donor ASI perlu ditinjau ulang dengan mempertimbangkan berbagai pendekatan multidisiplin ilmu. Hal ini karena kebutuhan bayi akan ASI merupakan al-hajjah ad-dahruriyah yang berkaitan dengan pencapaian tujuan syariat Islam, yaitu hifdhu an-nafs dan hifdhu ad-din.

Wallahu’alam

*Majelis Tabligh dan Ketarjihan PP ‘Aisyiyah

 

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *