Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Perluasan dakwah dengan penekanan Islam Wasathiyah merupakan salah satu metode moderasi yang digunakan Muhammadiyah dalam menghadapi radikalisme. “Muhammadiyah telah menegaskan bahwa Pancasila merupakan pondasi berbangsa dan bernegara. Hal itu membuktikan bahwa Muhammadiyah bukanlah organisasi radikal dan sebagainya, karena yang menyusun pancasila adalah orang-orang Muhammadiyah, salah satunya yaitu Ki Bagus Hadikusumo dan Mr. Kasman Singodimejo,” ujar Dyah Puspitarini dalam diskusi kebangsaan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Muhammadiyah UMY dan DPR RI pada Kamis (10/2) dengan tema “Moderasi Indonesia: Islam Tengah dan Tantangan Persatuan Bangsa”.
Dyah menjelaskan bahwa ketika memasuki abad ke-2, Muhammadiyah menjunjung Islam berkemajuan. Apa yang dimaksud Islam berkemajuan? yaitu Islam yang tengahan, anti kekerasan, anti peperangan, memberikan kesan perdamaian, memberikan kesetaraan dan akses yang sama, dan memajukan umat dari berbagai sistem atau bidang yang ada di Indonesia.
“Muhammadiyah itu sudah mengusung moderasi atau Islam Wasathiyah sejak awal berdirinya, contohnya dalam sosial politik. Muhammadiyah menjaga etika politik yang berkeadaban, kemudian Muhammadiyah mendorong kader laki-laki dan perempuan untuk menjadi pemimpin negara, bupati, dan sebagainya,” terangnya.
Baca Juga: Muhammadiyah Menyemai Damai
Di akhir pemaparan materinya, Dyah mengatakan, “di masyarakat umum, kesan moderasi itu masih negatif. Itu merupakan perjuangan yang panjang, sehingga dengan adanya diskusi kebangsaan ini diharapkan dapat membuka mindset berpikir kita, utamanya anak-anak muda yang menjadi calon pemimpin masa depan. Mereka harus mempunyai konsep bahwa moderasi adalah jalan panjang dan jalan yang harus kita tempuh karena ini menunjukkan identitas Indonesia”.
Harapan juga dilontarkan oleh pemateri lainnya, yaitu Alfian Jafar. Ia menerangkan bahwa ada empat harapan kedepan. Pertama, moderasi tidak hanya dalam konteks agama semata. Kedua, harus diupayakan juga politik jalan tengah. Ketiga, politik yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, keseimbangan serta tidak memihak. Keempat, politi jalan tengah bukan juga politik abu-abu, prakmatis, oportunis.
Sebagai penutup, Alfian memberikan pernyataan penutup yang berbunyi “mau tidak mau, para elit politik negeri ini menghadirkan secara praksis prinsip-prinsip fundamental dari Pancasila”. (izzah)