Anak

Efek Negatif Kekerasan pada Otak Anak

Oleh : Dr. dr. Hamidah Harun, Sp.A (Dokter Spesialis Anak dan Konselor Ketahanan Keluarga Mitra Biru Makasar)

Banyak orang tua dan guru menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Bagi orang tua, dan guru tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. Padahal tindak kekerasan di rumah tangga dan sekolah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak dapat digolongkan menjadi:

1). Penyiksaan fisik dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan, menyundut dengan rokok, membakar, dan tindakan-tindakan lain yang dapat membahayakan anak. 2). Kekerasan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak, selanjutnya konsep diri anak terganggu, anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. 3). Kekerasan seksual adalah kondisi anak terlibat dalam aktivitas seksual, anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.

Sebuah studi menyoroti banyak konsekuensi berbahaya dari memukul anak. Efek negatif yang dihasilkan terdiri dari kerugian neurologis, fisik, perilaku, kognitif, dan emosional. Tidak ada penelitian yang menemukan bahwa hukuman fisik meningkatkan kesehatan perkembangan anak Penelitian telah menunjukkan adanya efek negatif dari hukuman fisik pada anak-anak.

Efek negatif menunjukkan bahwa: 1) Anak jadi agresif. meskipun pada awalnya hal itu dilakukan untuk menghentikan perilaku tersebut. 2) Anak lebih mungkin melakukan hal yang sama dengan yang dialaminya. Anak yang menerima hukuman fisik, akan tiga kali lipat lebih mungkin untuk menganiaya anaknya sendiri ketika dewasa.

Hasil survei Corporal Punishment by American Parents sebanyak 24% remaja yang pernah dianiaya secara fisik sebelumnya melakukan penganiayaan fisik terhadap anak mereka. 3) Memukul akan mengajarkan anak-anak bahwa menyakiti orang diperbolehkan, dan ini dapat menyebabkan mereka percaya bahwa cara memecahkan masalah adalah dengan memukul. Menurut Ask Dr Sears, anak-anak akan terus berpikir seperti itu hingga dewasa nanti, sehingga menyebabkan mereka untuk memukul anak atau pasangan mereka.

4) Gangguan perkembangan kognitif. Corporal Punishment by Mothers and Child’s Cognitive Development, mengungkapkan bahwa anak-anak yang dipukul kurang mampu untuk bersaing dengan tingkat perkembangan kognitif yang diharapkan sesuai usia mereka. Hal ini bahkan dapat menurunkan IQ mereka, Memukul anak dapat mengurangi gray matter (jaringan penghubung abu-abu pada otak), yang merupakan bagian penting untuk kemampuan belajar anak.

5) Gangguan perkembangan emosional. Anak-anak yang secara fisik dihukum dapat terganggu secara emosional. Anak-anak yang secara fisik atau verbal dilecehkan lebih mungkin untuk menunjukkan gangguan psikologis. Memukul anak dapat membuat anak menjadi rendah diri, mengalami kerusakan otak, gangguan perhatian, dan juga penyalahgunaan zat. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya keterampilan sosial, kecemasan, dan depresi ketika anak-anak telah dewasa.

Menurut Dr. Bruce, para kriminal dan pelaku kekerasan memang mempunyai batang otak dan otak tengah dominan, bagian otak ini disebut otak reptil, yang mendasari sifat hewani berasal, sedangkan otak limbic (emosi/cinta) dan korteks (berpikir) lemah, dan pertumbuhan otak ini sangat dipengaruhi lingkungan.

Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran para orang tua dan guru untuk selalu menciptakan emosi positif bagi anak-anaknya. Tekanan yang disebabkan oleh rasa sakit dan ketakutan akan dipukul dapat mempengaruhi perkembangan dan fungsi otak anak, menghambat pertumbuhan alami otak, dan mengakibatkan kelainan seumur hidup dan permanen pada otak.

Bahaya orang tua (atau siapa saja) dalam membentak anak, karena hal ini dapat berakibat fatal. Berdasarkan penelitian bahwa pada setiap kepala seorang anak, maka akan terdapat lebih dari 10 trilyun sel otak yang sudah siap tumbuh (banyak sekali). Kekerasan pada bayi berdampak pada IQ yang rendah. Kekerasan pada bayi berusia satu tahun akan membuat anak mempunyai nilai koqnitif yang lebih rendah saat mereka berusia tiga tahun dibandingkan dengan balita yang tidak mendapatkan kekerasan dari orang tuanya. Karena bentakan atau perkataan yang kasar dapat membunuh lebih dari satu milyar sel otak saat itu juga.

Sebuah pukulan atau cubitan yang disertai dengan bentakan maka akan membunuh lebih dari bermilyar-milyar sel otak saat itu juga. Sebaliknya, dengan satu pujian, kehangatan pelukan dan kasih sayang maka akan membangun dengan sangat baik bibit kecerdasan seorang anak yang membuat perkembangan otak anak yang sangat cepat, terutama pada masa “golden age” yaitu pada umur 2-3 tahun.

Para peneliti menemukan bahwa orang yang pernah mengalami tindakan kekerasan selama masa kanak-kanak mengalami perubahan pada area otak tertentu, yaitu pada bagian korteks orbitofrontal, otak depan bagian bawah, di belakang bola mata. Korteks orbitofrontal merupakan bagian otak yang berfungsi untuk mengatur bagian otak lainnya dan kemampuan untuk membuat keputusan terbaik berdasarkan potensi yang ada.

Suara yang keras dan bentakan yang keluar dari orang tua dapat merusak atau menggugurkan sel otak anak yang sedang tumbuh. Sedangkan ketika sang ibu sedang memberikan belaian lembut sambil menyusui anaknya, maka rangkaian otak terbentuk indah. Anak jika terus-terusan terpapar dengan suara bernada kasar dan tinggi mengakibatkan organ jantung sang anak akan sering berdetak dengan sangat cepat (abnormal), yang menyebabkan jantung menjadi mudah kelelahan. Ketika orang tua berbicara dengan nada tinggi alias membentak, justru dapat mengakibatkan anak terganggu perkembangannya dan mengalami pada gangguan pendengaran, dan kesulitan untuk bisa melakukan inisiatif.

Tulisan ini pernah dipublikasikan pada Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 7 Juli, 2017, Rubrik Kesehatan

Sumber Ilustrasi: https://kabar.news/tahun-2019-kasus-kekerasan-anak-di-makassar-meningkat

Related posts
Berita

Majelis Hukum dan HAM PWA Papua Selenggarakan Sosialisasi Hukum kepada Remaja

Jayapura, Suara ‘Aisyiyah – Sabtu (29/1), Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Papua menyelenggarakan sosialisasi hukum tentang UU Penghapusan KDRT…
Anak

Relasi Keluarga, Ruh Perlindungan Anak (2)

Lanjutan dari Relasi Keluarga, Ruh Perlindungan Anak (1) Yang terjadi di luar sana, adalah terus meningkatnya kasus-kasus terhadap anak – baik korban…
Anak

GACA Merespons Problem Kekerasan pada Anak

Sejak berdirinya, ‘Aisyiyah telah memiliki kepedulian pada isu anak sebagai generasi masa depan bangsa. Seiring dengan perkembangan zaman, masalah terkait isu anak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *