Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Digital Citizenship bukan hanya sekedar status warga negara mana, namun ia melibatkan sesuatu yang dinamis. Hal ini disampaikan oleh Firly Annisa, dalam acara ‘Aisyiyah Update #3 yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Aisyiyah Pimpinan Pusat Aisyiyah (LPPA) PP ‘Aisyiyah melalui Zoom Meeting, Jumat (5/5).
Digital Citizenship atau biasa disebut Kewarganegaraan Digital, merupakan individu yang mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan untuk menggunakan internet dan teknologi digital secara efektif.
Dalam acara yang bertema “Jarimu adalah Surgamu: Literasi Digital dalam Kerangka Kewargaan Digital (Digital Citizenship)” ini, Firly menyampaikan, dalam Digital Citizenship, kewarganegaraan yang semula bersifat statis, misalnya warga negara Indonesia, Amerika, dan sebagainya, berubah menjadi dinamis. Hal tersebut dikarenakan warga negara digital bisa menempatkan diri pada kewarganegaraan yang berbeda-beda bentuknya karena platform yang digunakan juga berbeda-beda.
Baca Juga: Firly Annisa: Jadikan Ruang Digital Sebagai Ruang untuk Wujudkan Kesetaraan Gender
“Kalau saya sedang menggunakan Twitter, saya menjadi warga negara Twitter. Kalau saya sedang menggunakan Instagram, saya menjadi warga negara Instagram. Karena ada fitur-fitur berbeda yang membuat hak dan kewajiban kita sebagai pengguna ruang digital juga berbeda,” lanjutnya.
Meskipun begitu, Firly menyampaikan, terdapat sisi positif dari ruang digital. Ruang digital dianggap sebagai titik temu suara masyarakat, terutama yang marginal atau minoritas diberikan banyak tempat di ruang digital.
Kewarganegaraan Digital bisa terwujud apabila warga digital mempunyai imajinasi mengenai apa yang disebut kewargaan, yaitu bagaimana suatu komunitas dibayangkan melalui batas-batas yang ada namun belum pernah ditemui dan ditampilkan oleh media. “Misalnya, saya belum pernah ke Papua. Namun, saya tahu Papua dan merasa bahwa Papua adalah bagian dari diri saya melalui TV. Kalau di ruang digital, itu lebih hybrid lagi. Kita harus betul-betul menyadari bahwa ruang digital adalah komunitas yang sangat heterogen dan punya banyak kepentingan, dan kita punya tanggung jawab disitu,” ia melanjutkan.
Tidak kalah penting, Firly juga menerangkan bahwa kesadaran menjadi warga negara digital harus dibarengi dengan kemampuan literasi. Karena melalui hal tersebut seseorang bisa memahami untuk menggunakan perangkat digital, termasuk memiliki kesadaran penuh untuk menggunakan akun media sosialnya dengan bijak, serta daya kritis seseorang dalam menyikapi informasi dalam perangkat digital. (sa)