Oleh: Lu’lu’ Nafiati
Fear of Missing Out (FOMO) adalah fenomena psikologis yang ditandai dengan kecemasan karena merasa tertinggal atau kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sedang tren saat ini. Dalam konteks keuangan, FOMO semakin terasa akibat pengaruh media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter secara tidak langsung mendorong pengguna untuk membandingkan gaya hidup mereka dengan orang lain. Sebuah studi oleh The Royal Society for Public Health menyebutkan bahwa media sosial dapat memperparah kecemasan sosial dan tekanan finansial akibat citra ideal yang terus ditampilkan.
Media sosial sering menjadi katalisator kebiasaan konsumsi impulsif. Influencer dan content creator kerap memamerkan barang-barang mewah, wisata ke berbagai destinasi, atau gaya hidup glamor, yang pada akhirnya menciptakan ilusi bahwa standar tersebut harus dicapai oleh semua orang. Survei yang dilakukan oleh Charles Schwab menemukan bahwa 63% milenial merasa terdorong untuk membeli barang atau pengalaman yang mereka lihat di media sosial. Hasilnya, banyak anak muda rela berutang untuk memenuhi tekanan sosial ini.
Dampak FOMO terhadap Keuangan
FOMO dapat membawa dampak negatif yang signifikan terhadap keuangan. Pertama, pengeluaran berlebihan sering kali digunakan untuk membeli barang atau pengalaman yang sebenarnya tidak diperlukan, sementara kebutuhan penting diabaikan. Hal ini dapat memicu utang, terutama melalui penggunaan kartu kredit, fasilitas pay-later, atau bahkan pinjaman ke bank untuk membiayai gaya hidup yang tidak sesuai kemampuan.
Kedua, FOMO sering mendorong keputusan investasi impulsif tanpa riset matang, yang meningkatkan risiko kerugian. Misalnya, tergesa-gesa membeli saham, kripto, atau produk investasi lainnya karena khawatir kehilangan kesempatan besar, padahal keputusan tersebut tidak didasarkan pada pertimbangan yang matang. Risiko kerugian pun meningkat, yang pada akhirnya memperburuk kondisi keuangan. Ketiga, ketidakstabilan keuangan akibat FOMO juga berdampak pada kesehatan mental, menyebabkan stres, kecemasan, bahkan gangguan hubungan interpersonal.
Baca Juga: Antisipasi Perubahan Iklim, PCA Tempel Gelar Seminar Pendidikan Kesehatan Keluarga
Lebih lanjut, FOMO menyulitkan anak muda untuk menabung. Uang yang seharusnya disisihkan untuk tabungan atau investasi jangka panjang sering kali habis untuk memenuhi keinginan sesaat. Ketika tekanan sosial untuk terus mengikuti tren tidak dikelola dengan baik, risiko ketidakstabilan finansial menjadi semakin besar. Padahal, Islam mengajarkan pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak.
Rasulullah SAW bersabda, “Lebih baik kita meninggalkan keturunanmu kekayaan daripada meninggalkan mereka miskin sambil memohon pertolongan orang lain” (HR. Imam Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa menyiapkan masa depan finansial yang stabil lebih utama daripada mengikuti gaya hidup yang serba instan namun berisiko tinggi.
Selain itu, Islam juga melarang pemborosan dalam mengelola harta. Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” (QS. Al-Isra’ 26). Ayat ini mengajarkan keseimbangan antara menggunakan harta untuk kepentingan pribadi dan berbagi dengan orang lain tanpa bersikap boros.
Cara Mengelola FOMO di Era Digital
Mengelola tekanan untuk mengikuti tren di media sosial membutuhkan langkah-langkah yang bijak. Pertama, tetapkan prioritas keuangan dengan fokus pada kebutuhan jangka panjang, seperti menabung atau berinvestasi, daripada menghabiskan uang untuk pengeluaran impulsif. Kedua, kurangi waktu yang dihabiskan di media sosial atau pilih untuk mengikuti akun yang memberikan pengaruh positif dan inspiratif. Ketiga, tingkatkan literasi finansial dengan mempelajari cara mengatur uang secara bijak dan mengenali pengeluaran yang didorong oleh emosi.
Selain itu, penting untuk mengubah pola pikir terhadap kesuksesan dan kebahagiaan. Gaya hidup mewah yang sering dipamerkan di media sosial bukanlah ukuran keberhasilan. Sebaliknya, fokuslah pada pencapaian pribadi dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Dengan menanamkan pola pikir ini, kita dapat mengurangi tekanan sosial untuk mengikuti tren yang tidak sesuai dengan kondisi kita.
FOMO adalah tantangan nyata bagi generasi muda di era digital. Media sosial memang membawa banyak manfaat, tetapi juga dapat menjadi jebakan jika tidak dikelola dengan bijak. Dengan menyusun prioritas keuangan, meningkatkan literasi finansial, dan menumbuhkan pola pikir yang realistis, kita dapat membangun masa depan keuangan yang lebih sehat, tanpa harus terjebak dalam ilusi kesempurnaan yang sering ditampilkan di media sosial.
*Penulis adalah seorang Dosen Program Akuntansi UAD.
4 Comments