Oleh: Abi Rafif
Kiai Ahmad Dahlan, Khatib Amin Masjid Agung Yogyakarta dan President Hoofdbstuur (HB) Muhammadiyah berjuang keras meletakkan pondasi gerakan hingga nyaris tidak kenal lelah. Namun, sekuat apapun perjuangan itu, ia tetaplah seorang manusia. Sebagaimana manusia pada umumnya, ia pun mengalami kondisi sakit-sakitan di usia senjanya.
Tanggal 23 Februari 1923, tepatnya pada malam Jumat pukul 23.00, masyarakat Kauman, Yogyakarta berduka. Di pojok barat daya Kauman, di sebuah rumah di belakang kantor HB Muhammadiyah (sekarang Jalan Kauman No. 44), seluruh anggota keluarga tampak sedih. Lantunan ayat-ayat suci al-Quran terdengar saling bersahutan, menambah duka setiap pengunjung yang bertakziah. Sang khatib telah berpulang ke Rahmatullah, meninggalkan seorang istri (Siti Walidah) dan lima anak-anaknya (Siradj, Siti Busyro, Siti Aisyah, Djumhan, Siti Zuharah). Putri sulungnya, Djohanan, telah lebih dahulu menghadap Sang Khaliq.
Selepas kepergian Kiai Ahmad Dahlan, HB Muhammadiyah menggelar Rapat Tahunan dan menunjuk Kiai Ibrahim, adik ipar Kiai Ahmad Dahlan, sebagai President HB Muhammadiyah kedua. Dalam Perkumpulan Tahunan (Jaarvergadering) Muhammadiyah yang diselenggarakan pada 30 Maret-2 April 1923 di rumah R. Wedana Djajengprakosa di Kauman, Yogyakarta, selain berhasil menetapkan Kiai Ibrahim sebagai President HB Muhammadiyah, dalam proses rapat-rapat yang melibatkan berbagai perwakilan, terdapat beberapa usulan (vorstel) yang cukup menarik. R. Ng. Djojosoegito, Sekretaris HB Muhammadiyah, mencatat jalannya rapat dan merangkum usulan dari Cabang Muhammadiyah Banjarnegara dan Cabang Muhammadiyah Betawi yang cukup menarik.
Baca Juga: Kiai Ahmad Dahlan Memakai Gamis
Dalam notulensi rapat, usulan (nomor 2 dan 4) dari Cabang Muhammadiyah Banjarnegara sebagaimana dirangkum oleh Djojosoegito sebagai berikut: ”Soepaja Moehammadijah mengoesahakan peroeloengan (steunfonds) goena angkatan anak-anak dari sekolah Islam oentoek meloeaskan pengadjarannja di negeri-negeri asing, misalnja Toerki, Mesir, dan lainnja jang termashoer keislamannja” (Bandjarnegara no. 2). Usulan berikutnya,”Soepaja Moehammadijah berhoeboengan dengan perserikatan Islam di mana-mana” (Bandjarnegara no. 4).
Adapun usulan dari Cabang Muhammadiyah Betawi dirangkum sebagai berikut: ”Soepaja Moehammadijah meloeaskan toedjoeannja terhadap kepada doenia Islam segenapnja, jalah menghoeboengkan toedjoean dengan pergerakan Islam di benoea Europa, Britisch, India, Mesir, dan lain-lainnja” (Tjab. Betawi no. 7).
Perkumpulan Tahunan (Jaarvergadering) Muhammadiyah 1923 berlangsung selama tiga hari, yaitu sejak tanggal 30 Maret hingga 2 April 1923. Salah satu hasil keputusan rapat menetapkan dibentuknya “Fonds-Dachlan.” Fonds-Dachlan dibentuk dalam rangka untuk menggalang dana beasiswa bagi anak-anak bumiputera yang akan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, terutama di negara-negara Islam lainnya. Adapun anak bumiputera yang pertama kali akan dibiayai untuk melanjutkan studi ke luar negeri, berdasarkan kesepakatan dalam Rapat Tahunan Muhammadiyah 1923, adalah salah seorang putra dari Kiai Ahmad Dahlan.
Baca Juga: Internasionalisasi Pendidikan Muhammadiyah-‘Aisyiyah
Sebulan pasca Jaarvergadering 1923, pada permulaan bulan Mei, HB. Muhammadiyah mengeluarkan maklumat pembentukan Comite Fonds-Dachlan. Latar belakang pembentukan Comite ini bertujuan untuk menghargai jasa-jasa Kiai Ahmad Dahlan yang selama hidupnya berjuang memajukan pendidikan dan pengajaran umat Islam. Dalam maklumat HB Muhammadiyah tersebut tercantum alamat Comite ini di kantor HB Muhammadiyah Kauman.
Maklumat yang ditandatangani Kiai Ibrahim (president) dan Djojosoegito (secretaris) ini menjelaskan bahwa untuk sementara Comite Fonds-Dachlan dikelola langsung oleh HB Muhammadiyah. Meskipun struktur pengurusnya belum disebutkan secara eksplisit, tetapi pada bulan Juli, alamat Comite ini menggunakan alamat finansial atas nama Haji Fachrodin di Kauman. Dengan demikian, struktur comite yang mengelola penggalangan dana beasiswa dipegang oleh adik kandung Kiai Syujak ini.
Pada bulan April, Haji Fachrodin atas nama Comite Fonds-Dachlan mengucapkan terima kasih kepada para peserta Jaarvergadering yang telah menyumbangkan dana sebesar f 38,14² (tiga puluh delapan florin/rupiah empat belas sen setengah). Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kiai Joenoes bin H. Akil dari Bandung yang telah menyumbangkan dana sebesar f 10 (sepuluh florin/rupiah).
Pada bulan Agustus, Maklumat Comite Fonds-Dachlan memberikan seruang kepada umat Islam untuk membantu lembaga beasiswa yang dikelola oleh Muhammadiyah tersebut. Dalam maklumat ini, nama Haji Fachrodin tercatat sebagai Hoofd Comite Fonds-Dachlan dan Djojosoegito sebagai Secretaris. Banyak penderma yang menyalurkan dana lewat Comite Fonds-Dachlan. Pada bulan Agustus, P.O. S.T. dari Solo menyumbang sebesar f 149,17² (seratus empat puluh sembilan florin/rupiah tujuh belas sen setengah).
Baca Juga: Mengenal Siti Baroroh Baried, Pelopor Kiprah Internasional ‘Aisyiyah
Comite Fonds-Dachlan adalah lembaga beasiswa pertama yang secara resmi dibentuk oleh HB Muhammadiyah (sekarang Pimpinan Pusat Muhammadiyah). Lembaga penyandang dana bantuan studi ini telah banyak membantu putra-putri pelajar Islam di tanah air untuk melanjutkan studi lanjutan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pada awal mula berdiri, Comite ini lebih memprioritaskan pemberian beasiswa untuk studi ke luar negeri. Sebab, belum banyak lembaga pendidikan lanjutan yang berkualitas di tanah air pada waktu itu. Dengan demikian, Fonds-Dachlan merupakan program internasional pertama di Muhammadiyah.
Pada tanggal 7 Juni 1924, laporan R. Kern, Penasehat Urusan Pribumi, menyebutkan bahwa empat orang pemuda Jawa berangkat ke Calcutta (India) kemudian menuju Pakistan untuk menempuh studi. Mereka adalah Djundab (16 tahun) putra Haji Mochtar, Muhammad Sabitun (25 tahun) putra Haji Wahab, Maksum (17 tahun) putra Haji Hamid, dan Djumhan (17 tahun) putra almarhum Kiai Ahmad Dahlan.
Mereka inilah pemuda-pemuda Kauman, kader-kader Muhammadiyah, yang mengawali proses studi tingkat tinggi ke luar negeri pada tahun 1924 lewat upaya pendanaan yang ditanggung oleh HB Muhammadiyah. “Djumhan belajar ke luar negeri dengan ditanggung biayanya oleh Studie Fonds Dahlan,” tulis Yunus Anis (1972), kawan akrab Djumhan.