Riau, Suara ‘Aisyiyah – Majelis Kesehatan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Riau menyelenggarakan kegiatan penggalangan komitmen pencegahan praktik Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) dan orientasi P2GP pada Senin (21/8) di Aula Universitas Muhammadiyah Riau. Kegiatan ini dihadiri oleh kader ‘Aisyiyah bersama Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah yang langsung dihadiri oleh ketuanya, Warsiti, beserta 2 anggotanya sekaligus sebagai narasumber.
Program ini terselenggara berkat kerja sama dengan Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lansia Kemenkes RI dengan harapan dapat terbentuk suatu model intervensi dan komitmen dari tenaga kesehatan maupun organisasi untuk mendukung program pemerintah dalam mengeliminasi praktik P2GP di Indonesia.
Ketua Panitia, Sariyah menyampaikan bahwa kegiatan ini diikuti oleh 95 kader dari 9 PDA secara online dan 24 kader dari 3 PDA secara offline, yaitu PDA Kota Pekanbaru, PDA Kampar, dan PDA Pelalawan. Hadir juga dari Dinkes Provinsi Riau sebagai narasumber sekaligus mewakili Gubernur, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, BKKBN, PWM Riau, Rektor UMRI, IMM, Nasyiatul ‘Aisyiyah,Pemuda Muhammadiyah, serta tamu undangan lainnya.
Ketua PWA Riau, Hikmani dalam sambutannya menyambut baik kegiatan ini karena bersinergi dengan PP ‘Aisyiyah dan Pemerintah. Ia menyampaikan, “Dengan dilaksanakannya kegiatan ini, kader ‘Aisyiyah dapat mengimplementasikan informasi kepada masyarakat luas tentang P2GP sehingga masyarakat tahu dampak sunat anak perempuan terhadap masa depan mereka”.
Baca Juga: Reinterpretasi Hadis Pemukulan Anak
PWM Riau yang diwakili oleh Yusman Yusuf mendukung program yang dijalankan oleh Majelis Kesehatan ‘Aisyiyah ini. “Anti sunat perempuan merupakan bagian dari implementasi Tarjih Muhammadiyah menyikapi tentang sunat pada perempuan yang lebih banyak merugikan kaum perempuan,” terangnya.
Rektor Umri, Saidul Amin juga menyampaikan bahwa praktik sunat perempuan merupakan bagian dari budaya. Ia mendukung penuh gerakan penggalangan komitmen P2GP ini untuk menyelamatkan generasi perempuan. Menurutnya, ‘Aisyiyah hendaknya dapat mewujudkan kader-kader perempuan yang berdaya guna dalam bidang kesehatan.
Selanjutnya, dalam paparannya, Aisyah menyampaikan bahwa fatwa tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa sunat perempuan tidak mempunyai dasar syar’i dan sahih. Oleh karena itu, status hukumnya tidak menjadi wajib atau sunnah dalam agama Islam.
Dari sisi kesehatan, Yuqfira Ananta, Susi, dan pemateri dari Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lansia Kemenkes RI pun menyatakan hal yang sama: bahwa sunat pada bayi atau anak perempuan berdampak negatif terhadap anak tersebut di masa depan, yaitu dapat mengganggu fungsi kesehatan reproduksi maupun berdampak secara psikologis. (Naning/Arif)-sb