Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Arah dakwah Muhammadiyah di Abad Ke-2 berkomitmen mengusung tiga agenda besar: internasionalisasi Muhammadiyah, digitalisasi dakwah Muhammadiyah, dan pengembangan keilmuan dan teknologi Muhammadiyah. Untuk mewujudkan tiga agenda besar dakwah Muhammadiyah abad ke-2 itu, dibutuhkan ruh gerakan, yaitu Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM).
Pandangan ini disampaikan oleh Miftahul Haq selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi Lembaga AIK (ALAIK) dan Ketua Panitia Muktamar Nasional ALAIK Ke-1 di sela-sela acara Seminar Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) dan Munas Ke-1 ALAIK Perguruan Tinggi Muhammadiyah/’Aisyiyah (PTMA) yang berlangsung tanggal 5-6 Februari 2022 di Kampus Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang diselenggarakan secara hybrid (luring dan daring) yang dikuti sekitar 55 Lembaga AIK PTMA se-Indonesia.
Menurutnya, untuk menjadikan pendidikan AIK sebagai ruh sebagai agenda dakwah Muhammadiyah di abad ke-2, maka dibutuhkan reaktualisasi pendidikan AIK di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM). Ada tiga agenda reaktualisasi Pendidikan AIK di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yaitu:
Pertama, penguatan SDM dosen AIK di PTMA. Posisi SDM dosen AIK mempunyai posisi yang sangat penting dan utama. Sebagai aktor dari proses reaktualisasi pendidikan AIK di PTMA, SDM dosen AIK harus berkualitas dan excellent.
Untuk mewujudkan kualitas SDM dosen AIK, strategi wajibnya adalah mendorong dosen AIK harus berpendidikan doktor (S3), baik di dalam maupun luar negeri dan didorong berkualifikasi ke guru besar (profesor),” ujar Miftahul.
Selain itu, dosen AIK harus didorong untuk terlibat aktif pada dunia riset, baik skala nasional maupun internasional. Hal itu, ujarnya, dalam rangka membangun road map pengembangan keilmuan dan teknologi Muhammadiyah, terutama di era disrupsi.
Baca Juga: Keniscayaan Puritanisme-Pluralis
Kedua, pengembangan pendidikan (pembelajaran) AIK di PTMA. Pola pengembangan pendidikan AIK adalah dengan memadukan keilmuan Islam, kemuhammadiyahan, dan keilmuan sosial-saintifik.
Pendidikan AIK harus mampu menjawab problematika masyarakat kontemporer (masyarakat disrupsi). Untuk mampu menjawab hal itu, kata Miftahul, maka pola pendidikan AIK juga harus didorong dengan pembiasaan pembelajaran berpikir merdeka dan pembiasaan riset dan pengembangan skill untuk dapat berkiprah di tengah masyarakat.
Ketiga, penguatan lembaga AIK di PTMA. Pada konteks ini semua stakeholder, mulai Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah dan jajaran Rektorat di semua PTMA harus satu suara memberikan perhatian lebih terhadap kelembagaan AIK yang ada di PTMA. Dengan membuat kebijakan-kebijakan yang memberikan supporting pendanaan maupun kegiatan program-program lembaga AIK.
“Dalam konteks ini, Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah sudah memberikan supporting bagus dengan menfasilitasi pembentukan ALAIK. Dan ke depan perlu dan masih dibutuhkan supporting kebijakan yang lebih kuat lagi terkait keberadaan AIK dan ALAIK,” pungkas Miftahul. (humas/sb)