Guna menjawab problem di masyarakat yang semakin kompleks, sebagai gerakan perempuan Muslim Berkemajuan, ‘Aisyiyah melalui program yang bersifat inovatif diharapkan mampu menjadi mediator dan/atau artikulator bagi terciptanya perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Sejak berdiri pada tahun 1917 di Yogyakarta, ‘Aisyiyah telah melewati manis dan getir dinamika gerakan sebagai wujud nyata praksis Islam Berkemajuan. Selama itu pula, ‘Aisyiyah senantiasa melakukan evaluasi dan pengembangan program agar peran dan kiprahnya dirasakan oleh masyarakat secara luas, tidak terbatas pada suku, agama, atau golongan tertentu.
Sekretaris Umum PP ‘Aisyiyah Tri Hastuti menyampaikan, ‘Aisyiyah terus berbenah guna menghadapi tantangan global maupun lokal, baik internal maupun eksternal. Tantangan internal yang harus dihadapi ‘Aisyiyah misalnya perihal perlunya penguatan pemahaman nilai-nilai Islam Berkemajuan, kemampuan mengelola program, kemampuan menguasai teknologi, serta kemampuan saling berkolaborasi dan bersinergi.
Sedangkan tantangan eksternal di antaranya adalah munculnya ragam organisasi baik yang menisbatkan dirinya pada Islam maupun tidak, menguatnya paham Islam yang tidak berkemajuan, perubahan sosial masyarakat yang sedikit-banyak diakibatkan oleh perkembangan ilmu penge-tahuan dan teknologi serta perubahan sosial global.
Menghadapi tantangan tersebut, ungkap Tri, menjadi penting bagi ‘Aisyiyah untuk melakukan inovasi dan kreatifitas bagi pengembangan program-programnya. “Bicara tentang inovasi dan kreatifitas itu kan bicara tentang strategi, yaitu bagaimana agar suatu program bisa tercapai. Kemudian juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ujar Tri. Arti-nya, rangkaian program yang diputuskan dalam Muktamar ‘Aisyiyah itu perlu diterjemahkan dan dikembangkan oleh para pimpinan menggunakan strategi dan pendekatan yang disesuaikan dengan konteks zaman dan lokalitas daerahnya masing-masing, sehingga program tersebut dapat tercapai dan dirasakan nilai kemanfaatannya oleh masyarakat.
Senada dengan itu, Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah M. Nurul Yamin menyampaikan bahwa setidaknya terdapat dua alasan pentingnya Muhammadiyah-‘Aisyiyah perlu mengembangkan inovatifitas dan kreatifitas dalam setiap program-programnya.
Pertama, daya dorong (pull factor). Ciri Muhammadiyah-‘Aisyiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang mempunyai watak tajdid meniscayakan adanya proses internalisasi nilai pada diri anggota, kader, maupun pimpinan pada setiap generasinya. Watak inilah yang kemudian menjadikan Muhammadiyah-‘Aisyiyah mampu bertahan dan berkembang di tengah realitas sosial yang terus berubah.
Kedua, daya tarik (push factor). Realitas sosial yang terus berubah itulah yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Muhammadiyah-‘Aisyiyah untuk turut menjadi bagian dalam setiap dinamika perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. “Dalam proses pergulatan ini, maka Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah harus selalu menjadi pencerah, sehingga tuntutan inovasi dan kreatifitas dari perwujudan misi dakwahnya menjadi mutlak adanya,” jelas Yamin.
Strategi dan pendekatan yang dinilai kurang efektif dan kurang relevan untuk diterapkan di tengah realitas sosial saat ini perlu dirubah ke arah yang lebih inovatif agar misi pencerahan Muhammadiyah-‘Aisyiyah dapat terwujud. Misalnya, Tri mencontohkan, yang awalnya menggunakan pendekatan one way, sekarang harus lebih partisipatif.
Demikian pula dengan budaya organisasi untuk membiasakan diri bekerja berbasis pada data atau evidence based. Di era pos-truth saat ini, siapapun harus lebih hati-hati dalam mengolah informasi yang ‘tidak terbendung’. Selain itu, membiasakan diri untuk berkolaborasi dengan pihak lain akan membantu meningkatkan persentase ketercapaian program. Lebih dari itu, strategi dan pendekatan yang dilakukan harus berkelanjutan agar mampu memberdayakan melintasi ruang dan waktu.
Saat diwawancarai Suara ‘Aisyiyah, Tri menyampaikan bahwa strategi dan pendekatan tersebut mempunyai syarat yang harus dipenuhi. Syarat tersebut adalah adanya sosok pemimpin yang transformatif. Maksud dari pemimpin yang transformatif adalah pemimpin tersebut harus (i) mempunyai pandangan dan orientasi ke masa depan, (ii) memiliki pandangan Islam Berkemajuan, (iii) mampu mengge-rakkan organisasi, (iv) mampu membawa perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik tanpa terpenuhinya syarat tersebut, kecil kemungkinan strategi dan pendekatan yang diha-rapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
Karakteristik Gerakan Inovatif
Dalam memunculkan dan menjalankan inovasi, Muhammadiyah-‘Aisyiyah menjadikan Islam Berkemajuan sebagai nilai. Konsekuensinya, setiap pimpinan, kader dan anggota ‘Aisyiyah, dari ranting hingga pusat, termasuk yang berkecimpung di dalam amal usaha, harus memahami esensi dari Islam Berkemajuan. Di antaranya dengan mempunyai pandangan dan sikap wasathiyah. “Dengan prinsip wasathiyah tersebut, maka inovasi dan kreatifitas gerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah akan memperteguh perannya bukan saja sebagai payung keumatan, tetapi Muhammadiyah-‘Aisyiyah sebagai payung kebangsaan,” papar Yamin.
Lebih lanjut, Yamin menjelaskan tiga hal yang menjadi ciri pengembangan inovatifitas dan kreatifitas Muhammadiyah-‘Aisyiyah. Pertama, transendensi. Muhammadiyah-‘Aisyiyah membingkai inovatifitas dan kreatifitas dengan semangat teologis yang kuat. Muhammadiyah-‘Aisyiyah menembus batas kepentingan duniawi dan kese-mentaraan. Selain itu, para anggota, kader, dan pimpinannya juga beramal dengan penuh keikhlasan.
Kedua, modern. Ada dua hal yang membuat Muhammadiyah-‘Aisyiyah dikenal sebagai organisasi modern, yakni cara berpikir (manhaj) yang berkemajuan dan metode implementasi gerakan yang menggunakan pendekatan baru serta perangkat teknologi.
Ketiga, rahmatan lil ‘alamin. Sudah menjadi rahasia umum jika Muhammadiyah-‘Aisyiyah merupakan organisasi keagamaan. Meski begitu, hal tersebut tidak lantas menjadikan Muhammadiyah-‘Aisyiyah bersikap eksklusif. (Sirajuddin)
Baca selengkapnya di Rubrik Liputan Utama, Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 2 Februari 2020
Sumber ilustrasi : https://smol.id/2019/12/08/aisyiyah-kelompok-karangboyo-belajar-mengencerkan-sabun-ramah-lingkungan/