Bandung, Suara ‘Aisyiyah – Bencana, atau sebuah peristiwa yang menimbulkan sebuah kerugian dan penderitaan sangatlah dekat dengan manusia. Bukan hanya bencana alam, bencana non alam juga acapkali terjadi. Menyikapi hal ini, Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Barat mengajak warga ‘Aisyiyah dalam Pengajian Subuh Mengaji (GSM), Selasa (6/9) untuk mengimplementasikan nilai tauhid rahamutiyah dalam penanganan sebuah bencana.
Pada kesempatan ini, Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Jawa Tengah Ninin Karlina dipercaya untuk mengisi materi kajian. Ia menyampaikan materi dengan tema “Tauhid Rahamutiyah sebagai Basis Gerakan Kemanusiaan”.
Ninin menjelaskan bahwa dasar dari tauhid rahamutiyah ada tiga komponen, yaitu kasih sayang Allah berupa rahmat, kerasulan Nabi yang menyebarkan kasih sayang, serta kitab suci al-Quran yang mencakup perintah untuk berkasih sayang.
Ia mengatakan, kerelawanan mitigasi bencana dan kesiapsiagaan adalah wujud kebaikan nyata dan cinta kasih yang aktual kepada sesama dan alam semesta. “Riqqotun taqdzi al-ihsan ila al-markhum, artinya adalah kelembutan yang mendorong untuk memberikan kebaikan nyata kepada orang yang dikasihi, diwujudkan dengan mitigasi bencana dan kesiapsiagaan,” tuturnya.
Pada zaman Nabi Muhammad, terang Ninin, Nabi banyak melakukan kerja-kerja sosial kemanusiaan dengan tujuan menciptakan kehidupan damai dan maslahat di tengah masyarakat dengan latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini selaras dengan tujuan Muhammadiyah yang bertujuan untuk mencerahkan semesta.
Baca Juga: Islam Rahmatan Lil ‘Alamin: Konsepsi dan Manifestasi
Ninin menerangkan bahwa landasan teoritis dari mitigasi bencana dan kesiapsiaagaan adalah maqasid asy-syariah yang berjumlah lima. “Mitigasi bencana dan kesiapsiagaan adalah aksi nyata mengurangi dampak kerugian sekaligus menjaga kelima aspek maqasid asy-syariah,” katanya menjelaskan.
Menurutnya, kegiatan mitigasi bencana serta kesiapsiagaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah ini tidak lepas dari empat pilar Islam berkemajuan Muhammadiyah. Empat pilar itu adalah: menyemai kedamaian dan keadilan, tidak mendiskriminasi antara laki-laki dan perempuan, mempunyai misi anti peperangan, dan memayungi kemajemukan.
Al-Quran sudah banyak menjelasakan mengenai sistem mitigasi bencana, baik itu bencana alam, bencana wabah, hingga bencana sosial. Ninin menambahkan, dalam kaidah fiqhiyah terkait bencana dikatakan bahwa kemadharatan harus dihilangkan. Dalam konteks bencana, bahaya dari bencana itu harus diminimalisir bahkan dihilangkan dengan cara melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan.
Sedangkan kaidah fikih lainnya mengatakan bahwa menolak kerusakan (mafsadat) lebih utama daripada menarik kemaslahatan. “Kaidah ini digunakan sebagai dasar saat bencana datang ketika sedang beribadah. Misalnya ketika salat. Kita harus memilih menyelamatkan diri atau melanjutkan salat. Menurut kaidah ini, menyelematkan diri diutamakan daripada melanjutkan salat”, tutur Ninin menjelaskan. (maharani)