Sosial Budaya

Gus Dur, Khittah 1926 NU, dan Suara Aisyiyah

Khittah 1926 NU

Akhir tahun 1984, Nahdlatul Ulama mengadakan Muktamar Nasional (Munas) Ke-27 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur. Muktamar ini menghasilkan keputusan Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) sekaligus memutuskan kembalinya NU ke Khittah 1926.

Terpilihnya Gus Dur dan keputusan kembalinya NU ke Khittah 1926 mengundang perhatian banyak pihak. Untuk diketahui, Gus Dur adalah cucu dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Sementara Khittah 1926 NU berarti spirit awal pendirian NU sebagai organisasi sosial-keagamaan.

Usulan agar NU kembali ke Khittah 1926 sebenarnya sudah muncul sejak lama. Dilansir dari nu.or.id, usulan itu berangkat dari kegelisahan bahwa keterlibatan NU di politik praktis telah “mendegradasi peran dan perjuangan luhur organisasi”. Usulan itu kemudian ditindaklanjuti oleh K.H. Achmad Shiddiq dengan menulis Naskah Khittah Nahdliyah.

Muktamar Ke-27 NU

“Pertemuan para Kyai yang banyak mengundang perhatian masyarakat itu telah bubar 12 Desember lalu,” demikian pengantar liputan dalam Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi Januari 1985. Waktu itu, wartawan Suara ‘Aisyiyah meliput secara langsung perhelatan Muktamar organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.

Digambarkan situasi pada saat itu ramai-meriah. Spanduk-spandung terpampang, para santri sibuk berlalu-lalang, ratusan ton beras serta ribuan kambing dan sapi pun disiapkan. Di satu sudut lokasi, spanduk ucapan selamat atas terselenggaranya Muktamar Ke-27 NU dari PP Muhammadiyah berkibar. Di sudut yang lain, tepatnya di depan gerbang pesantren, berkibar spanduk penyambutan Presiden Suharto: Ahlan wa Sahlan Roisul Jumhuriyah “Suharto”.

Baca Juga: Kedekatan Pak AR Fachruddin dengan Orang di Luar Muhammadiyah

Muktamar Ke-27 NU menghasilkan beberapa keputusan politik dan memilih beberapa nama yang diamanahkan memimpin PBNU ke depan. K.H. Achmad Shiddiq terpilih menjadi Rais Aam, dan K.H. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Ketua Umum PBNU. Selain itu, beberapa nama terpilih menjadi Mustasyar, Rais Syuriah, Khatib Aam, Tanfidziyah, dan Sekretaris Jenderal PBNU.

Dalam Muktamar ini juga diputuskan bahwa NU akan kembali ke Khittah 1926, yang berarti “secara eksplisit NU akan menarik diri dari pasar percaturan politik”. Sebelumnya, tepatnya pada 1952, NU memutuskan menjadi partai politik setelah keluar dari Masyumi.

Merespons Keputusan Muktamar

Selain menggambarkan situasi pelaksanaan dan hasil dari Muktamar Ke-27 NU, wartawan Majalah Suara ‘Aisyiyah juga mewawancarai beberapa pihak untuk merespons terpilihnya Gus Dur dan kembalinya NU ke Khittah 1926. Dua tokoh yang diwawancarai adalah Pimpinan Pondok Pesantren Pabelan Magelang, K.H. Hamam Dja’far dan Cendekiawan Islam Indonesia, Nurcholis Madjid.

K.H. Hamam Dja’far mengatakan bahwa terpilihnya Gus Dur sebagai Ketua PBNU adalah hal yang baik, karena memberi kesempatan kepada generasi muda untuk memimpin. Pun secara kualitas keilmuan dan keulamaan, Gus Dur sudah memenuhi syarat. “Kalau toh ada pihak lain yang mungkin kurang setuju, itu hal yang wajar. Habis Cak Dur kelewat pinter sih, sehingga pola pikirnya sukar diikuti orang lain,” kata K.H. Hamam.

Sementara itu, Nurcholis Madjid atau Cak Nur berpendapat bahwa kembalinya NU ke Khittah 1926 akan menjadikan NU sebagai sayap kedua organisasi Islam di Indonesia setelah Muhammadiyah. Meski punya ciri dan karakter gerakan yang berbeda, sebagai dua sayap organisasi Islam, Muhammadiyah dan NU punya peran yang sama mengembangkan Islam di Indonesia.

Menurut Cak Nur, keputusan tersebut juga membuat hambatan-hambatan yang sebelumnya dialami oleh (warga) NU dalam kaitannya dengan politik praktis menjadi terkikis. “Dalam kaitan politik, menjadikan Islam lebih tegar di Indonesia, di samping mengurangi hambatan NU untuk melakukan kegiatan-kegiatan berdasarkan misinya,” ujar Cak Nur. (bariqi)

Related posts
BeritaHaji

Tokoh Muhammadiyah dan NU Sepakat Penyelenggaraan Haji Tahun Ini Lebih Baik

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah –  Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sepakat bahwa pelaksanaan ibadah haji 1445 H/2024 M jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun…
Berita

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Bahas Isu Strategis Keumatan dan Kebangsaan

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Kamis (25/5), PP Muhammadiyah melakukan kunjungan balasan ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jl. Keramat Raya,…
Berita

PP Muhammadiyah dan PBNU Siap Bergandengan Tangan Lebih Erat

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerima silaturahmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahad (4/9). Pertemuan dua pimpinan organisasi Islam terbesar…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *