Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Muhammadiyah tidak punya hubungan organisatoris dengan partai politik manapun. Sikap politik Muhammadiyah itu tercantum di poin keenam Khittah Denpasar tahun 2002.
Menurut Haedar Nashir, Khittah Denpasar menjelaskan secara tegas dan jelas bagaimana pandangan dan posisi Muhammadiyah di dalam percaturan politik. “Khittah Denpasar merupakan khittah utama yang dapat menjadi bingkai pandangan, pembatas, sekaligus jalan keluar bagi Muhammadiyah dalam menghadapi politik” (Nashir, 2010: 245-246).
Di hadapan awak media, Jumat (27/10), Ketua Umum PP Muhammadiyah mengatakan bahwa sebagai kekuatan sosial-keagamaan yang tidak terlibat di dalam politik praktis, Muhammadiyah punya panggilan moral untuk mengajak bangsa Indonesia mewujudkan politik yang LUBER-JURDIL dan bermartabat tanpa harus merasa paling benar sendiri.
Baca Juga: Aisyiyah dan Ikhtiar Mewujudkan Pemilu 2024 Inklusif
Haedar berharap, gelaran Pemilu 2024 dipenuhi dengan diskursus menyangkut visi dan arah kebangsaaan yang kokoh, “sehingga kontestasi itu tidak bersifat politik kekuasaan semata-mata”.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah bagaimana pihak-pihak yang terlibat di dalam kontestasi politik itu memahami dan memanifestasikan kepemimpinan moral yang tahu benar-salah, baik-buruk, dan pantas-tidak pantas dalam berpoliitk. Dengan begitu, kata Haedar, segala bentuk praktik buruk yang mencederai demokrasi dapat diminimalisir atau dicegah.
Sebagai pungkasan, Haedar mengajak masyarakat untuk menghindari politik transaksional. Ia juga berharap Pemilu 2024 dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan keputusan yang dapat membawa Indonesia maju. (sb)