Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan acara refleksi akhir tahun 2021 dan siaran pers tentang pemberian izin usaha pendirian Muhammadiyah Australia College. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan empat catatan penting.
Pertama, aspek kebangsaan. Haedar mengatakan, di satu sisi bangsa Indonesia kini memang tengah mengalami problem multidimensional, tetapi di sisi lain juga terjadi banyak kemajuan. Tentang HAM (Hak Asasi Manusia), misalnya. Meski banyak catatan yang harus diperhatikan, Haedar melihat ada kemajuan tentang isu tersebut, terutama pasca reformasi.
Secara umum, Haedar melihat bahwa demokrasi prosedural yang terjadi di Indonesia saat ini belum sebanding lurus dengan demokrasi substantif. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses pendewasaan dan konsolidasi dari berbagai pihak. “Kira-kira di tahun 2022, bisakah kita merenungkan kembali nilai-nilai demokrasi Pancasila untuk memberikan keseimbangan dalam spektrum nilai Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa,” kata Haedar dalam acara yang dilangsungkan di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro, Yogyakarta, Rabu (29/12).
Baca Juga: Busyro Muqoddas Sebut Indeks Demokrasi Indonesia Mengalami Penurunan
Kedua, aspek keagamaan. Agama, kata Haedar, adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Ia melekat sekaligus diakui secara konstitusional. Sehingga, merupakan sikap ahistoris dan inkonstitusional jika bangsa Indonesia melepaskan diri nilai agama dalam berbagai aspek kehidupan.
Haedar mengakui bahwa di internal umat beragama pun terjadi beberapa masalah. Masalah tersebut salah satunya mewujud dalam sikap beragama yang tidak moderat, tidak mencerminkan nilai-nilai perdamaian, dan minim akan nilai kemajuan. “Karena itu sangat tepat jika kaum beragama menyuarakan konsep moderasi beragama,” terangnya.
Upaya menyuarakan konsep dan praktik beragama yang moderat ini, lanjutnya, harus pula diiringi dengan spirit untuk mewujudkan kehidupan yang berkemajuan. “Kita memerlukan hidup maju bersama,” imbuhnya.
Ketiga, aspek ekonomi. Di tengah oligarki ekonomi yang menekan masyarakat kecil menengah, Haedar berharap ke depan Muhammadiyah mampu memberi advokasi sehingga ada kebijakan progresif yang pro ekonomi kerakyatan. Kebijakan progresif di sektor ekonomi itu, menurutnya, adalah sebuah keniscayaan.
“Kalau ingin mengangkat ekonomi mikro, kecil-menengah, ya harus ada kebijakan progresif. Semoga tahun 2022 ada kebijakan itu. Kalau terobosan ini diwujudkan, akan ada perubahan yang signifikan,” harap Haedar.
Keempat, aspek kebudayaan. Mengutip pidato Soepomo dalam forum BPUPKI, Haedar menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus menghadirkan Indonesia yang bernyawa. Tidak sekadar raga, tetapi juga punya jiwa. Indonesia yang bernyawa, dalam kaca mata Haedar, adalah Indonesia yang dibangun di atas pemikiran kebudayaan yang terkait dengan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya luhur bangsa. (sb)