Surakarta, Suara ‘Aisyiyah – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan bahwa Muktamar kali ini terasa lebih spesial karena diselenggarakan bertepatan dengan Milad 110 tahun Muhammadiyah. Pernyataan itu ia sampaikan dalam pidato iftitah Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sabtu sore (19/11).
Haedar menjelaskan, spirit kelahiran Muhammadiyah adalah untuk membangun khairu ummah yang diformulasikan di dalam tujuan Muhammadiyah. Lebih lanjut, menurut dia, gerak kemajuan Muhammadiyah harus menjadi agenda untuk bermuhasabah dan berintrospeksi. “Dalam usianya ke-110 tahun, Muhammadiyah harus bisa mengagregasikan etos kemajuan dan pada waktu yang bersamaan juga tahu tentang kelemahan diri,” kata dia.
Menurut dia, sudah cukup bagi Muhammadiyah untuk mendaftar berbagai kemajuan yang dihasilkan. Di tengah berbagai tantangan dan dinamika baru, baik lokal maupun internasional, Muhammadiyah harus mau bermuhasabah mengoreksi dirinya sendiri.
Selanjutnya, Muhammadiyah oun perlu merancang agenda-agenda strategis menyambut masa depan. Menurut Haedar, setidaknya ada tujuh agenda yang perlu dikerjakan:
Pertama, peneguhan paham keislaman dan ideologi Muhammadiyah. Tujuan dari peneguhan ini adalah agar nilai-nilai Islam dan ideologi Muhammadiyah ke depan ditanamkan secara institusional.
Kedua, penguatan pandangan Islam berkemajuan. “Kita perlu menerjemahkan Islam berkemajuan dalam realitas kehidupan kita,” ujar Haedar.
Ketiga, memperkuat basis umat di akar rumput. Muhammadiyah, kata Haedar, tidak mengandalkan massa yang besar, tapi kualitas. Meski begitu, ia mengaku haru dengan kehadiran jutaan penggembira ke Solo untuk menghadiri Muktamar 48.
Haedar menegaskan, jika kita ingin menambah radius jumlah keanggotaan dan radius daya jelajah, Muhammadiyah harus memperkuat basis umat di akar rumput.
Keempat, pengembangan amal usaha unggulan dan penguatan basis ekonomi. Kekuatan amal usaha, tegas Haedar, merupakan salah satu sebab kenapa Muhammadiyah menjadi besar.
Sementara dalam konteks penguatan ekonomi, ia yakin bahwa dengab mobilisasi massa yang kuat, Muhammadiyah akan menjadi aktor ekonomi yang kuat. “Kita punya potensi itu,” ujarnya yakin.
Kelima, berdakwah bagi kalangan milenial, Z, dan post Z. Menurut Haedar, Muhammadiyah belum punya pengalaman untuk menghadapi generasi itu, sehingga ladang dakwah Muhammadiyah diambil oleh kelompok keagamaan lain. Oleh karena itu, diperlukan rancang bangun yang besar agar dakwah Muhammadiyah dapat menyentuh kelompok tersebut.
Keenam, reformasi kaderisasi dan diaspora kader. Kader Muhammadiyah, kata Haedar, perlu hadir di ruang-ruang publik, baik di aras politik, sosial, maupun keagamaan. “Kita perlu punya rancang bangun reformasi kaderisasi,” tegasnya.
Ketujuh, digitalisasi dan internasionalisasi gerakan Muhammadiyah. Ke depan, Muhammadiyah harus betul-betul mengandalkan sistem digitalisasi yang canggih. Pada waktu bersamaan, internasionalisasi harus dilakukan dengan memperbanyak kelembangaan di luar negeri.
“Melalui Muktamar ini marilah seluruh anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah di semua tingkatan tetap kokoh menjaga jiwa ikhlas dalam bermuhammadiyah, berkomitmen tinggi, berkhidmat, menjalin kebersamaan, bekerja secara terorganisasi, produktif, dan menjadikan Persayarikatan unggul berkemajuan,” pungkas Haedar. (sb)