Oleh: Muh. Akmal Ahsan*
“Musyawarah itu seperti mengambil madu dari sarang lebah. Perlu kecermatan, perlu kesabaran dalam mengambil jalan keluar. Karena prinsip mengambil madu mengukur kecerdasan dan kearifan” (Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah)
Pikiran yang kuat membicarakan ide, pikiran yang biasa saja membicarakan kejadian, pikiran yang lemah membicarakan orang lain (Socrates, Filsuf Yunani)
***
Sisa menanti hari, Muktamar IMM XIX akan digelar di Kendari, Sulawesi Tenggara. Rangkaian persiapan tentu telah disiapkan dengan matang oleh penyelenggara, pula para Muktamirin yang akan tiba di arena kongres beberapa waktu mendatang. Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang dalam beberapa waktu belakangan memang sibuk bersiap demi menjemput permusyawaratan tertinggi di dalam IMM itu.
Persiapan tersebut bisa dalam wujud konsolidasi aktif dan pembukaan ruang dialog demi mencandera apa kiranya rumusan yang akan ditelurkan oleh Muktamar tahun ini. Begitu juga dengan Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD IMM DIY). Sekelumit agenda telah dilaksanakan demi memastikan bahwa Muktamar kelak benar-benar menjadi arena intelektual yang kondusif dan cermat. Bukan saja dalam rangka memilah pemimpin tertinggi IMM, tetapi pula menjamin bahwa forum tak sekadar ruang menyumbang suara riuh belaka.
Demi itu, IMM DIY dari tingkat Daerah hingga komisariat urun rembug mengurai benang masalah ikatan-persyarikatan, keumatan, dan kebangsaan di beberapa tahun belakang seturut merumuskan agenda strategis yang memungkinkan untuk dilakukan DPP IMM minimal dua tahun mendatang. Buah pemikiran DPD IMM DIY tersebut setidaknya tergambar dalam risalah 9 usulan DPD IMM DIY dan dalam buku Merayakan Kebhinekaan.
Apa yang Perlu Diperhatikan?
Hari-hari sebelum muktamar IMM sesungguhnya adalah masa krusial untuk merumuskan amanah Muktamar. Kita berharap Muktamar tak sekadar genangan massa belaka, tetapi pula merupakan gelombang-ombak gagasan untuk memastikan peran strategis IMM di ranah kemahasiswaan, keagamaan, dan kemasyarakatan. Setidaknya beberapa hal penulis merasa perlu diperhatikan untuk menjemput hari Muktamar:
Pertama, para muktamirin seyogyanya memahami esensi dari Muktamar. Forum ini sesungguhnya bukan saja merupakan riak pertentangan posisi belaka, melainkan pula forum besar yang diharapkan mampu menelurkan keputusan-keputusan yang berarti bagi eksistensi IMM di kemudian hari. Perlu ada keseimbangan sinergis antara perumusan gagasan dan pemilihan pemimpin. Pemimpin tanpa gagasan adalah robot yang berjalanan, gagasan tanpa pemimpin adalah endapan teks belaka.
Kedua, Muktamar seyogyanya dijalankan dengan cerdas dan cermat. Inilah ruang terbaik untuk menenun segala bentuk pemikiran yang berjubal di IMM. Demi itu, seluruh elemen Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang seharusnya membawa perangkat ide masing-masing. Itulah bekal terbaik untuk mengisi Muktamar. Jangan datang dengan tangan kosong untuk pulang dengan tangan hampa. Seperti ujaran Haedar Nashir di bagian awal tulisan ini, musyawarah menghendaki kesabaran dan kecerdasan dalam mengambil keputusan dan jalan keluar.
Baca Juga: Menilik Kaderisasi Ulama Perempuan Persyarikatan
Ketiga, Muktamar seharusnya dijadikan ruang dialektika yang santun dan luhur. Rumusan keputusan yang baik meniscayakan kondusifitas forum. Sebaliknya, keributan tidak memungkinkan untuk menghasilkan putusan yang cermat. IMM harus menghindari konflik yang kontraproduktif dan berkepanjangan. Bila pun terjadi perbedaan pendapat, para muktamirin dan stake–holder harus mampu mendudukkan dan mengkompromikan perbedaan tersebut.
Keempat, perlu evaluasi yang cermat mengenai kepemimpinan IMM selama ini di era Najih Prastiyo. Evalusi tersebut bukan merupakan kritik dekonstruktif belaka, melainkan pengukuran yang jelas tentang jalan panjang perjalanan kepemimpinan ini. Evaluasi tersebut bukan merupakan kritik individual kepada Ketua Umum belaka, melainkan evaluasi kolektif pada keseluruhan sistem yang ada di internal DPP IMM. Keberadaan Ketua Umum jangan sampai dilepaskan dengan eksistensi pimpinan bidang yang ada di dalam struktur DPP IMM.
Kelima, para pihak yang berkepentingan secara politik hendaknya menahan diri dari sikap menerabas dan menerobos batas. Hindari pertentangan politik yang berlebihan. Lebih dari itu, konflik elit IMM jangan sampai menurun menjadi polarisasi di akar rumput. Jika begitu keadaannya, IMM akan tersandera oleh konflik yang berkepanjangan. Elit IMM seyogyanya menyadari bahwa prosesi Muktamar ini tidak terlepas dari ruh kaderisasi yang menghendaki keteladanan. Maka tunjukkan sikap yang luhur dan adiluhung.
Keenam, Muktamar kali ini diharapkan mampu melahirkan sosok pemimpin yang memiliki kematangan pribadi, keteguhan sikap, keluasan wawasan, dan kemampuan organisatoris untuk memimpin IMM. Kita menyadari, dalam kondisi sosial-politik-ekonomi bangsa yang tidak stabil, IMM seharusnya menempatkan dirinya sebagai moral forced (kekuatan moral), dan prasyarat utamanya adalah kondusifitas di tubuh IMM sendiri.
Akhirnya, mari hadapi hari-hari Muktamar ini dengan kegembiraan dan persiapan yang matang, serta kegiatan-kegiatan yang produktif bagi tercapainya Muktamar yang efektif. Kehendak pribadi dan golongan tertentu jangan sampai mengalahkan kehendak kolektif untuk mencapai tujuan IMM. Semua itu berpulang kepada kejujuran hati dan ketulusan kita untuk melihat IMM lebih baik di tahun-tahun mendatang. Sampai jumpa di Kendari.
*Ketua Umum DPD IMM DIY
1 Comment