Oleh: Wahyu Dewi Hapsari
Bulan Maret identik dengan bulan pelaporan pajak penghasilan yang bertepatan pula dengan bulan Ramadan. Hal ini menjadi momen yang tepat untuk merefleksikan dua kewajiban finansial yang penting dalam kehidupan masyarakat, yaitu pajak dan zakat. Pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga negara untuk membayar iuran wajib kepada negara, seperti pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, dan pajak kendaraan bermotor. Sementara itu, zakat adalah kewajiban bagi umat Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu, baik zakat maal (harta) maupun zakat fitrah yang dibayarkan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kedua kewajiban ini memiliki tujuan yang mulia, yaitu menciptakan keseimbangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat.
Pajak dan zakat, meskipun berasal dari sumber yang berbeda, memiliki tujuan yang serupa, yaitu redistribusi kekayaan untuk kepentingan bersama. Pajak digunakan oleh negara untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya. Sementara zakat, sebagai salah satu rukun Islam, bertujuan untuk membersihkan harta dan membantu mereka yang kurang mampu. Dalam konteks ini, zakat dapat dilihat sebagai bentuk filantropi yang diwajibkan dalam agama Islam.
Konteks Perencanaan Finansial
Seringkali terjadi ketegangan antara kewajiban pajak dan zakat, terutama dalam hal pengelolaan keuangan pribadi. Sebagai contoh, pada bulan Maret, wajib pajak di Indonesia diharuskan melaporkan PPh 21 atas penghasilan tahun lalu. Di sisi lain, umat Muslim juga diwajibkan membayar zakat fitrah menjelang Idul Fitri. Kedua kewajiban ini dapat menimbulkan beban finansial yang signifikan, terutama bagi mereka yang memiliki penghasilan terbatas.
Untuk mengatasi hal ini, perlu ada harmonisasi antara sistem perpajakan dan zakat. Salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan adalah dengan mengintegrasikan zakat ke dalam sistem perpajakan. Beberapa negara, seperti Malaysia, telah menerapkan kebijakan dimana zakat dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Hal ini tidak hanya meringankan beban finansial bagi wajib pajak Muslim, tetapi juga mendorong kepatuhan terhadap kedua kewajiban tersebut.
Baca Juga: Tanggapi Isu-isu Perempuan Populer, LPPA Adakan Diskusi
Selain itu, pemerintah dan otoritas zakat perlu bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kedua kewajiban ini. Edukasi tentang manfaat pajak dan zakat, serta bagaimana keduanya dapat saling melengkapi, harus dilakukan secara intensif. Dengan demikian, masyarakat akan lebih memahami bahwa membayar pajak dan zakat bukan hanya kewajiban, tetapi juga investasi untuk kesejahteraan bersama.
Konteks Keagamaan
Harmonisasi antara kewajiban pajak dan zakat tidak hanya relevan dalam konteks keagamaan dan keuangan pribadi, tetapi juga memiliki implikasi yang lebih luas bagi pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara. Pajak dan zakat, meskipun berbeda dalam sumber dan mekanisme pengumpulannya, memiliki tujuan yang sama, yaitu redistribusi kekayaan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks global, integrasi sistem zakat ke dalam perpajakan, seperti yang telah diterapkan di Malaysia, dapat menjadi model bagi negara-negara dengan populasi Muslim yang signifikan. Hal ini tidak hanya mendorong kepatuhan wajib pajak, tetapi juga memperkuat peran zakat sebagai instrumen filantropi yang berdampak nyata dalam pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
Hal tersebut menjadi langkah strategis untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Dengan mengintegrasikan zakat ke dalam sistem perpajakan, pemerintah dapat memastikan bahwa dana zakat dikelola secara profesional dan dialokasikan untuk program-program yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Di sisi lain, edukasi yang intensif tentang pentingnya pajak dan zakat dapat membangun kesadaran kolektif bahwa kedua kewajiban ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga kontribusi nyata untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Konteks Bernegara
Harmonisasi pajak dan zakat juga dapat memperkuat hubungan antara negara dan masyarakat, khususnya umat Muslim, dengan menciptakan sistem yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan spiritual dan finansial mereka. Dengan demikian, refleksi ini tidak hanya menjadi solusi jangka pendek untuk meringankan beban finansial, tetapi juga langkah transformatif menuju tata kelola keuangan yang lebih holistik dan berkeadilan.
Dalam konteks bulan Ramadan dan masa pelaporan pajak, harmonisasi antara kewajiban pajak dan zakat menjadi semakin relevan. Dengan mengintegrasikan kedua sistem ini, kita tidak hanya dapat meringankan beban finansial masyarakat, tetapi juga menciptakan sistem redistribusi kekayaan yang lebih adil dan efektif. Semoga refleksi ini dapat menjadi langkah awal menuju terciptanya keseimbangan sosial dan ekonomi yang lebih baik di Indonesia.
*Penulis adalah Dosen Akuntansi Syariah Prodi Akuntansi UAD