Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar*
Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki karakter progresif dan berkemajuan. Di antara karakter itu tampak dari apresiasinya terhadap ilmu dan perkembangan zaman. Apresiasi dan akomodasi terhadap Kalender Islam Global merupakan ijtihad Muhammadiyah di abad 21 yang merupakan implementasi konkret progresifitas dan karakter berkemajuan Muhammadiyah. Ijtihad ini dilatari karena kerap terjadinya perbedaan dan kekacauan sistem penjadwalan waktu umat Islam di seluruh dunia. Carut-marut perbedaan dan perdebatan soal penentuan awal bulan yang terus berlangsung sepanjang tahun menjadi alasan kuat inisiasi gagasan Kalender Islam Global oleh Muhammadiyah.
Prinsip Kalender Islam Global pada dasarnya adalah kesatuan, ketertiban, dan universalisme. Ternyata, tiga prinsip ini sudah diisyaratkan di dalam alQur’an. Dalam Q.s. al-Anbiya’ [21]: 92 dan Q.s. al-Mu’minun [23]: 52, misalnya, ditegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang satu (ummah wahidah), yang ini merupakan satu prinsip dalam Kalender Islam Global. Selanjutnya dalam Q.s. al-Anbiya’ [21]: 107 dan Q.s. Saba’ [34]: 28 disebutkan bahwa Islam adalah agama yang universal (rahmatan lil-‘alamin dan kaffah lin-nas) yang ini sekali lagi merupakan prinsip dalam Kalender Islam Global. Berikutnya lagi di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa sistem penjadwalan waktu itu mencakup urusan sipil dan urusan ibadah yang diisyaratkan dalam Q.s. al-Baqarah [2]: 189.
Dukungan formal Muhammadiyah terhadap Kalender Islam Global diawali dari Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar yang tertuang dalam “Muhammadiyah dan isu-isu strategis keumatan”. Berikut diktum keputusan tersebut,
“Penyatuan Kalender Islam Internasional. Berdasarkan al-Quran umat Islam adalah ummah wahidah (umat yang satu). Pengalaman sejarah dan pembentukan negara berbangsalah yang menyebabkan umat Islam terbagi ke dalam beberapa negara. Selain terbagi ke dalam berbagai negara, dalam satu negara pun umat Islam masih terbagi ke dalam kelompok baik karena perbedaan paham keagamaan, organisasi, dan budaya. Pembagian negara dan perbedaaan golongan itu di satu sisi merupakan rahmat, namun di sisi lain juga merupakan tantangan untuk mewujudkan kesatuan umat. Perbedaan negara dan golongan seringkali menyebabkan perbedaan dalam penentuan kalender terutama dalam penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Berdasarkan kenyataan itulah Muhammadiyah memandang perlu adanya upaya penyatuan kalender hijriyah yang berlaku secara internasional, sehingga dapat memberikan kepastian dan dapat dijadikan sebagai kalender transaksi. Penyatuan kalender Islam tersebut meniscayakan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi” (hlm. 177).
Bak gayung bersambut, tahun 2016, telah dilaksanakan di Turki sebuah seminar internasional Kalender Islam Global bertema “Mu’tamar Tauhid at-Taqwim al-Hijry al-Muwahhad” (Muktamar Penyatuan Penanggalan Hijriah Terpadu). Muktamar ini dihadiri puluhan negara di dunia, termasuk dari Indonesia, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim di dunia. Muktamar ini secara tegas memutuskan bahwa umat Islam mesti memiliki kalender pemersatu yang bersifat tunggal (uhady) yang berlaku di seluruh dunia.
Adapun poin-poin penting putusan Muktamar ini adalah bahwa seluruh kawasan dunia dipandang sebagai satu kesatuan, bulan baru dimulai pada hari yang sama di seluruh kawasan dunia. Sementara konsep kalendernya sendiri adalah apabila: pertama, telah terjadi imkan rukyat dengan tinggi bulan 5 derajat dan sudut elongasi 8 derajat di belahan bumi mana saja sebelum pukul 12:00 tengah malam Waktu Universal; kedua, apabila tidak tepenuhi dapat dikecualikan dengan syarat (koreksi kalender) imkan rukyat dimanapun dan konjungsi terjadi sebelum fajar di New Zaeland serta telah terjadi imkan rukyat di benua Amerika.
Selanjutnya, dalam Muktamar ke-48 di Solo, isu Kalender Islam Global kembali ditegaskan. Pernyataan tentang Kalender Islam Global termaktub dalam “Risalah Islam Berkemajuan” yaitu pada “Perkhidmatan Islam Berkemajuan” pada poin “Perkhidmatan Global”, berikut diktum putusannya,
“Sebagai organisasi berkemajuan, Muhammadiyah semakin dituntut untuk memainkan perannya bukan saja pada tingkat nasional tetapi juga pada tingkat global. Muhammadiyah memiliki tanggung jawab besar untuk membangun tata kehidupan global… serta melakukan perbaikan sistem waktu Islam secara internasional melalui upaya pemberlakuan kalender Islam global unifikatif dalam rangka menyatukan jatuhnya hari-hari ibadah Islam, terutama yang waktu pelaksanaannya terkait lintas kawasan” (hlm. 68).
Sebagai tindak lanjut putusan ini, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid menggelar Rapat Kerja Pusat (Rakerpus) pada tanggal 21-23 Juli 2023 di Malang, Jawa Timur. Dalam rapat kerja ini dirumuskan poin-poin strategis implementasi Kalender Islam Global, yaitu: (1) Melangkapi materi (bahan) Kalender Hijriah Global, (2) Sosialisasi masif melalui ceramah, diskusi, seminar, dan pengkajian, (3) Pelatihan Kalender Hijriah Global kepada pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid di berbagai tingkat, (4) Publikasi ilmiah tentang perkalenderan, (5) Pendidikan ahli falak dan syar’iah sebagai pengawal Kalender Hijriah Global, (6) Membangun komunikasi dengan dunia internasional khususnya dengan Arab Saudi, (7) Materi Kalender Hijriah Global dan Pedoman Hisab untuk dibahas dalam Musyawarah Nasional terdekat dan ditanfidzkan pada 100 tahun Majelis Tarjih, dan (8) Perlu disusun tim penyusun materi Kalender Hijriah Global.
Baca Juga: Haedar Nashir: Tahun Baru, Bergerak Maju
Kini, Muhammadiyah terus gencar melakukan sosialisasi, baik di tanah air maupun di dunia internasional melalui ceramah, seminar, focus group discussion, dan lain-lain. Terkini, melalui Divisi Hisab dan IPTEK Majelis Tarjih PP Muhammadiyah melakukan seminar dan sosialisasi di berbagai wilayah Indonesia. Diawali dari Medan, Sumatera Utara, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) pada tanggal 28-29 Rabiul Awal 1445 H/13-14 Oktober 2023 M; lalu di Lombok, Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) pada tanggal 12-13 Jumadil Awal 1445 H/1-2 Desember 2023 M.
Di dua kampus ini disosialisasikan berbagai topik dan diskursus dan terutama alasan dan dasar akomodasi Muhammadiyah atas Kalender Islam Global, yaitu: dasar organisasi akomodasi Kalender Islam Global; konsepsi Kalender Islam Global dalam Muktamar ke-47 dan 48 serta Muktamar Turki 2016; mengapa Muhammadiyah beralih ke Kalender Islam Global?; argumen syar’i dan sains Kalender Islam Global; bagaimana konsep Kalender Islam Global itu sendiri; pembahasan tentang rukyat, transfer imkan rukyat, dan maqasid syariah; konsep awal hari dan garis tanggal, dan; uji hisab Kalender Islam Global dan perbandingannya dengan wujudul hilal dan imkan rukyat 3-6.4.
Sosialisasi ini akan terus berlanjut di tempat-tempat lainnya di Indonesia berkolaborasi dengan kampus-kampus Muhammadiyah. Dalam konteks internasional, Muhammadiyah juga telah mengembangkan sosialisasi-nya dengan mengundang pakar dan pemerhati kalender Islam dunia, yaitu Zulfiqar Ali Shah dari Fiqh Council North America (FCNA) dan Ahmad Jaballah dari European Council for Fatwa and Research (ECFR). Bahkan yang menarik melalui informasi yang disampaikan tokoh yang terakhir ini, komunitas-komunitas Muslim di Eropa saat ini telah menerapkan Kalender Islam Global hasil putusan Muktamar Turki 2016. Ini menunjukkan bahwa kehadiran Kalender Islam Global merupakan kebutuhan umat Islam di era modern yang tidak bisa ditawartawar lagi.
Sekali lagi apa yang digagas Muhammadiyah adalah dilatari kebutuhan dan tuntutan peradaban itu sendiri. Agama Islam yang telah berusia 14 abad lebih (dalam hitungan tahun hijriah) sampai saat ini belum memiliki satu sistem penjadwalan waktu yang terpadu, terintegrasi, dan unifikatif. Padahal, al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sumber ajaran Islam telah menekankan arti penting pengorganisasian waktu (misalnya Q.s. Al-‘Ashr), dan saat yang sama di dalam al-Quran telah tertera prinsip-prinsip kesatuan dan universalisme ajaran Islam yang menjadi kunci dan karakter Kalender Islam Global.
Karena itu, dalam konteks ini, tidak ada alasan bagi Muhammadiyah untuk menunda-nunda utang peradaban Islam ini dengan tidak mengadopsi Kalender Islam Global. Carut-marut perbedaan penentuan awal bulan yang terjadi selama ini, terutama dalam skop lokal, menjadi salah satu alasan kuat dan mendesak proyek Kalender Islam Global ini perlu untuk segera diwujudkan.
Tidak dapat dimungkiri bahwa dalam perjalanannya terdapat kritikan bahkan penolakan dari sejumlah pihak. Ini sesuatu yang wajar dan alami, dan Muhammadiyah sepenuhnya menyadari hal itu. Sebuah gagasan baru yang bergenre fikih tentu rentan terjadi dinamika dan dialektika, terlebih gagasan Kalender Islam Global ini dalam batas-batas tertentu mengusik paham fikih yang selama ini diyakini dan dijalankan umat Islam, yaitu ru’yat bil fi’li. Maka ini bukan sesuatu yang mudah, diperlukan kesabaran, dan saat yang sama diperlukan kekuatan analisis, argumen, dan literasi yang pada akhirnya waktu yang akan menentukan.
Muhammadiyah yang sudah bertipikal progresif dan berkemajuan tentu telah mengkaji dan mendalami hal ini, yang disebut dengan ijtihad Muhammadiyah di abad modern, dan tentu saja Muhammadiyah siap dengan berbagai dinamika, problematika, dan dialektika yang ada. Semua untuk maslahat dan manfaat umat. Wallahu a’lam. [1/24]
*Dosen FAI UMSU dan Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) UMSU
1 Comment