Hikmah

Islam dalam Membangun Bangsa yang Sehat dan Kuat (2)

Pernikahan dan Pernikahan Dini

Masa remaja secara  pendekatan psikologis, belum stabil. Masa remaja berhenti pada usia 19 tahun. Usia remaja dibagi dalam beberapa tahap dan berakhir pada usia 21 tahun. Pada usia 20-24 tahun dalam psikologi disebut sebagai usia dewasa muda, mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Jika pernikahan dilakukan di bawah usia 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Padahal suami masih terlalu muda, dan harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap keluarga.

Ini menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga rentan terjadi perceraian, pisah rumah bahkan depresi berat. Aktivitas seksual dapat terjadi masa akil baligh di mana proses pematangan organ reproduksinya mulai berfungsi, hal itu hanya menunjukkan bahwa organ reproduksinya mulai berfungsi, tetapi belum siap untuk bereproduksi (hamil dan melahirkan).   Apalagi jika ditinjau dari segi kejiwaan (psikologi), anak remaja masih jauh dari “mature” (matang dan mantap). Kondisi kejiwaan yang labil tersebut belum dapat  dipertanggungjawabkan  sebagai suami/istri apalagi sebagai orang tua (Hawari, 2006).

Dalam Undang-undang RI No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan Bab I pasal 1: Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri   dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Maha Esa.

Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan berusia muda, rata-rata berusia 18-20 tahun yang disebabkan karena tingkat kematangan berfikir yang belum matang pada pasangan tersebut (Kartono, 2000:47). Pernikahan usia dini dengan melakukan hubungan seksual usia dini, menjadi faktor risiko terjadinya kanker leher rahim. Pada usia remaja sel-sel leher rahim perempuan belum matang. Upaya pemerintah mensyahkan Undang-Undang no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA). Dalam pasal 1 UU PA disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 17 tahun. Pasal 26 ayat 1c UU PA berbunyi “ orangtua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-.“

 Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pernikahan usia dini/remaja: adat istiadat/budaya, ekonomi, peraturan perundang-undangan, tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang kurang, tingkat pendidikan. Dampak pernikahan usia dini: a). Laju pertumbuhan penduduk yang meningkat, b) Angka Kematian Ibu dan Bayi meningkat, c) Angka perceraian meningkat sebagai akibat dari kondisi emosional yang belum stabil dari pasangan muda, d) Gangguan kejiwaan akibat keterpaksaan menjalani peran barunya sebagai suami/istri dan orang tua (Hawari, 2005:30), e) Faktor risiko terjadinya kanker leher rahim.

Pembentukan dan Peran Keluarga

Persiapan pembentukan keluarga adalah dengan pernikahan yang syah yang telah direncanakan dengan baik dari kedua belah pihak calon pengantin  Persiapan perkawinan menurut Hawari meliputi;  fisik sehat, usia perempuan 20-25 tahun, laki 25-30 tahun. Persiapan mental psikologis, kematangan jiwa dan kepribadian, supaya damai tenang tentram, penuh  kasih sayang, sakinah mawaddah warohmah, pendidikan formal maupun agama yang sama, sosial keluarga keturunan yang jelas baik  berkarakter dengan  akhlaqul karimah.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 13 dan  al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 221, sudah jelas disebutkan bahwa orang Islam dilarang menikah dengan non Islam. Dengan demikian pembentukan keluarga adalah wahana utama dan pertama untuk mendidik anak keturunan,  dengan Bina Keluarga Balita  agar tidak terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT ) serta Diskriminasi kepada anak dan istri.

Peran Orangtua dan Keluarga

Memenuhi kebutuhan  dasar anak untuk tumbuh kembang optimal :  asuh, asih dan asah. Asuh ; memenuhi   nutrisi,  imunisasi, kebersihan  badan, lingkungan, pengobatan, bermain. Asih; menciptakan rasa aman, nyaman, dilindungi, diperhatikan, dihargai. Asah; melakukan stimulasi (rangsangan dini) pada semua indera.

Pembangunan Keluarga sesuai kebijakan pembangunan melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Kebijakan sebagaimana dimaksudkan untuk mendukung keluarga agar melaksanakan fungsi keluarga secara optimal.

Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 5 Februari 2016, hlm 7

Sumber ilustrasi : https://swararahima.com/2020/01/14/pendidikan-kesehatan-reproduksi-belajar-pengalaman-dari-hadis-nabi/

Related posts
Berita

Peringati Hari Kesehatan Nasional, PCA Socah Adakan Penyuluhan Kesehatan Reproduksi

Bangkalan, Suara ‘Aisyiyah – Rangkaian acara peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) di Bangkalan masih berlangsung. Pimpinan Aisyiyah Cabang Socah tidak mau ketinggalan…
Berita

Majelis Kesehatan Pimpinan Cabang Aisyiyah Mulyorejo Surabaya Gelar Edukasi Kesehatan Reproduksi untuk Remaja

Surabaya, Suara ‘Aisyiyah – Majelis Kesehatan Pimpinan Cabang Aisyiyah Mulyorejo Surabaya Gelar Edukasi Kesehatan Reproduksi untuk Remaja dengan Tema “My Body, My…
Berita

Majelis Kesehatan PDA Ponorogo Gelar Sosialisasi Kespro, Pencegahan Stunting, dan Komunikasi Efektif

Ponorogo, Suara ‘Aisyiyah – Ahad (3/11) bertempat di Aula Nyai Ahmad Dahlan Lantai 4 Gedung Babussalam RSU ‘Aisyiyah Ponorogo, Majelis Kesehatan Pimpinan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *