Pendidikan

Jalan Tengah Merdeka dengan TKA

Jalan Tengah Merdeka dengan TKA

Oleh Afridatul Laela Amar*

Tes Kemampuan Akademik (TKA) menjadi program yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebagai bagian dari strategi penjaminan mutu pendidikan nasional.

TKA yang akan dilaksanakan mulai November 2025 ini menjadi instrumen baru dalam memetakan dan mengevaluasi capaian pembelajaran serta kompetensi akademik siswa dan guru secara lebih terukur, objektif, dan komprehensif.

Tes Kompetensi Akademik (TKA) dilatarbelakangi oleh kebutuhan adanya pelaporan capaian akademik individu murid dari penilaian terstandar. Disusul masalah tidak tersedianya laporan tersebut pada beberapa tahun terakhir.

Problematika muncul terutama pada situasi ketika capaian akademik murid yang berasal dari satuan pendidikan dilakukan, seperti pada seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Dikutip dari laman Kemendikdasmen.go.od, Tes Kemampuan Akademik (TKA) digunakan untuk ; 1). Mengukur capaian pembelajaran siswa secara adil, 2). Membangkitkan motivasi belajar, 3). Menjadi dasar kebijakan peningkatan mutu pendidikan.

Adapun tujuan utama pelaksanaan TKA antara lain: 1). Pemetaan mutu pendidikan di seluruh Indonesia, 2). Seleksi jalur prestasi, 3). Membangun budaya asesmen ramah anak, 4).  Menguatkan fungsi akademik dan sosial sekolah.

Merdeka adalah Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Memasuki usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, salah satu tujuannya adalah adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sebagaimana termaktub dalam muqadimah UUD Negara Republik Indonesia 1945 alenia keempat. Maka, memajukan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pengembangan potensi diri mutlak dilakukan. Hal ini agar bangsa Indonesia dapat mencapai kemajuan dan kesejahteraan yang lebih baik.

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa perlu melibatkan berbagai aspek, termasuk peningkatan kualitas pendidikan di semua jenjang. Selain itu pemerataan akses pendidikan bermutu untuk semua, pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman, serta peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan yang profesional.

Baca Juga: Ketua PWM DIY: Merdeka Harus Diniatkan Cari Bekal Akhirat

Namun faktanya, setelah 80 tahun Indonesia merdeka, belum semua anak bangsa dapat merdeka dari kebodohan. Hampir seperempat (24,3 persen) dari 284,4 juta penduduk Indonesia tercatat tidak atau belum sekolah per Desember 2024. Hal ini terbanyak di antara tingkat pendidikan lainnya.

Berdasarkan data BPS tahun 2024, angka buta aksara di Indonesia menurut kelompok umur 15-44 tahun adalah 0,43 persen. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan tahun 2023. Angka buta aksara di Indonesia pada tahun 2023 menurut kelompok umur 15-44 tahun sebesar 0,47 persen.

Secara umum, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia didominasi tamatan SD (22,27 persen) dan sekolah menengah (35,96 persen). Adapun tamatan perguruan tinggi (D1-S3) hanya mewakili 6,82 persen dari total 284,4 juta penduduk Indonesia. Meski masih segelintir, angka ini naik tipis dari 6,41 persen pada 2022 lalu (goodstat.id, 30/3/2025).

Ikhtiar untuk Terus Menerus Mencerdaskan

Berdasarkan data tersebut, angka buta aksara menurun setiap tahunnya dan tamatan perguruan tinggi mengalami kenaikan walaupun masih tipis. Dengan demikian, pendidikan telah mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, walaupun dengan jumlah yang masih terbatas. Sehingga perlu ikhtiar terus menerus untuk mencerdaskan bangsa.

Lantas, bagaimana cara untuk mengukur kemampuan tingkat kemampuan anak didik terhadap kurikulum dan materi pengajaran yang telah diberikan oleh guru di sekolah? Untuk apa diukur? Lantas bagaimana mengetahui kualitasnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu muncul manakala terjadi berdebatan tentang perlu tidaknya evaluasi pendidikan di setiap satuan jenjang pendidikan secara nasional.

Jawabannya, evaluasi menjadi salah satu sarana penting dalam meraih tujuan belajar mengajar. Dengan evaluasi, guru sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa. Ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam meraih tujuan pembelajaran. Hasilnya dijadikan bahan untuk langkah selanjutnya, sekaligus motivasi kepada siswa untuk meraih prestasi.

Evaluasi (Inggris); evaluation dari kata value ; nilai. Evaluasi dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Secara harfiah evaluasi pendidikan (education evaluation) dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan (Sudijono, 2001).

Ralp Tyler (dalam Arikunto, 2011) mengatakan bahwa Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya.

TKA Sebagai Strategi Penjaminan Mutu

Dalam konteks evaluasi inilah, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memperkenalkan Tes Kompetensi Akademik (TKA) sebagai bagian dari strategi penjaminan mutu pendidikan nasional.

Agar TKA berjalan dengan lancar dengan hasil maksimal, orang tua memiliki peranan penting, yakni; 1). Mendampingi anak secara emosional dan fisik, sehingga anak dapat rilek dan siap mengikuti TKA. 2). Membantu anak mengelola stres dan menumbuhkan semangat belajar, sehingga anak termotivasi untuk meraih hasil terbaik. Sehingga, apabila anak dirasa tidak siap, maka orang tua dapat menyampaikan kepada sekolah, apakah anaknya mau ikut TKA atau sebaliknya.

Sebab, TKA tidak diwajibkan bagi semua murid tapi bersifat pilihan. Hal ini dimaksudkan agar murid yang merasa siap saja yang mengikuti. Sedangkan yang tidak siap tidak perlu merasa tertekan sehingga menimbulkan stres. Kewajiban atau tidaknya mengikuti tes merupakan bagian dari hak individu. Anak berhak menentukan pilihannya dalam pendidikan. Tidak ada konsekuensi apabila anak tidak ikut TKA. Anak juga tetap akan lulus dari satuan pendidikan meski tidak ikut TKA.

Merdeka dari Kebodohan

Tetapi, hasil TKA sebagai hasil tes terstandar yang menunjukkan capaian akademik anak. Hal ini dapat digunakan sebagai salah satu syarat atau pertimbangan untuk seleksi penerimaan murid baru, baik ke jenjang pendidikan berikutnya atau penerimaan calon mahasiswa baru. Hasil TKA juga dapat digunakan sebagai salah satu syarat untuk berbagai kepentingan seleksi akademik lainnya. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum murid memutuskan untuk tidak mengikuti TKA.

Karena TKA bersifat opsional, maka tidak perlu khawatir, cemas dan deg-degan dalam menghadapinya. Jika memang tidak sanggup dan tidak berniat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, tidak ikut pun tidak masalah, karena hidup adalah pilihan.

Akan tetapi, saat berjuang melawan penjajah, para pejuang kemerdekaan berteriak merdeka atau mati. Maka menurut hemat penulis, TKA setidaknya menjadi jalan tengah kita untuk merdeka dari kebodohan. Merdeka!. Wallahu’alam.

*Guru PAUD Aisyiyah Dudukan Tonjong Brebes, Jawa Tengah

Related posts
Berita

Mendikdasmen Ukir Sejarah, Bahasa Indonesia Perdana Menggema di UNESCO

Samarkand, Suara ‘Aisyiyah – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Republik Indonesia, Abdul Mu’ti menyampaikan Pernyataan Nasional dalam Sidang Umum Ke-43 UNESCO,…
Berita

Monitoring TKA: Hari Pertama Berjalan Lancar

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah — Berdasarkan laporan dan pantauan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) dari seluruh daerah berjalan dengan lancar. Kepala Badan Standar,…
Pendidikan

Memaknai TKA Jujur dan Menggembirakan

Oleh: Arif Jamali Muis* Dalam beberapa waktu terakhir, ruang publik kita kembali diramaikan oleh perdebatan seputar Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagaimana diinisiasi…

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *