Sosial Budaya

Jaminan Produk Halal Sesuai Undang-Undang

Logo Halal

Oleh: Siti Aminah

Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan negara untuk menjamin kemerdekaan tiap-tiap warga untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu, termasuk dalam proses mengonsumsi suatu produk. Oleh karenanya, negara juga berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat, termasuk warga negara muslim.

Bagi konsumen muslim, jaminan produk halal sangat penting dalam menjalankan kesempurnaan beragama. Maka dari itu, negara perlu memperkuat regulasi sebuah produk agar dapat masuk dalam kategori halal. Hal ini tentu sebuah tuntutan yang tidak dapat ditawar lagi.

Salah satu upaya negara untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut adalah dengan adanya Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. UU tersebut mengatur tentang jaminan ketersediaan produk halal; bahan produk yang dinyatakan halal, baik yang berbahan baku dari hewan, tumbuhan, mikroba, maupun bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, dan proses rekayasa genetik.

Selain itu, ditentukan pula Proses Produk Halal (PPH) yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk yang mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.

Mekanisme Pengajuan Pendaftaran dan Pembaruan Sertifikat Halal

Dalam UU Nomor 33 tahun 2014 disebutkan bahwa permohonan sertifikat halal diajukan oleh pelaku usaha secara tertulis kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dengan melampirkan dokumen pelengkap antara lain data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk, bahan yang digunakan, proses pengolahan produk, dan dokumen sistem jaminan produk halal.

Kemudian, pelaku usaha memilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sesuai dengan pilihan yang sudah disediakan. Namun, saat ini LPH yang ada hanyalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Maka, pilihan pelaku usaha otomatis adalah LPPOM MUI pusat dan provinsi. Jika nantinya ada LPH lain selain LPPOM MUI yang telah memenuhi syarat dan telah ditentukan oleh BPJPH, maka pelaku usaha dapat memilih LPH lain tersebut.

Baca Juga: Sehati22, Sertifikasi Halal Gratis Bagi UMK

Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang dilakukan oleh auditor halal dari LPH yang dipilih pelaku usaha. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian LPH disampaikan kepada BPJPH untuk kemudian diverifikasi, sebelum dokumennya diberikan kepada MUI untuk dilakukan penetapan kehalalan produk melalui sidang fatwa.

MUI akan menggelar sidang fatwa halal untuk menetapkan kehalalan produk paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari BPJPH. Keputusan penetapan halal atau tidaknya suatu produk akan disampaikan MUI kepada BPJPH untuk menjadi dasar penerbitan sertifikat halal.

“Dalam hal sidang fatwa halal menyatakan produk tidak halal, BPJPH mengembalikan permohonan sertifikat halal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan,” bunyi Pasal 34 ayat (2). Sementara produk yang dinyatakan halal oleh sidang fatwa halal MUI akan menjadi dasar BPJPH untuk menerbitkan sertifikat halal paling lama tujuh hari kerja terhitung sejak keputusan kehalalan produk diterima dari MUI.

Menurut UU ini, pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk dan bagian tertentu dari produk; dan/atau tempat tertentu pada produk. Sesuai regulasi, pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sebagaimana bunyi Pasal 39.

Sertifikat ini berlaku selama empat tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH dan wajib diperpanjang oleh pelaku usaha, dengan mengajukan pembaruan sertifikat halal paling lambat tiga bulan sebelum masa berlaku sertifikat habis.

Meskipun regulasi ini baru diterbitkan tahun 2014 lalu, namun sertifikat halal yang telah ditetapkan oleh MUI sebelum UU ini ada, dinyatakan tetap dapat dipakai sampai jangka waktu sertifikat halal tersebut habis masa berlakunya.

*Kepala Pusat Pembinan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *