Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Bedah Karya Sejarah Muhammadiyah kali ini membahas serta menarasikan kembali kisah salah satu pejuang bangsa sekaligus kader Muhammadiyah, yakni Jenderal Sudirman. Kegiatan yang berlangsung pada Senin (23/8) itu menghadirkan Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, Sardiman.
Mengawali kegiatan, Widya Astuti selaku Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah mengatakan bahwa kisah para tokoh sejarah selama ini masih berserakan dan belum tertulis dengan baik, sehingga perlu dinarasikan kembali. “Selama ini kita semua tahu Jenderal Sudirman adalah orang Muhammadiyah, guru Muhammadiyah, kader Muhammadiyah, tetapi narasi yang seringkali muncul adalah lebih kuat ketentaraannya. Kami berharap tokoh sejarah bernuansa Muhammadiyah agar dimunculkan,” tutur Widya.
Secara lebih jelas, Sardiman dalam pemaparannya menjelaskan bahwa Jendral Sudirman adalah pejuang bangsa kader Muhammadiyah. Sudirman merupakan kader Hizbul Wathan yang juga aktif di Pemuda Muhammadiyah. Ia juga sekaligus pendidik dan Kepala Sekolah di HIS Muhammadiyah. Yang menarik dari sosok Sudirman adalah tiga karakter yang melekat pada dirinya, yaitu santun, hormat pada orang tua, dan rajin beribadah.
Sardiman menyampaikan bahwa jiwa nasionalisme Sudirman sudah tumbuh sejak kecil. Ia merupakan siswa yang rajin belajar dan menjadi tempat bertanya bagi sesama murid yang lain. “Sudirman adalah teladan bagi para pemuda. Ia berpikiran matang, percaya diri, disiplin, kerja keras, dan rajin beribadah. Ia adalah sosok yang tidak banyak bicara, tetapi sekalinya berbicara sangat memukau,” katanya.
Baca Juga: Jenderal Soedirman: Jadi Kader Muhammadiyah Itu Berat
Sardiman menyebutkan bahwa Sudirman merupakan aktivis Muhammadiyah yang mengabdi untuk masyarakat. Di antara bentuk-bentuk pengabdiannya antara lain: (a) menjadi kepala penjagaan bahaya udara; (b) menyelamatkan pendidikan Muhammadiyah di cilacap, dan; (c) mendirikan koperasi dan membentuk badan pengurus makanan rakyat.
“Yang membuat Sudirman banyak dikagumi oleh masyarakat adalah ia selalu melakukan salat dengan tepat waktu, selalu dalam keadaan suci (menjaga wudhu), serta senang berbagi,” jelas Sardiman.
Dalam kegiatan tersebut, seorang peserta mengajukan pertanyaan mengenai apa saja materi yang dipelajari Sudirman ketika masih muda sehingga bisa membentuk karakternya. Sardiman menjawab bahwa materi yang dipelajari Sudirman pada waktu muda adalah tauhid dan ajaran amar ma’ruf nahi munkar. Ketika ceramah atau mengajar, menurutnya, Sudirman selalu menyelipkan nilai-nilai semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan menghormati orang tua.
Di akhir penjelasannya, Sardiman menegaskan bahwa Sudirman telah menginfakkan seluruh jiwa raga dan hartanya demi tegaknya panji-panji NKRI. Sudirman memenuhi sumpahnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia sampai titik darah penghabisan. Itulah komitmen dan integritas seorang kader Muhammadiyah untuk NKRI dengan amal nyata. (rizka)