Oleh: Susilaningsih Kuntowijoyo
Sebagai organisasi Islam yang bergerak di bidang dakwah dengan pandangan Islam Berkemajuan, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah selalu mengembangkan dan menyegarkan pemahaman ajaran Islam. Hal ini agar Islam sebagai pegangan hidup dapat dipahami sesuai dengan realitas kekinian. Tugas pengembangan dan penyegaran itu dilaksanakan oleh para ulama dan para cendekia laki-laki dan perempuan yang terhimpun dalam Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) dari tingkat pusat sampai cabang.
Selanjutnya, hasil pengembangan itu digunakan sebagai pedoman berdakwah bagi para mubaligh/at Muhammadiyah-’Aisyiyah yang tersebar di seluruh Indonesia dan cabang-cabang di luar negeri. Islam Berkemajuan sudah merupakan pandangan keislaman bagi Muhammadiyah dalam melaksanakan dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid yang dikembangkan semenjak Kiai Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah.
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah melaksanakan Musyawarah Nasional (MUNAS) setiap empat tahun sekali. Musyawarah ini dilakukan untuk memutuskan berbagai hasil pengembangan dan penyegaran tentang permasalahan tuntunan agama dan pemikiran Islam yang searah dengan paham Islam Berkemajuan, yang sudah dibahas dan disidangkan serta diputuskan oleh masing-masing divisi selama empat tahun berjalan.
Selanjutnya, berbagai produk Putusan Tarjih, Tajdid, dan Pemikiran Islam itu disosialisasikan kepada warga Muhammadiyah dan masyarakat Islam secara luas untuk dipedomani. Di antara produk Putusan Tarjih yang sudah ditanfidz dan dibukukan adalah Fiqih Tata Kelola, Fikih Air, Fikih Kebencanaan, Tuntunan Seni Budaya Islam, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, dan Tuntunan Manasik Haji (Lihat Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah 3, 2018).
Untuk menjadi ulama dan pemikir Islam diperlukan adanya proses pendidikan. Para ulama terdahulu dalam Muhammadiyah kebanyakan adalah para aktivis dan Pimpinan Muhammadiyah yang memiliki latar belakang pendidikan dari Pendidikan Tinggi Agama Islam, baik dari dalam maupun luar negeri, serta dari pesantren. Di samping sebagai aktivis dan pimpinan Muhammadiyah mereka juga dipandang sebagai ulama dalam masyarakat, yang berperan sebagai sumber ilmu agama, baik melalui kegiatan bertabligh maupun berkonsultasi langsung.
Semenjak tahun 1968-an MTT PP Muhammadiyah sudah merintis pendidikan ulama bernama Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) yang pengelola dan pengajar utamanya adalah Ustadz Ibnu Djuraimi (alm). Sekitar tahun 2010 MTT PP Muhammadiyah bekerjasama dengan UMY (Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta) dan UAD (Universitas Ahmad Dahlan) dalam hal jalur akademik sehingga para mahasiswa dan mahasiswi mengikuti proses perkuliahan di PUTM dan di UMY/UAD.
Selain di Yogyakarta, Pendidikan Ulama Muhammadiyah juga ada di kota-kota lain, yaitu Pondok Pesantren Hj. Nuriyah Sobron UM Surakarta, Program Pendidikan Ulama Tarjih (PPUT) UM Malang, Pendidikan Ulama Tarjih (PUT) UM Makassar, dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Sumatera Barat. Untuk tingkat SLTP/SLTA Muhammadiyah juga mempunyai Madrasah Muallimin/Muallimat Muhammadiyah di Yogyakarta yang didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan pada tahun 1918 dengan nama “Qismul Arqo” dan berubah menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah pada tahun 1941.
Hasil kaderisasi keulamaan di Muhammadiyah dan ’Aisyiyah telah tersebar menjadi (1) Pimpinan Muhammadiyah/’Aisyiyah, (2) Angggota Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid, (3) Anggota Pimpinan Majelis Tabligh, (4) Pimpinan dan pengajar Pondok Pesantren Muhammadiyah/’Aisyiyah, (5) Dosen, (6) Guru Perguruan Muhammadiyah/’Aisyiyah, (7) Mubaligh atau Mubalighat.
Dengan bekerjasama serta di bawah bimbingan para ulama dari kalangan Muhammadiyah/’Aisyiyah setempat, para ulama muda itu akan berkembang menjadi tokoh ulama yang siap menyebarluaskan paham Islam Berkemajuan yang berwawasan wasaṭiyyah. Paham Islam yang demikian membentuk manusia-manusia bertakwa, yang memiliki wawasan luas dan mendalam untuk menegakkan kehidupan yang damai, menghargai kemajemukan, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjunjung tinggi akhlak mulia.