Oleh: Adib Sofia
Sejarawan dan budayawan Indonesia, Kuntowijoyo, telah wafat 16 tahun yang lalu. Namun, hingga kini pemikiran dan karya-karyanya masih terus diperbincangkan. Buku-buku karyanya pun masih dicetak ulang dan sesekali masih terselenggara event untuk mengenang kehidupannya.
***
Di antara banyak pemikiran Kuntowijoyo, terdapat satu hal yang seringkali luput dari sorotan, yaitu pemikirannya tentang relasi suami-istri dalam keluarga. Jika pemikiran Kuntowjoyo tentang sejarah bangsa, penyatuan agama dan ilmu, serta berbagai paradigma dikemas dalam karya ilmiah, pemikiran Kuntowijoyo mengenai relasi perempuan dan laki-laki dipaparkannya melalui karya sastra.
Ada banyak karya sastra buatannya yang memiliki muatan relasi perempuan dan laki-laki. Setidaknya terdapat 12 cerita karya Kuntowijoyo yang sangat kuat menunjukkan pesan relasi perempuan dan laki-laki dalam keluarga. Kedua belas cerita itu menyebar dalam berbagai buku kumpulan ceritanya.
Tulisan ini hanya akan membahas beberapa karya Kuntowijoyo yang kuat memberikan kesan bahwa Kuntowijoyo memiliki pandangan mengenai monogami. Cerita-cerita tersebut terdapat dalam kumpulan cerita Impian Amerika. Cetakan pertama kumpulan cerita ini dipublikasikan pada Maret 1998 oleh Yayasan Bentang Budaya bekerja sama dengan Pustaka Republika.
Baca Juga: Maklumat: Sastra Harus Terlibat dalam Sejarah Kemanusiaan
Karya itu telah mengalami beberapa kali cetak ulang. Yang kini tersebar di toko-toko, baik toko online maupun tidak, adalah versi baru (2017) yang diterbitkan oleh Mata Angin dan Diva Press. Pada prinsipnya, cerita dalam Impian Amerika menggambarkan kehidupan orang Indonesia yang tinggal di Amerika.
Pengertian monogami disebutkan dalam cerita “Melanggar itu Sekali Saja”, yaitu ‘perbuatan laki-laki yang tidak melakukan pernikahan kembali’ (Impian Amerika, hlm. 16). Dalam cerita tersebut dijelaskan bahwa pada hakikatnya Islam mengajarkan monogami. Hal ini terlihat pada saat tokoh bernama Liza yang merupakan seorang mualaf memiliki dugaan bahwa suaminya, yaitu Mushofa, ditawari untuk menikahi gadis Cirebon. Akibat kecurigaan itu, Liza sampai ngambek dan kurus.
Karena itulah, tokoh perempuan lainnya yang dalam cerita itu bernama istri saya (istri penulis yang menjadi point of view cerita ini) ditugasi memberi pemahaman tentang hakikat ajaran monogami dalam Islam yang dapat menjamin bahwa Mushofa tidak akan menikah lagi (Impian Amerika, hlm. 16). Cerita ini kemudian berjalan dengan penjelasan-penjelasan mengenai monogami dalam Islam. Akibat rasionalisasi ajaran monogami yang dilakukan oleh tokoh istri saya tersebut, tokoh Liza pun dapat menjalani hidup tenang. Selanjutnya, tokoh mualaf ini diceritakan dapat hidup tenteram dan kesehatannya kembali pulih seperti sediakala.
Persoalan monogami juga sangat kental diangkat oleh Kuntowijoyo pada cerita berjudul “Feminisme”. Masalah monogami dimunculkan melalui sikap tokoh laki-laki bernama Mulyadi dalam menghadapi kepergian istrinya dari rumah. Diceritakan, istri Mulyadi memiliki pemahaman bahwa tidak ada perbedaan sama sekali antara perempuan dan laki-laki. Istri Mulyadi menolak mendampingi Mulyadi, memilih pergi dari rumah, dan meminta bercerai. Ia pun menghilang dan tidak ada komunikasi dengan anak-anaknya.
Pada suatu ketika, istri Mulyadi menghubungi tokoh istri saya dan mengatakan bahwa definisi kebebasan perempuan adalah lepas dari suami dan anak-anak, ia juga menyebut bahwa status istri adalah budak. Menurut istri Mulyadi, ia kini berada di sebuah tempat yang menempatkan perempuan sebagai “yang dipertuan”, bukan budak di rumahnya sendiri. Merespons persoalan ini, Kuntowijoyo memberikan pandangan-pandangannya terhadap perjuangan perempuan yang radikal. Dengan tegas, tokoh saya (tokoh utama dalam cerita ini) menolak pandangan tersebut.
Kembali ke persoalan Mulyadi, ia melakukan pencarian terhadap istrinya melalui detektif swasta sewaan, namun ia mendapati jalan buntu. Istrinya benar-benar tidak dapat ditemukan. Ia pun pasrah dan menitipkan anak-anaknya kepada mertuanya di Indonesia.
Setibanya di Indonesia, Mulyadi dan mertuanya berurai air mata. Mertuanya itu tidak memperbolehkan Mulyadi kembali ke Amerika cepat-cepat. Mertuanya meminta Mulyadi menunggu hingga anak-anaknya siap untuk ditinggal. Mulyadi juga diminta oleh mertuanya untuk menikah kembali.
“Bukan saja pesta diadakan di tempat istri, tapi ada acara ngunduh temanten di rumah mertua lama. Dengan cara itulah mereka menyatakan penyesalan. Sesudah mereka merasa telah membayar, barulah Mulyadi boleh pergi” (Impian Amerika, hlm. 73).
Singkat cerita, pada prinsipnya tokoh Mulyadi tidak ingin berpoligami. Ia menjalani pernikahan kedua setelah melakukan pencarian yang maksimal dan atas bujukan mertuanya. Pernikahan kedua ini dilakukan bukan sebagai bentuk poligami, melainkan monogami.
Berbilang tahun kemudian, istri Mulyadi berbalik arah, ia justru menjadi mengutuk komunitasnya dan ingin kembali kepada Mulyadi dan anak-anaknya. Namun, Mulyadi tidak menerimanya dan memilih mengambil prinsip monogami. Ia pun mempersilakan istrinya bertemu dengan anak-anaknya setiap saat (Impian Amerika, hlm. 75). Semua hal yang dilakukan oleh Mulyadi mendapatkan komentar dari tokoh saya, di situlah para pembaca dapat memahami bagaimana pemikiran Kuntowijoyo terhadap monogami.
Baca Juga: Poligami dalam Perspektif Islam Berkemajuan
Selain Mulyadi, tokoh ayah Aty dalam cerita yang berjudul “Hamil” juga diceritakan menikah kembali setelah ibu Aty meninggal karena digerogoti kanker (Impian Amerika, hlm. 199). Hakikat pernikahan dalam karya-karya Kuntowijoyo adalah monogami. Pernikahan kedua yang dilakukan oleh tokoh laki-laki dilakukan dengan ketiadaan istri.
Keberpihakan teks terhadap monogami tidak hanya terdapat dalam cerita-cerita di atas, melainkan juga melalui gambaran relasi pernikahan pada cerita lain dalam Impian Amerika ini, di antaranya melalui pernikahan tokoh Sairah dan suami, Ayu Khadijah dan John, serta Hamidah dan Peter.
Dari pasangan-pasangan itu Kuntowijoyo menggambarkan bahwa formasi satu laki-laki dan satu perempuan merupakan bentuk yang paling ideal dan tidak menyakitkan bagi perempuan. Analisis isi terhadap karya-karya Kuntowijoyo tentang perempuan selanjutnya dapat dibaca di buku penulis, yaitu Perempuan dalam Karya-Karya Kuntowijoyo.
1 Comment