Pada pembukaan Climate Adaption Summit 2021, pemerintah menargetkan terbentuknya 20.000 Kampung Iklim pada tahun 2024 untuk mencegah dan mengatasi perubahan iklim berbasis kampung. Perlu sinergi dan kerja sama dari berbagai pihak, tak terkecuali ‘Aisyiyah, untuk mewujudkan kampung ramah lingkungan guna mencegah perubahan iklim di lingkungan terdekat masyarakat.
***
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pernah menggagas program skala nasional yang diberi nama Program Kampung Iklim (Proklim). Program ini mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 84 tahun 2016 tentang Program Kampung Iklim. Disebutkan bahwa Proklim dapat dilaksanakan pada wilayah administrasi paling bawah setingkat RW dan paling tinggi setingkat kelurahan atau desa.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, tepatnya di Bantul, terdapat kampung yang pernah menginisiasi Proklim meski gaungnya kini meredup. Dinas Lingkungan Hidup Bantul kemudian mencoba membuat terobosan kembali dengan pendekatan yang lebih mudah dilaksanakan, yakni mulai dari sampah. Program tersebut lantas diberi nama sebagai program kampung ramah lingkungan. Guna mengetahui gambaran dan proses pengembangan penyelenggaraan kampung tersebut, wartawan Suara ‘Aisyiyah melakukan wawancara kepada Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, Wahid, yang juga aktif di Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah.
Mengapa muncul gagasan tentang program kampung ramah lingkungan?
Pada tahun 2019/2020, Pemerintah Daerah telah mencanangkan program Bantul Bersih Sampah. Asumsi orang, kalau bersih sampah itu, di mana-mana tidak ada sampah. Padahal tidak seperti itu karena harus melewati beberapa tahapan yang ada.
Tahapannya, pada tahun 2019 ada tahap pemenuhan sarana prasarana. Tahapan berikutnya adalah pembentukan jejaring pengelolaan sampah mandiri, dan perbaikan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah. Berbagai tahapan tersebut menjadi target dari capaian Bantul Bersih Sampah.
Pada tahun 2021 ini, Bupati Bantul cukup konsen dengan masalah lingkungan, khususnya problem pengelolaan sampah sehingga dalam RPJM Bantul terdapat beberapa prioritas utama, yakni, bidang pendidikan melalui PAUD, bidang kesehatan melalui Posyandu, bidang lingkungan melalui penanganan sampah, dan pencukupan sarana pra sarana pendukung.
Baca Juga: Gerakan Peduli Lingkungan
Sebagai bentuk keseriusan pada isu lingkungan, Pemda memberikan dana sebesar 50 juta per satu dusun untuk membuat desa ramah lingkungan. Program tersebut nantinya akan digalakkan tahun 2022. Dinas Lingkungan Hidup Bantul menyadari bahwa harus membuat desa percontohan terlebih dahulu sebelum menggalakkan program tersebut di lingkup daerah. Nantinya kampung ramah lingkungan dapat menjadi prototype bagi dusun-dusun yang lain.
Dalam mengembangkan modeling tersebut, kami membuka jaringan kerja sama antara lain dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Bank Daerah. Universitas Muhammadiyah yang terletak di kawasan Bantul tersebut hadir sebagai pendamping kedua desa dalam pengelolaan sampah. Sementara kehadiran Bank Daerah dimaksudkan agar bank sampah juga dapat digunakan sebagaimana ATM. Nantinya, ATM itu dapat dipakai untuk membayar pajak, biaya sekolah maupun kuliah, dan lainnya.
Mengapa perwujudan konsep ramah lingkungan ini dimulai dari kampung?
Kalau kita bicara kabupaten, kemajuan daerah, ya, kemajuan dusun-dusun atau kampung-kampung karena Bantul terdiri dari kelurahan atau desa dan dusun. Jika kita melakukan pendekatan ke tingkat desa, maka ruang lingkupnya terlalu luas. Oleh karena itu, kita mencoba mengawali di tingkat dusun dengan penduduk rata-rata 500 KK, sehingga gerakan kampung ramah lingkungan dapat kita realisasikan.
Kami juga akan membuat kriteria Kampung Ramah Lingkungan yang nantinya dapat menjadi acuan bagi masyarakat di dusun. Misalnya, (1) pengelolaan sampah, terdapat persentase jumlah KK dari 500 KK yang terlibat dalam pengelolaan sampah, (2) pengelolaan limbah, terdapat persentase jumlah KK yang telah melakukan pengelolaan limbah, (3) pemanfaatan pekarangan.
Nantinya akan terdapat skala dan standar tertentu dalam pengelolaan kampung ramah lingkungan. Dari berbagai kriteria tersebut, kita akan melakukan evaluasi dan memberikan penghargaan kepada kampung ramah lingkungan terbaik. Hal tersebut juga menjadi alasan bahwa kampung percontohan yang kami pilih bukan daerah dengan cakupan wilayah terlalu luas. Kami memulai pembangunan dari kampung yang embrionya sudah ada, yaitu kampung yang pernah menjadi percontohan program nasional Program Kampung Iklim (Proklim), meski gaungnya tidak lagi terdengar, sehingga ingin kita tumbuhkan kembali.
Apa peluang pembangunan Kampung Ramah Lingkungan pasca terbitnya UU Desa?
Sebenarnya dana-dana yang ada di desa itu cukup banyak, seperti, PAD (Pendapatan Asli Desa), dana dari kabupaten, dan jika dikalkulasikan dana-dana di desa dapat mencapai sekitar 2,5 hingga 3 miliar rupiah. Dana-dana itu sebenarnya dapat menjadi sumber daya untuk memperbaiki pembangunan desa termasuk pembangunan di bidang lingkungan melalui Kampung Ramah Lingkungan.
Apakah terdapat kebijakan yang dapat digulirkan di desa untuk pencegahan perubahan iklim ?
Sebenarnya bisa saja, ini yang sedang kami rencanakan ke depan. Bagaimana desa sebagai ruang lingkup gerak masyarakat dapat membuat perubahan salah satunya dengan peduli kepada lingkungan. Memang untuk menyadarkan masyarakat tidak mudah, contoh yang paling kecil adalah soal membuang sampah.
Saya masih menemukan orang-orang yang membuang sampah sembarangan bahkan di kantor dinas lingkungan sendiri masih terjadi. Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah dan pekerjaan besar kita untuk bersama-sama menyadarkan masyarakat dimulai dengan hal-hal yang kita temui sehari-hari seperti membuang sampah.
Apakah terdapat kebijakan yang tidak memiliki keberpihakan pada upaya pencegahan perubahan iklim dan menguntungkan industri? Bagaimana mengatasinya?
Kalau di Bantul sendiri sebetulnya tidak begitu bermasalah. Semua kebijakan masih dapat kami tangani dan perusahaan-perusahaan atau industri masih mengikuti aturan pemerintah dengan baik sehingga persoalan benturan kebijakan jarang terjadi. Apalagi keberadaan perusahaan atau industri di Bantul tidak terlalu banyak. Namun, di daerah lain, seperti Kalimantan maupun Sumatera dan lainnya mungkin masih banyak benturan yang terjadi karena kondisi yang berbeda. Lebih banyak perusahaan besar dan bersinggungan langsung dengan kondisi lingkungan.
Bagaimana menjaga keberlanjutan program piloting kampung ramah lingkungan?
Iya, memang menjadi tantangan tersendiri bagi kami untuk menyadarkan masyarakat terkait lingkungan. Tentunya, kami akan melakukan pendampingan dan evaluasi terhadap program ini ke depan. Harapannya setelah pendampingan dan pelatihan dilakukan, masyarakat secara mandiri akan menyadari pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan sehat. Kami juga tetap akan berupaya bekerja sama dengan berbagai pihak untuk keberlanjutan program. (Syifa)