Wawasan

Kesehatan Mental dan Peran Keluarga: Fenomena Masalah Kesehatan Mental Pasca Pandemi Covid-19

mental health
mental health

mental health (ilustrasi: freepik)

Oleh: Lofty Andjayani

“Family is not important thing, it’s everything!” Michael J.Fox

Keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam hal pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Keluarga menjadi institusi yang pertama dan utama berperan dalam menghasilkan tangguhnya suatu generasi. Di dalam keluarga, seorang anak baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan haknya untuk dididik, dilindungi dan dipelihara berdasarkan nilai-nilai yang ada di dalam keluarga, norma yang berlaku di masyarakat, dan juga agama yang dianut. Keluarga berperan penting dalam memenuhi kebutuhan anak baik fisik maupun psikis, sehingga keluarga adalah yang bertanggung jawab dalam perkembangan sosial anak.

Menurut Ayu Cahyanti (2020), kesehatan mental merupakan sebuah kondisi di mana individu terbebas dari segala bentuk gejala-gejala dan gejala-gejala itu berupa gangguan mental. Kesehatan mental anggota keluarga tentunya menjadi hal yang sangat penting, utamanya dalam situasi yang masih terdampak pandemi Covid-19 yang sudah lebih dari dua tahun ini tidak kunjung usai.

Karena itu, dapat dipastikan pandemi Covid-19 telah merambah pengaruhnya di berbagai sektor kehidupan, dua di antaranya yaitu sektor kesehatan dan sektor ekonomi yang mengakibatkan bertambahnya jumlah keluarga miskin di Indonesia. Hal ini menjadi masalah baru di dalam keluarga, tidak hanya kesejahteraan ekonomi yang menurun, tetapi juga diikuti dengan tingkat stres yang bertambah atau kesehatan mental yang menurun.

Intervensi pemerintah tentunya juga mengambil andil dalam hal ini, yaitu membantu bapak selaku kepala keluarga untuk mempertahankan kualitas pendidikan anaknya, dan kesejahteraan ekonomi keluarga dengan menurunkan sejumlah bantuan sembako dan juga keringanan serta fasilitas untuk menunjang pendidikan anak.

Lalu, bagaimana jika dilihat dari sudut pandang kesehatan mental dari anggota keluarga itu sendiri, dan problema lainnya seperti efektivitas output yang didapatkan dari pembelajaran anak di sekolah, serta problema-problema lainnya yang mengancam ketahanan keluarga? Oleh karena itu, diperlukan penggerak dari dalam keluarga itu sendiri demi terwujudnya ketahanan keluarga hadapi pandemi Covid-19.

Keluarga sebagai Kekuatan Bangsa dan Negara

Ketahanan keluarga mempengaruhi majunya sebuah bangsa, seperti yang termaktub dalam kata pepatah yang berbunyi “majunya suatu bangsa bergantung pada ketahanan suatu keluarga”. Namun, bagaimana jika dihadapkan dengan kondisi real yang terjadi saat ini? Pada kenyataaannya untuk saat ini ketidakharmonisan keluarga, perselingkuhan, dan juga kemiskinan masih menjadi PR yang belum sepenuhnya bisa tertuntaskan. Krisis ekonomi, kenaikan harga pangan yang ikut mewarnainya.

***

Pandemi Covid-19 menjadi momen berkumpulnya anggota keluarga yang pada situasi normalnya sibuk bekerja ataupun belajar di kota rantau. Orang tua secara tiba-tiba beralih profesi menjadi asisten guru di rumah. Atmosfir pembelajaran baru juga pastinya dirasakan oleh hampir semua pembelajar daring ini. Minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua murid dan penyampaian berbeda yang diterima oleh anak didik tak ayal seringkali membuat efektivitas belajar kurang, sehingga menimbulkan masalah baru.

Baca Juga: Koping Relijius: Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi

Ketidakmampuan orang tua dalam mengedukasi anak seperti halnya yang biasa dilakukan oleh guru di sekolah menjadikan anak cenderung merasa stres. Di sisi lain, krisis ekonomi yang terjadi di masa pandemi telah menurunkan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga, sehingga tidak jarang terjadi cek-cok antara suami dengan istri akan hal tersebut. Jika dibiarkan hal ini tentunya akan merusak keharmonisan.

Keluarga Tangguh: Ketahanan Psikis, Mental, Spiritual

Menjaga ketahanan keluarga secara psikis menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua. Dalam hal kesehatan mental, menjaga ketahanan keluarga secara psikis, mental, dan spiritual bukanlah hal yang mudah tetapi juga tidak musahil untuk dilakukan. Kuncinya yaitu ada di apresiasi berupa afeksi, komunikasi yang positif, spiritual, dan juga memiliki ketahanan yang kuat.

Apresiasi berbentuk kepedulian terhadap sesama anggota keluarga berupa kata-kata positif atau membangun komunikasi positif, bisa juga berbentuk bantuan ataupun reward. Komunikasi yang positif bisa berbentuk kesantunan, kejujuran, menjadi pendengar yang baik, dan menghargai pendapat. Untuk yang selanjutnya yaitu spiritual. spiritualitas bisa diwujudkan dengan melibatkan kekuatan doa. Dan yang terakhir yaitu ketahanan yang kuat, yang harus ditanamkan dalam diri masing-masing anggota keluarga.

Penutup

Akhir kata, meskipun keluarga berperan sebagai unit terkecil dalam masyarakat, namun sebenarnya keluarga mempunyai peranan yang besar untuk bisa membentuk anggota keluarganya menjadi seperti apa. Keluarga bertanggung jawab atas pengenalan tingkah laku, mengajarkan dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial dan perubahan yang terjadi di dalamnya. Keluarga juga mempunyai power yang tidak dimiliki oleh lembaga lainnya yaitu dapat secara terus menerus dalam mengendalikan seorang individu sehingga dapat membentuk kekuatan sosial.

Kekuatan sosial yang terbentuk dalam keluarga menjadikan seorang individu memiliki kepatuhan terhadap rules baik yang diterapkan di masyarakat dan pastinya seorang individu juga memiliki ketahanan psikis, mental, spiritual yang baik pula. Di samping itu, segala rintangan juga problema di masa pandemi hendaknya menjadikan pemicu bagi semua anggota keluarga untuk menjadi booster satu sama lain demi terwujudnya keluarga tangguh sebagai pilar bermasyarakat, dan kekuatan suatu bangsa dan negara.

Related posts
Berita

Manfaatkan Kegiatan Liburan, Mahasiswa UHAMKA Giatkan PHBS

Lampung, Suara ‘Aisyiyah – Patut diapresiasi, Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) telah menyelenggarakan kegiatan sosialisasi bersama…
Berita

Padukan Islam dan Ilmu Psikologi, GSM usung tema "Islamic Mindfulness"

Bandung, Suara ‘Aisyiyah – Pagi hari tadi (16/2) Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Barat (PWA Jabar) mengundang Lip Fariha,…
Konsultasi Keluarga

Strategi Mengelola Hubungan dengan Anak Tiri

Pertanyaan: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Kak ‘Aisy yang saya hormati. Saya seorang perempuan lajang berusia di atas 30 tahun. Saya berencana menikah dengan…

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *