Keluarga Sakinah

Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan dalam Keluarga Sakinah

Oleh : Siti ’Aisyah (Ketua PP ’Aisyiyah- Dosen FAI UCY)

”Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan dari padanya Allah telah menciptakan pasangannya dan daripada keduanya Allah memperkembangkan lelaki dan perempuan yang banyak…..” (Q.S. an-Nisa` [4] : 1).

Dalam sebuah forum kajian ibu-ibu, seorang ustadzah menyampaikan kepada jama’ah. ”Ibu-ibu, kita semua bersaudara sebagai ummat manusia, karena kita semua keturunan Nabi Adam dan ibu Hawa, sehingga al-Qur`an menyebutnya Bani Adam. Kemudian ia menanyakan: ” Ibu-ibu, perempuan pertama (Hawa), dicipta dari apa ya? Secara serentak jama’ah menjawab dengan mantap ” Dari tulang rusuk Adam.” Jawaban yang sama juga dilontarkan para mahasiswa dalam kuliah tentang penciptaan manusia.

Pandangan tersebut, sejak lama sampai saat ini secara turun temurun, telah mengurat-mengakar kisah tentang Adam-Hawa, bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kisah itu berlanjut ketika Adam Hawa tinggal di sorga yang tergoda setan dan pertama kali memakan buah pohon larangan adalah Hawa.

Ketika setan menggoda N. Adam as, berbagai upaya telah dilakukan, Adam tetap memegang teguh amanat Allah tidak mendekati pohon larangan dimaksud. Setan pun tidak putus asa, maka ia menggoda Hawa. Semula Hawa juga tidak percaya bujukan syetan yang mengatakan bahwa buah  pohon itu akan membuat manusia kekal hidup di dunia (setan menyebut pohon khuldi). Lama kelamaan Hawa pun tergoda. Ia merayu suaminya untuk mencoba ajakan setan. Akhirnya Adam pun mengikuti keinginan isterinya.

Implikasi kisah ini, berkembang pandangan dalam masyarakat bahwa penyebab Adam-Hawa diusir dari surga adalah Hawa, seorang perempuan, yang berusaha memengaruhi suaminya untuk menuruti keinginannya menuruti bujukan setan. Maka perempuan dianggap sebagai sumber bencana, sumber kesalahan.

Bila dalam keluarga ada masalah dengan anak, maka sumbernya adalah ibunya yang tidak pandai dan terampil mendidik anaknya, atau ibu yang terlalu sibuk, sehingga anak kurang mendapat perhatian dan pendidikan ibunya. Suami korupsi, karena isteri banyak tuntutan. Suami yang selingkuh, sumbernya isteri yang kurang mampu melayani dan memberi perhatian pada suami.   

Bagaimana pandangan ’Aisyiyah tentang hal tersebut? Dalam Buku Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, kesetaraan laki-laki dan perempuan merupakan hal yang asasi. Salah satu prinsip kesetaraan yang ditekankan adalah kesetaraan dalam penciptaan (Q.S. an-Nisa` [4] : 1). Ayat-ayat kisah dalam al-Qur’an tentang penciptaan manusia, menempatkan Adam dan Hawa sebagai aktor.

Keduanya mendapat fasilitas surga (Q.S. al-Baqarah [2] : 35), diberi kebebasan hidup di surga, dengan satu larangan mendekati pohon larangan. Keduanya mendapatkan kualitas godaan yang sama dari syaitan (Q.S. al-A’râf [7]: 20, bersama-sama melanggar norma yang digariskan Allah dan sama-sama memakan buah pohon larangan, sehingga menerima akibat diturunkan ke bumi (Q.S. al-A’râf [7]: 22) dan bersama sama memohon ampunan dan diampuni oleh Allah Swt. (Q.S. al-A’râf [7]: 23).

Tentang penciptaan manusia, dalam Fikih Perempuan Keputusan Munas Tarjih ke-27 tahun 2010 di Malang tentang Asal Penciptaan Perempuan. Al-Qur`an menerangkan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai derajat yang sama. Tidak ada isyarat dalam al-Qur’an, bahwa perempuan pertama yang diciptakan oleh Allah (Hawa) adalah suatu ciptaan yang mempunyai martabat lebih rendah dari laki-laki pertama (Adam). Hal ini ditegaskan Allah dalam al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 1 tersebut di atas.

Ayat tersebut  menjelaskan bahwa  ”bahan”  yang Allah sediakan untuk penciptaan laki-laki dan perempuan berasal dari bahan yang sama ((مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ karena keduanya berasal dari jenis yang sama  Tetapi mayoritas mufasir termasuk mufasir Kementerian Agama Republik Indonesia menjelaskan bahwa kata (min nafsin wahidah) adalah diri yang sama atau diri yang satu yaitu Adam. Sedangkan kalimat (wa khalaqa minha zawjaha) dari padanya Allah ciptakan pasangannya seringkali dimaknai sebagai penciptaan Hawa berasal dari tulang rusuk Adam. Pemahaman ini antara lain didasarkan pada sabda Nabi Muhamamd saw berikut :

Bersabda Rasulullah saw : ”Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, jika engkau luruskan tulang rusuk itu (mungkin) engkau memecahkannya jika engkau biarkan maka ia terus bengkok maka saling berpesan (kebaikanlah) kepada perempuan” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Pandangan bahwa perempuan sebagai makhluk yang diciptakan berbeda dengan laki-laki dipengaruhi oleh ajaran Yahudi, (dalam bentuk kisah-kisah Israiliyyat). Ini antara lain ditegaskan Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsir Al-Manar “Seandainya tidak tecantum kisah Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama, niscaya pendapat yang keliru itu tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang Muslim.”

Yang dimaksud dengan tulang rusuk yang bengkok dalam hadis tersebut harus dipahami dalam pengertian majazi (kiasan), dalam arti bahwa hadits tersebut bukan menjelaskan tentang penciptaan perempuan, tetapi memperingatkan kepada laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter dan kecenderungan mereka yang apabila tidak disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak proporsional.

Hadis tersebut mengingatkan bahwa karakter dan sifat bawaan perempuan tidak bisa dirubah tetapi bisa diendapkan dengan tawshiyah (nasehat yang bijak). Usaha yang tidak memperhatikan tawshiyah, misalnya memaksakan kehendak, bertindak kekerasan terhadap perempuan akan berakibat fatal, yang dikiaskan sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok. Jika hadits tersebut diartikan secara hakiki menjadi tidak sejalan dengan ajaran al-Qur’an.

Dari uraian tersebut, dapat dipahami, bahwa Islam menempatkan laki-laki dan perempuan setara dihadapan Allah. Sejak penciptaan, laki-laki dan perempuan dicipta dari dzat yang sama, bersama-sama menjalankan fungsi ibadah dan khalifah untuk memakmurkan dunia, mensejahterakan dan memajukan ummat manusia. Relasi yang dibangun adalah relasi saling memuliakan, saling menghargai, saling mengingatkan, saling menjaga martabat kemanusiaan, saling menolong dalam kebaikan dan takwa. 

Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 2 Februari 2017, Rubrik Keluarga Sakinah

Sumber ilustrasi : https://www.dakwatuna.com/2015/05/19/68825/bias-kesetaraan-gender/

Related posts
Berita

Pengajian Ramadan PP Aisyiyah Bahas Digital Parenting untuk Hadapi Tantangan Era Digital

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – “Indonesia saat ini menjadi negara nomor satu yang kecanduan ponsel, dengan rata-rata penggunaan mencapai enam jam per hari,”…
Berita

Pemerintah Tekankan Kolaborasi dengan Aisyiyah, Ciptakan Ruang Digital Ramah Keluarga

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – “Bulan Ramadan bukan hanya bulan untuk meningkatkan ibadah tetapi juga bulan untuk merenungkan bagaimana kita menjaga keluarga agar…
Berita

Ingatkan Soal Masifnya Tantangan pada Era Digital, Salmah: Ini Adalah Tantangan Keluarga Sakinah

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pagi ini (15/3) Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah mengadakan Pengajian Ramadan 1446 H dengan tema…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *