Judul : Islam Berkemajuan: Kisah Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal
Penulis : Syuja’
Penerbit : Al-Wasat
Tahun : 2009
Halaman : 212
***
Buku Islam Berkemajuan: Kisah Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal adalah catatan pribadi Kiai Syuja’. Kyai Syuja’ sendiri adalah murid dari Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Banyak kisah perjuangan Kiai Dahlan yang disebutkan dalam buku ini.
Dalam catatan Kiai Syuja’, Kiai Dahlan adalah orang yang kuat hati, teguh pendirian, dan bertanggung jawab. Semua itu terus dipegang bahkan jika berakibat merugikan diri sendiri.
Pernah suatu waktu, ketika sekolah Muhammadiyah kekurangan fasilitas ruangan dan gaji guru, Kiai Dahlan melelang semua barang di rumahnya, mulai dari meja, kursi, bangku, jam tembok, hingga pakaian seperti kain sarung plekat, jas, gamis, jubah, dan surban. Digambarkan Kiai Syuja’, waktu itu seolah Kiai Dahlan bertelanjang diri dan bertelanjang rumah sampai bulat (hlm. 164).
Kisah perjuangan di masa awal Muhammadiyah tidaklah mudah. Banyak pro dan kontra di dalamnya. Meski begitu, Muhammadiyah terus melebarkan sayapnya dalam mensyiarkan dakwah Islam. Hal ini ditandai dengan terbentuknya empat bidang penyokong organisasi Muhammadiyah, yakni bahagian Sekolah yang diketuai oleh H.M. Hisyam, bahagian Tabligh yang diketuai oleh H.M. Fakhrudin, bahagian Penolong Kesengsaraan Umum (PKU) yang diketuai H.M. Syuja’, dan bahagian Taman Pustaka diketuai oleh H.M. Mokhtar.
Ikhtiar Muhammadiyah untuk membawa bangsa Indonesia keluar dari keterpurukan juga sempat ditertawakan. Misalnya, ketika Kiai Syuja’ hendak mendirikan rumah sakit, rumah miskin, dan rumah yatim. Ide tersebut ditanggapi dengan gelak tawa para hadirin. Mereka merasa bahwa cita-cita tersebut terlalu tinggi, dan itu bukan tugas organisasi.
Akan tetapi, Kiai Syuja’ dengan tegas dan semangat membara mengatakan, “kalau mereka dapat berbuat karena berdasarkan kemanusiaan saja, maka saya heran sekali kalau umat Islam tidak dapat berbuat. Padahal, agama Islam untuk manusia, bukan untuk khalayak yang lain. Apakah kita bukan manusia? Kalau mereka dapat berbuat kenapakah kita tidak dapat berbuat? Hum rijaalun wa nahnu rijalun” (hlm.108).
Baca Juga: Kiai Ahmad Dahlan Menolak Menjual Muhammadiyah
Ketika usia Ahmad Dahlan sudah memasuki usia senja dan sudah sering sakit-sakitan, beliau masih terus semangat dan giat berceramah. Sampai akhir hayatnya, Kiai Dahlan masih memikiran nasib organisasinya.
Salah satu pesan Kiai Dahlan yang dicatat Kiai Syuja’ adalah, “dekatilah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya sehingga mereka mengenal kita, dan kita mengenal mereka. Sehingga perkenalan kita bertimbal balik, sama-sama memberi dan sama-sama menerima” (hlm. 193).
Setelah wafatnya Ahmad Dahlan sabuk kepemimpinan pun dilanjutkan oleh adik iparnya, K.H. Ibrahim. Beliau memimpin organisasi dari tahun 1923 hingga 1933.
Oleh: Maharani Harahap (mahasiswa magang Suara ‘Aisyiyah)